Senin, 20 Mei 2013

Pamela Kara: Minat Mempelajari Islam Berasal dari Keinginan Mendidik Anak

Perjalanan Pamela Kara menuju Islam
 
Nama saya Pamela Kara. Saya berasal dari luar Cleveland, Ohio di bagian utara Amerika berhampiran dengan Great Lakes. Saya besar di sini. Saya dibesarkan dalam keluarga Protestan.
 
Sebenarnya saya memang mencari kebenaran. Saya mencari sesuatu. Saya tidak tahu apa yang saya cari.Ketika usia saya bertambah, saya membangun rumah tangga. Saya mulai mencari anak angkat dari luar negeri, dari sebuah negeri Islam. Saya telah menikah selama 16 tahun dan merupakan seorang penganut Kristen. Suami saya seorang muslim dan saya seorang Kristen. Saya juga tidak berminat untuk mengetahui apa-apa tentang Islam sehingga kami membuat keputusan untuk mengambil anak angkat.
 
Saya mulai mengikuti kelas di masjid lokal mengingatkan bahwa saya akan menjadi seorang ibu. Saya perlu bersedia dan mempunyai beberapa ide bagaimana bisa saya mengajar anak saya. Dari sinilah bermulanya minat untuk mengetahui tentang Islam.
 
Dia merupakan seorang anak yatim. Ketika mengikuti kelas di masjid lokal itu, saya masih ingat, saya berdebat dengan Imam masjid dengan mengatakan bahwa dia tidak mengetahui apa yang disampaikannya. Ketika itu saya masih tidak tertarik dengan agama Islam. Saya tidak begitu mempercayai apa yang dia sampaikan. Seorang lelaki di kelas itu bertanya kepada saya apakah saya memiliki sebuah al-Quran. Saya menjawa,"Tidak."
 
Dia lalu memberikan saya sebuah al-Quran. Saya membaca surat al-Fatihah. Itu sudah mencukupi. Dengan hanya membaca surat itu, saya merasa seperti ada suara yang mengatakan,"Inilah yang anda cari selama ini. Inilah kebenaran." Selepas membaca Surat al-Fatihah saja, saya sudah tahu bahwa inilah yang saya cari selama ini.
 
Kehidupan tidak lagi sama dan saya bukan lagi orang yang sama. Saya tidak bisa membayangkan diri tidak menjadi Muslim dan tidak memiliki Islam serta tidak memiliki Quran dan Sunnah. Seperti mengambil kaca mata baru dan memakainya. Anda dapat melihat dunia dengan cara yang benar. Kehidupan saya sebelum itu adalah sebuah kehidupan yang penuh dengan kekacauan. Dibesarkan sebagai seorang Amerika, tanpa sedikit kebenaran dalam budaya dan fondasi kami, ia seperti anda menjadi bingung, anda mencari dari satu situasi ke satu situasi tanpa sedikit rencana atau tempat untuk anda tuju.
 
Sebagaimana saya memeluk Islam dan belajar lebih mendalam mengenainya, serta melakukan shalat, saya tahu tidak ada lagi jalan ke belakang. Kini saya harus maju ke depan. Inilah satu perkara terbaik yang pernah saya lakukan dalam kehidupan saya.
 
Keluarga dan teman-teman saya tidak begitu senang saya memeluk Islam. Tetapi mereka juga tidak bersikap keras terhadap saya. Kecuali ada beberapa anggota keluarga yang tidak mau berbicara dengan saya, sebenarnya ia bukanlah satu kerugian jika mereka tidak ingin berbicara dengan saya. Tetapi hijab menjadi satu masalah besar bagi keluarga saya. Subhanallah, semuanya menjadi teratur dan dengan berlalunya masa, seandainya kita bersabar dengan mereka, mereka akhirnya akan menerima kita atau sekurang-kurangnya mereka mengizinkan anda untuk membuat pilihan dan mengamalkan apa yang anda inginkan. Saya memiliki orang tua yang baik.
 
Andai anda bertemu dengan seseorang yang berminat dengan Islam, kita haruslah bersikap membantu. Terutama perempuan. Dulu sebelum Islam, saya tidak pernah menghormati diri saya. Rasa hormat timbul setelah saya memeluk Islam dan mengenakan hijab. Karena saya bebas. Saya bebas dari dunia yang mengarahkan saya. 
 
Saya meminta semua orang untuk membeli al-Quran dan membacanya. Pelajarilah dan lakukan penelitian sendiri. Dengan cara itu, mungkin saja hati anda terbuka karena Allah membuka hati-hati mereka yang mendambakan-Nya. Dia akan mengizinkan anda untuk melihat kebenaran dan Insya Allah membawa anda kepada kehidupan yang baik.
 
Karena kehidupan ini hanya sebentar, dan Insya Allah kita berusaha untuk kehidupan abadi. (IRIB Indonesia / onislam.net)

Phillip: Saya Membaca Al-Quran untuk Mengetahui Apa yang Diyakini Umat Islam

Saya dilahir dan dibesarkan sebagai seorang Katolik Roma di jemaah gereja Italia. Ayah saya berasal dari Jerman dan ibu berasal dari Italia. Orang tua ibu saya kedua-duanya berasal dari Italia.
 
Ketika kakek ayah saya datang dari Jerman, saya mempunyai seorang saudara lelaki bernama Halmout dan seorang saudara perempuan bernama Mary. Ketika masih kanak-kanak, saya senang sekali mengikuti perkumpulan. Saya ke perkumpulan secara rutin sehingga saya mencapai usia 13 atau 14 dimana perkumpulan juga berubah.
 
Saya memang senang sekali mengikuti perkumpulan. Terasa seolah-olah saya mengetahui siapa itu Tuhan. Saya senang sekali menyanyi beramai-ramai. Sebenarnya saya tidak mengetahui apa sebenarnya yang sedang terjadi. Ketika saya telah mencapai usia remaja, saya meninggalkan perkumpulan. Ibu saya agak kecewa dengan keputusan saya itu, tetapi dia tidak memaksa saya.
 
Sebenarnya, pada usia 17 tahun saya didatangi oleh golongan fundamentalis Baptis. Saya pergi ke gereja mereka dan melihat sesuatu yang agak berbeda. Saya ke sana selama kira-kira setahun dan semua orangnya baik. Tetapi sebagai seorang remaja, minat saya hilang. Saya mempercayai bahwa saya telah diselamatkan, saya terselamat untuk sesuatu perkara.
 
Akhirnya saya berhenti dari berkunjung ke gereja. Saya mula ikut bermain dalam band rock n roll. Sehingga saya berusia 25 tahun, saya membuat keputusan untuk kembali ke gereja. Saya ke gereja Pentecostal Holiness. Anda menjalani hidup yang zuhud. Anda harus sering berhati-hati karena begitu banyak sekali godaan di dalam dunia ini. Untuk seketika, saya malah tidak punya televisi dan saya tidak bermain saxophone saya. Untuk beberapa tahun kemudian, saya memainkankembali saxaphone saya dan bermain musik Kristen.
 
Saya ingin sekali membaca sejarah kristen dan malah saya ikut menyertai Kolej Injil, sehingga mendapat diploma tiga tahunan. Di sinilah bermulanya perjalanan hidup saya.
 
Quran menakjubkan saya
Pada masa yang sama, saya membaca Quran. Saya memutuskan bahwa saya ingin membaca  Quran. Dan tujuan membaca Quran adalah karena saya ingin mengetahui apa yang dipegang oleh umat Islam. Kononnya saya ingin mengubah mereka menjadi Kristen.
 
Saya mengetahui bahwa Quran adalah kitab suci umat Islam karena saya juga telah membaca sastra misionaris yang menjelaskan tentang Quran dan Islam. Demikianlah saya membaca sastra yang ditulis oleh fundamentalis, dan saya temukan banyak sekali terdapat kesalahpahaman.
 
Apa yang terjadi adalah di luar jangkauan saya, ia tidak seperti apa yang saya harapkan. Untuk satu hal, halpertama yang saya baca ialah Dengan Nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Saya benar-benar tidak mengharapkan sedemikian!
 
Ketika pertama kali saya bertemu istri saya Khadijah, kami sama-sama penganut Katolik Roma. Saya bertemu dengan istri saya saat saya tinggal di penginapan. Ketika saya sampai disana, saya dapati ia bukan seperti hotel bintangtiga. Saya mulaiberbicara dengan pengurus rumah penginapan tersebut. Namanya ialah Lolita dan dialah yang memperkenalkan isteri saya kepada saya.
 
Saya senang sekali dengannya. Dia kelihatan agak gelisah, tetapi saya lebih gelisah sampai tiga jam. Apa yang dapat saya katakan ialah tentang agama.
 
Kami bertunangan dan ketika itu kami melakukan perjalanan ke Filipina. Kami masih sama-sama bukan muslim. Dia tahu apa yang saya inginkan, atau dengan kata lain saya jelaskan kepadanya bahwa saya tidak tahu apakah saya ini Katolik, Ortodok timur, atau seorang Muslim! Tetapi dia masih saja tetap ingin bersama saya.
 
Andai dia masih tetap menjadi penganut Katolik, saya tetap akan menikahinya. Tetapi pada masa yang sama saya ingin dia melihat apa itu Islam. Jika dia tidak ingin memeluk Islam, sekurang-kurangnya dia tahu apa saya imani dan bagaimana saya harus melaksanakannya.
 
Dia membaca Quran, dan selepas membaca Quran, dia mengatakan kepada saya menjadi seorang Katolik juga baik, menjadi seorang muslim juga baik.
 
Pada minggu pertama, bulan Augustus tahun 1999, saya sedang bersama dengan seorang Sheikh dan juga beberapa teman lain. Pada permulaan malam itu, saya memberitahunya bahwa saya bersama Islam. Kami berbincang mengenai Islam. Kami juga berbicara tentang perkara-perkara lain, kami berbincang mengenai olahraga. Pada penghujung malam, kami kembali semula ke topik berkaitan Islam. Sheikh berkata kepada saya,"Anda percaya dengan Islam?"
 
Dia berkata,"Adakah anda benar-benar ikhlas mengatakan bahwa anda tidak percaya Tuhan lain selain Allah?"
 
Dan saya berkata,"Ya, itulah yang saya percaya."
 
Kemudian dia melanjutkan pertanyaannya, Adakah anda percaya bahwa Nabi Muhammad itu utusan Allah?"
 
Saya berkata,"Ya."
 
Dia berkata,"Bisakah anda menyebutnya dalam bahasa Arab?"
 
Saya berkata,"Ya."
 
Diapun menyebutkan kalimah syahadah dalam bahasa Arab dan saya mengikutinya. (IRIB Indonesia / onislam.net)

Raphael: Kini Saya Sadar Segala Sesuatunya Telah Direncanakan Tuhan

Saya dilahirkan di Amerika, bukan sebagai seorang muslim dan tidak memiliki orang tua yang.
 
Satu hal yang saya pelajari tentang Islam ialah anda tidak bisa berdebat dengan Tuhan. Maka saya akan mengambil saja apa yang telah Allah anugerahkan kepada saya dan saya berharap saya bisa melakukan yang terbaik.
 
Saya mempunyai latar belakang yang unik. Saya berasal dari Texas di sebuah kota kecil bernama Lubbock. Ia terletak di tengah pusat Injil, sebuah kota yang dipenuhi dengan gereja. Sebagai seorang Hispanik, saya bisa bertutur bahasa Sepanyol dengan baik.
 
Saya dibaptis dan dibesarkan sebagai seorang Katolik sehingga berusia 6 tahun. Ketika berusia 6 tahun, kedua orang tua saya menerima beberapa orang tetamu…. Mereka mula berbicara dengan kakek saya. Tidak lama kemudian, mereka mulai mengunjungi kami. Akhirnya mereka membentuk kelas Injil. Sebelum anda menyadarinya, kami telah menghadiri gereja Jehovah Witness.
 
Kami semua menghadiri pertemuan dan perhimpunan di sana. Semua anggota keluarga mengikuti Jehovah Witnesses. Tidak lama kemudian, saya memperoleh pengetahuan yang tepat berkaitan Injil. Ironisnya siapa saja yang biasa dengan kitab, orang-orang kitab, tahu benar bahwa secara realitanya, buku ini telah berubah sepanjang sejarah. Ia begitu terkontaminasi dan mengalami penyimpangan yang banyak. Tetapi saya senantiasa merasakan dalam kondisinya yang murni, malah dengan orang-orang Yahudi yang diturunkan Taurat, dalam bentuk murninya, adalah dari Tuhan walaupun dalam jangka waktu ia telah mengalami perubahan dan terpolusi.
 
Demikianlah juga dengan Injil. Injil saat diberikan kepada Jesus, pada awalnya sebelum terkontaminasi, adalah baik dan sempurna. Pengetahuan saya tentang Injil turut bertambah. Saya mulai semakin banyak belajar. Ketika usia saya 13 tahun saya dibaptis sebagai Jehovah Witness. Saya punya tekad dan semangat untuk melakukan kerja-kerja Tuhan lebih banyak……pada usia 16 tahun, sesuatu yang aneh berlaku. Saya diakui dan mereka memberi saya kebenaran. Saya mulai berpidato di hadapan khalayak ramai. Saya mula memberi ceramah diberbagai perhimpunan.
 
Pada usia 20 tahun, saya telah mempunyai perhimpunan sendiri yang perlu saya bimbing. Seperti yang anda ketahui, saya begitu terlibat dalam ajaran-ajaran Jehovah Witnesses, terutamanya ketika mengetahui bahwa mereka berbeda dengan dunia. Tetapi, dunia melihat mereka, terutama masyarakat Barat, sebagai sesuatu yang berbeda. Mereka melihat kami sebagai ektrimis… fanatik…. fundamentalis…. bunyinya akrab bukan?!
 
Kini saya sadar bahwa semuanya adalah perencanaan Tuhan. Pada waktu itu saya tidak menyadarinya, tapi kini saya telah meyadarinya. Ketika saya berada didalam rahim ibu saya selama 120 hari, malaikat datang dan mereka telah merencanakan perjalanan hidup saya. Kemana saya akan pergi dan apa yang akan berlaku pada hari ini, Alhamdulillah.
 
Setelah melakukan banyak pertimbangan dan doa serta beratnya beban, saya meninggalkan agama ini pada tahun 1979 dan tidak pernah kembali lagi. Sebenarnya apa yang berlaku ialah saya tidak bisa melangkah ke agama lain karena sebagai seorang Jehovah Witness, kami diajar bahwa semua agama tidak baik kecuali Jehovah Witness. Hanya dengan Jehovah Witnesses saja saya akan diterima Tuhan. Semua yang lain adalah salah. Dengan hati nurani yang jelas, saya tidak bisa ke agama lain. Dan kemudian sebagai seorang anggota atau penganut Jehovah Witness saya tidak bisa tinggal dalam agama ini.
 
Maka saya menjadi seorang yang tanpa agama. Yang baiknya, saya bukanlah insan yang tidak punya Tuhan. Malah saya kembali semula ke gereja Katolik. Saya lahir sebagai seorang Katolik, dan sepanjang usia saya adalah seorang Jehovah Witness, maka saya kembali ke gereja Katolik karena mungkin saya merasakan saya kehilangan sesuatu. Saya berada di gereja Katolik selama tiga bulan. Setiap hari saya akan duduk dan berdiri berulang kali. Saya mengikuti perhimpunan mereka. Sayangnya ia tidak memberikan saya kepuasan karena ia tidak menarik hati dan nurani saya.
 
Bagian pertama
Kira-kira lima tahun lalu, saya bertemu dengan seorang muslim. Saya menyadarinya karena pribadinya. Dia senantiasa gembira dan ramah. Ini membuat saya tertarik kepadanya. Kami mula berbicara dan dia memberitahu saya bahwa dia adalah seorang muslimah dan sebagainya.
 
Saya bertanya,"Benar! Saya pernah mendengar tentang muslim. Jadi agama anda adalah Islam. Saya pernah mendengarnya, tetapi saya tidak berniat untuk menjadi seorang Muslim."Pada ketika itu saya pikir untuk menjadi seorang Kristen, seorang Kristen yang baik, bukan cara Jehovah Witness tetapi apa yang Tuhan inginkan saya menjadi seorang Kristen.
 
Saya mulai menumpukkan perhatian dengan melakukan penelitian ke atas Injil secara saksama setiap malam untuk beberapa jam dan dalam doa. Saya membaca seluruh New Testament. Seperti menyusunnya. Saya mula membaca Old Testament: Genesis, Deuteronomy, Exodus. Ketika saya sampai kepada pasal tentang para nabi, sesuatu terjadi. Tiba-tiba saja saya berhenti, saya ingin mengistirahatkan mata saya dan saya mula berpikir mengenai orang yang memberitahu saya tentang Islam, mengenai muslim, mengenai Quran, dan mengenai Allah Yang Maha Berkuasa. Saya mengaku akan membuka pikiran sekarang. Saya tidak lagi berpikir seperti seorang Jehovah Witness. Saya akan mencari adakah orang-orang ini penipu. Adakah mereka ini tidak baik atau apa saja. Saya akan mencarinya sendiri. Saya mula berpikir; "1,2 billion Muslim! Setan adalah baik tetapi tidaklah begitu baik. Untuk memperdaya 1,2 billion manusia, baiklah saya akan melihat Quran dan membacanya."
 
Saya mula membaca Quran. Saya membaca sehingga selesai untuk pertama kali. Ia sungguh luar biasa. Semuanya mulai berjatuhan di tempatnya masing-masing. Semuanya masuk akal. Saya mengambil Quran dan kini saya bisa mengatakan kepada Injil bahwa semuanya saling bekerjasama. Kini barulah saya paham. Karena Quran itulah yang menyebabkan saya bisa memahami Injil saya. Saya berkata, "Oh, ini sungguh baik, Tuhan akan menjadikan saya seorang Kristen." Dia akan mengajar saya lewat Quran.
 
Semakin saya terus membaca Quran, semakin ia dapat diterima akal. Ia lebih mudah dan lebih simpel. Ia lebih menarik hati, akal dan jiwa saya. Manakala Injil saya, seperti yang saya ketahui bahwa kata-kata Ilahi telah terkontaminasi. Saya mula menjauhkan diri dari Injil dan mulai membaca Quran. Kini karena saya memiliki Quran, saya harus bertemu dengan Muslim. Saya harus pergi ke tempat mereka pergi. Tempat mereka bertemu. Mereka bertemu di tempat bernama masjid. Saya akan mencari mereka di masjid. Saya akan melakukan penelitian tentang apa yang mereka katakan.
 
Sayapun pergi ke masjid, saya mencari di mana masjid tersebut di Southern California. Saya ke masjid dan kebetulan perut saya terasa sakit. Ia seperti anda mengetahui yang anda harus melakukan sesuatu yang tidak anda inginkan. Bukan saya tidak ingin melakukannya, tetapi semacam ada rasa tidak enak. Sayapun berputar beberapa kali dengan mobil saya, mencari tempat parkir mobil. Sayangnya sudah beberapa kali berputar, masih tidak ketemu tempat untuk parkir.
 
Akhirnya saya berkata,"Baiklah, saya akan berputar sekali lagi, seandainya saya tidak bertemu tempat parkir saya akan pulang ke rumah." Itulah alasan saya. Ketika saya berputar sekali lagi, betul-betul di hadapan masjid, sebuah mobil keluar! Saya memandang ke langit dan berkata,"Engkau membuatnya sungguh sulit bagi saya." Saya pun memparkir mobil. Kini saya menjadi semakin takut karena saya terpaksa pergi dan menemui orang-orang ini. Masjid kami di Southern California sering dipenuhi dengan orang. Ia sering penuh, sehingga anda terpaksa berputar berkali-kali. Saya menjadi takut, karena inilah pertama kali saya ke masjid.
 
Saya berjalan ke pintu dan ada seorang muslim warga Arab dengan jenggotnya berdiri mengawal. Dia berkata kepada saya,"Pergilah berkeliling." Saya menjawab,"Baiklah dan sayapun menurutinya."
 
Saya sampai ke bagian lain dan di sana banyak sekali mereka yang shalat dan ruku. Sebagian memandang kepada saya dan saya berkata,"Saya sekadar melihat, terima kasih saya hanya melihat." Akhirnya semua selesai, mereka selesai menunaikan shalat dan mereka mulai bergaul. Saya turut bergabung dengan mereka. Mereka mulai berkata,"Assalamu'alaikum, assalamu'alaikum." Saya tidak tahu apa maksudnya atau apa yang mereka perkatakan tetapi itulah yang terjadi.
 
Akhirnya seseorang melihat saya agak bingung. Dia menarik tangan saya dan membawa saya ke satu tempat dan berkata,"Anda orang baru, benar?"
 
Saya berkata,"Ya, ini kali pertama."
Dia berkata,"Mari saya tunjukkan anda kawasan sekitar."
 
Dia membawa saya kesemua tempat; dia menunjukkan saya ke ruangan lelaki dan berbagai tempat berbeda.
 
Kemudian dia berkata,"Dan di sini, di sini kita mengambil wudhu."
 
Saya bertanya kembali,"Voodoo, apakah itu?"
 
Dia berkata,"Bukan Voodoo, Wudhu!"
 
Saya berkata,"Baiklah, bagaimana anda melakukannya?" Dia menunjukkan kepada saya cara mengambil wudhu. Dia begitu baik sekali. Namanya Umar. Allah telah menghantar dia kepada saya.
 
Saya merasa terharu dan saya senang sekali dengan apa yang saya lihat. Saya pulang ke rumah, saya merasa gembira. Saya memutuskan,"Saya ingin menunaikan shalat seperti mereka." Ketika menganut Kristen, saya juga 'shalat' yaitu dengan menundukkan kepala saja dan berdoa. Tetapi apa yang mereka lakukan amat menyenangkan saya. Ketika mereka rukuk dan sujud di hadapan Tuhan Maha Pencipta Alam. Anda dapat melihat cara kerja agama mereka, anda dapat melihat betapa agama begitu mudah, ia begitu indah sekali, bagaimana ia bisa begitu menarik hati dan akal kita. Perasaan itu menyentuh perasaan saya. Ia begitu dapat diterima akal. Inilah yang diciptakan oleh Tuhan. Tidakkah harus saya tunduk kepada-Nya? Adakah saya begitu sombong?
 
Semuanya dapat anda cari dalam al-Quran dan hadis. Salah satu favorit saya dari surat al-Quran ialah, "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepadaNya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat."
 
Kita memiliki buku paling indah yang telah Allah turunkan untuk menyelamatkan manusia, untuk mereka tinggal dalam kedamaian dan ketenteraman, Quran. Kita haruslah membacanya dan mencari sendiri perintah Tuhan dan apakah tujuan kita hidup di muka bumi ini. (IRIB Indonesia / onislam.net)

Rasheed: Bersihkan Niat Anda dan Lakukan Apa Saja Demi Allah!

Nama saya Rasheed. Saya berasal dari Florida, Amerika Serikat. Saya berusia 24 tahun. Saya memeluk agama Islam pada tahun 2004 ketika berusia 17 tahun. Saat ini saya bekerja sebagai teknisi di laboratorium optikal.
 
Seperti anak-anak keluarga lain, saya dibesarkan di gereja Southern Baptist. Saya sering ke gerejadan belajar Injil, maka saya kenal dengan Injil. Saya bukan orang yang begitu memiliki pengetahuan mendalam tentang Injil, tetapi cukup untuk anak berusia 13 hingga 17 tahun.
 
Bagaimana saya melihat Islam
Sebelum memeluk agama Islam, saya merupakan seorang penganut Kristen Trinitarian yang taat, sama ketika saya menganut Southern Baptist. Saya tidak punya opini mengenai Islam karena saya tidak tahu banyak mengenainya. Mungkin dikarenakan sejenis kebodohan yang dipaksakan karena melihat gambaran media terhadap Islam. Maka saya tidak ingin pergi ke sana, karena saya bimbang dengan apa yang mungkin saya pelajari. Maka apa saja yang disuguhkan media, maka itulah yang saya terima.
 
Saya tidak begitu tahu banyak mengenai Islam, tetapi saya melakukan penelitian ke atas agama-agama lain seperti Buddhisme, Hinduisme, dan itupun karena murni rasa ingin tahu dan minat berkaitan budaya Timur. Dibesarkan dalam agama Kristen, mempelajari Injil anda akan mendapat informasi berkaitan Judaisme secara sepintas lalu, karena Testament Lama digabungkan dengan Injil. Oleh yang demikian saya sebanyak sedikit mengetahui tentang Judaisme, dasar ajaran Hinduisme dan Buddhisme, sedikit berkaitan Taoisme dan Shinto. Saya meneliti sedikit dasar agama-agama besar dunia.
 
Saya tidak pernah melakukan perjalanan untuk mencari kebenaran karena saya dibesarkan di gereja maka saya merasakan itu sudah mencukupi. Apa sebenarnya yang terjadi adalah ada seorang teman yang masuk Islam, kami sama-sama ke sekolah. Kami merupakan kawan baik ketika itu. Karena dibesarkan dalam suasana Kristen, dan melihat dia telah meninggalkan agama yang saya begitu cintai, saya merasa terluka karena dia memilih untuk meninggalkannya. Maka saya merasakan menjadi tanggung jawab saya untuk menarik dia kembali ke gereja. Menjadi saksi baginya dan hal-hal yang semacamnya, tanpa mengetahui sedikitpun tentang agama pilihannya.
 
Saya berusaha sungguh-sungguh, lewat cara itulah akhirnya saya melakukan penelitian tentang Islam secara sendirian, dan juga bertanya kepadanya. Kami sering melakukan berbagai pembahasan berkaitan isu-isu doktrin. Kami berbincang, dan dia juga mengajar saya berbagai aspek berkaitan Islam. Kalau dulu saya memang tidak mengetahui apa-apa berkaitan Islam, setelah melakukan berbagai diskusi akhirnya saya tidak dapat berkata apa-apa karena semuanya memang masuk akal. Perkara ini berlanjut, akhirnya misi saya untuk membawa dia keluar dari Islam telah membawa saya kepada Islam. Alhamdulillah.
 
Ya, saya tidak seperti orang lain yang mencari kebenaran. Tetapi saya pikir demikianlah cara Allah untuk membimbing saya. Alhamdulillah.
 
Kehidupan selepas Islam
Secara jujur bisa saya katakan bahwa kehidupan saya setelah menjadi seorang muslim tidak jauh beda dengan sebelumnya karena begitulah saya dibesarkan. Saya memang gemar ke gereja. Cara hidup saya tidak begitu berbeda. Saya hanya melakukan beberapa shalat setiap hari dan berhenti dari makan babi. Saya tidak terlibat dengan alkohol, maka saya tidaklah harus melepaskannya.
 
Kepercayaan pada Tuhan memang terdapat dari ajaran Trinitarian, saya senantiasa menerimanya karena itulah yang kami percayai, tetapi saya sebenarnya tidak begitu memahaminya. Maka, jika anda tidak memahami sesuatu maka bisakah anda katakan bahwa anda mempercayainya?
 
Saya bisa mengatakan dengan serius bahwa saya tidak pernah mempercayai konsep tritunggal. Saya percaya akan kewujudan Tuhan, tetapi apa yang berubah adalah kepercayaan saya tentang Nabi Isa; hubungannya dengan Tuhan, hubungannya dengan kita. Itulah yang berubah.
 
Sebuah cara hidup yang sempurna
Dari kedalaman hati saya, apa yang ingin saya katakan adalah lakukanlah, karena berbicara soal sebab, maka ia merupakan satu-satunya cara hidup sempurna yang harus diikuti. Ia merupakan satu kesempurnaan yang tidak akan anda temukan dalam agama lain. Dan ia merupakan ajaran paling logis yang tidak akan anda temukan dalam agama lain. Ia merupakan satu cara hidup yang diperintahkan oleh Allah Swt.
 
Nasihat saya ialah pastikan terlebih dahulu apa yang anda inginkan untuk diri anda, dan lakukanlah. Janganlah khawatir dan percayalah kepada Allah. Jika anda mempunyai teman muslim yang bersedia untuk mengajar anda, bertanyalah kepada mereka; dan janganlah malu untuk meminta mereka membawa anda ke masjid, berbincang dengan imam mereka atau dengan para ulama atau cendikiawan.
 
Jika anda telah membuat keputusan untuk memilih jalan ini, maka selamat dengan keputusan itu. Akan saya doakan anda untuk mendapat bimbingan dan berhasil dalam kehidupan ini dan kehidupan di akhirat; kehidupan yang abadi.
 
Nasihat saya,waspadalah dengan informasi yang anda dapati. Jangan segera membuat keputusan untuk mengikuti mazhab dengan slogan dan sebagainya. Pelajari informasi anda, lakukan secara teliti;  ia merupakan sebuah permulaan. Anda baru saja mulai. Anda tidak bisa mencapai kebenaran hakiki dalam jangka masa setahun atau semacamnya. Ambillah masa anda. Selalu bersihkan niat anda, dan apa saja anda lakukan, lakukan demi Allah.
 
Saya berharap kata-kata saya memberikan manfaat kepada anda. Insya Allah, serta memberikan inspirasi kepada anda untuk memeluk Islam. (IRIB Indonesia / onislam.net) 

Steven Byers: Islam Sejak Awal Bersama Anda dan Itulah Fitrah!

Steven Byers merupakan seorang mahasiswa tahun keempat. Dia begitu banyak belajar, tetapi pelajarannya tidak terbatas pada fisik dan biologi saja. Byers kini belajar mengenai Islam, sebuah agama yang baru saja dianuti. Lima tahun lalu, Byers tidak dapat membuat pilihan sistem kepercayaan yang harus dianuti.
 
Dia dibesarkan sebagai seorang penganut Kristen, tetapi Byers masih ingat ketika terjadi sejumlah peristiwa yang mengecewakannya dalam hidupnya,iakemudian menyalahkan kepercayaan yang dianutnya.
 
Saya mulai bertanya mengapa Tuhan melakukan hal ini kepada saya, keluarga, atau kepada kawan saya? Saya tidak dapat menerimanya. Kemudian saya akan menjadi marah. Seolah-olah itulah satu-satunya masa untuk saya menjadi marah terhadap berbagai hal.
 
Kini Byers merasa lebih damai.
 
Mencari Kedamaian
Pada musim bunga lalu, ia didorong oleh sebagian rekan-rekannya untuk mempelajari Islam. Ia menemukan bahwa sistem kepercayaan Islam begitu cocok dengan akal pikirannya.
 
Pada musim panas, Byers mengucapkan dua kalimah syahadah.
 
Sekali anda menyebutkannya dan anda benar-benar ikhlas, anda jujur dengan diri anda, maka anda seorang muslim
 
Abdullah Hamza mengatakan salah satu sebab mengapa banyak orang berminat dengan Islam adalah karena terdapat kekosongan dalam kehidupan mereka yang ingin mereka penuhi. Hamza kini merupakan seorang profesor Sains di Universitas Brunswick dan juga presiden kepada Asosiasi Islam Fredericton. Ia mengatakan bahwa Islam mengingatkan manusia bahwa mereka harus menarik diri dari dunia materi jika ingin mencari kedamaian hati.
 
Karena Islam memerintahkan anda untuk shalat lima kali sehari, maka anda haruslah memutuskan diri anda dari kehidupan yang tumbuh dan bergerak laju.
 
Ide kedamaian merupakan satu yang utuh dalam risalah Islam. Sebuah pesan yang memiliki dua pengertian; pertama seorang muslim diminta berserah diri kepada Allah, dan lewat penyerahanlah orang tersebut akan mengapai kedamaian. Hamza satu-satunya cara untuk mencapai kedamaian di luar ialah mencapai kedamaian di dalam hati menaati kehendak Tuhan.
 
Ia seperti cahaya batu bara. Jika anda melihatnya ketika ia tidak menyala, ia kelihatan gelap semata. Tetapi saat ia menyala, kegelapan hilang. Ia merupakan sumber cahaya.
 
Tanggung jawab lain yang diperlukan dalam Islam bisa mengukuhkan komitmen muslim kepada Tuhan dan kedamaian. Hal itu termasuklah shalat limat kali sehari, membaca Quran, berpuasa di bulan Ramadhan, memberi sedekah, dan jika anda punya kemampuan, anda bisa menunaikan ibadah haji di Mekah sekurang-kurangnya sekali seumur hidup.
 
Byers atau Hamza belum pernah ke Mekah, tetapi ia pernah menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan untuk kali pertama.
 
Tidak makan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan mengajar anda disiplin dan ia juga memberikan pengajaran merasai betapa kesulitan yang dideritai oleh orang yang miskin.
 
Ini merupakan satu dari beberapa permulaan bagi Byers. Tetapi ia mengatakan bahwa mudah baginya untuk menyesuaikan diri dengan kepercayaan ini karena ia dapat merasakan nilai-nilai kedamaian, kedermawanan, dan ingin baik yang sememangnya telah menjadi bagian dari perilakunya.
 
Saya  baru saja merasakannya, saya kira ia merupakan sebuah perubahan untuk mengenal diri saya. Tetapi tampaknya saya mulai memahami diri saya.
 
Islam adalah sesuatu yang memang bersama anda setiap waktu. Anda lahir bersamanya. Dalam bahasa Arab disebutkan dengan nama Fitrah. Ia merupakan bagian dari diri anda. Mereka mula berjalan pada jalan Islam ketika anda sudah bersedia untuknya.
 
Byers mengatakan adalah penting untuk orang mempelajari sedikit berkaitan Islam walaupun hanya sekadar untuk menghilangkan kesalahfahaman tentang Islam yang dikaitkan dengan teror. Byers mengatakan jika saja orang menerapkan tujuan dan arah Islam ke dalam kehidupan mereka, seperti dirinya, sudah pasti mereka akan menemukan kedamaian yang sebelum ini mereka tidak tahupun bahwa itulah yang mereka dambakan. (IRIB Indonesia / onislam.net)

Ali Mexici: Islam Bukan Sekadar Agama, Tapi Cara Hidup!

Nama saya Ali. Saya berusia 29 tahun Mexican Amerikan, atau ada orang panggil seorang Chicano. Semoga kisah saya ini Insya Allah dapat memberi pemahaman tentang Islam dan mengapa saya tertarik kepadanya. Banyak orang yang mempunyai persepsi salah tentang Islam dan Muslim. Apa yang mereka ketahui, itupun sedikit lewat film dan televisi, yang sebagian besarnya tidak memberikan gambaran yang benar.
 
Kehidupan saya dahulunya adalah buruk. Saya tidak memiliki arah. Saya membuang waktu dan usia saya dengan berhenti sekolah pada grade ke 11. Saya akan berada di jalanan bersama teman-teman saya 'berfoya-foya', minum dan menjual marijuana. Mayoritas teman saya adalah anggota gang (saya sendiri tidak pernah melibatkan diri dalam gang). Saya mengenali hampir semua mereka sebelum mereka menjadi kriminal dan penjual narkotika.Oleh karena itu tidak menimbulkan masalah bagi saya. Kemudian saya mulai menggunakan narkotika yang lebih keras. Saya bermimpi tetapi tampaknya semuanya kelihatan jauh sekali dari saya untuk menjadikannya sebuah kenyataan. Semakin saya merasakan depresi, semakin saya melarikan diri kepada narkotika sebagai pelarian sementara.
 
Satu hari seorang rekan saya memberitahu saya bahwa ia tahu di mana untuk mendapatkan marijuana yang bagus. Saya begitu tertarik untuk mendapatkan sampel dan membelinya, maka saya setuju untuk melihatnya. Kami tiba dan masuk ke dalam sebuah apartmen dimana sudah ada beberapa orang menanti kami. Kami duduk dan berbicara untuk beberapa waktu dan 'mencoba' nya. Teman saya dan saya membelinya dan siap untuk meninggalkan tempat itu ketika teman saya mengatakan bahwa salah seorang dari orang-orang itu mengundang kami untuk ke apartemennya karena dia ingin memberikan teman saya sebuah buku.
 
Kamipun pergi ke apartmen pria itu, dan setelah kami sampai di sana, ia memberikan teman saya sebuah buku dan meminta teman saya membacanya, dengan mengatakan bahwa mungkin ia bisa membantunya keluar dari problema yang dihadapinya. Dalam perjalanan pulang saya meminta teman saya menunjukkan buku itu kepada saya. Buku itu adalah sebuah Quran.
 
Saya tidak pernah mendengar mengenai Quran dalam hidup saya. Saya mulai membaca secara ringkas beberapa halaman darinya. Ketika saya membaca, saya tahu bahwa apa yang saya baca itu benar. Sepertinya saya kena tampar di muka – seperti memerintah supaya saya bangun. Quran itu begitu jelas dan mudah untuk dipahami. Saya merasa tertarik dan ingin mengetahui lebih banyak mengenai Islam dan Muslim.
 
Apa yang paling aneh adalah saya bukan mencari sebuah agama baru. Saya malah menertawakan orang yang pergi ke gereja. Adakalanya saya mengatakan bahwa Tuhan itu tidak ada walaupun sebenarnya jauh di kedalaman hati saya mengakui bahwa Tuhan itu ada. Saya mulai memutuskan untuk pergi ke perpustakaan beberapa hari kemudian dan mencari al-Quran. Saya mula membaca dan menelitinya. Saya mulai mengenali Nabi Muhammad Saw dan kisah Nabi Isa as anak bunda Maryam yang sebenarnya. Quran menekankan bahwa Tuhan itu Esa dan tidak punya sekutu atau putra. Ini merupakan satu hal yang paling menarik bagi saya karena saya tidak pernah dapat memahami konsep trinitas. Quran menjelaskan tentang kelahiran Nabi Isa as dan misinya. Malah dalam Quran juga terdapat sebuah surat bernama Surat Maryam yang bercerita mengenainya.
 
Pada masa anak-anak saya sering ke gereja. Ibu saya merupakan seorang Seventh-Day Adventist. Ia membawa saudara perempuan saya dan saya setiap hari Sabtu ke gereja. Saya bukanlah seorang yang religius dan ketika berusia 14 atau 15 tahun, saya tidak lagi pergi ke gereja. Semua anggota keluarga saya merupakan penganut Katolik. Saya sering berpikir mengapa kami menjadi penganut Seventh-Day Adventists dan sebagian keluarga yang lain adalah Katolik. Ketika kami pulang untuk menziarahi keluarga kami di Mexico, kami pergi ke gereja Katolik untuk upacara pernikahan dan Queincenira (Perayaan manis 16).
 
Nabi Muhammad Saw merupakan Utusan Allah yang terakhir untuk semua manusia. Quran menceritakan kisah-kisah para Nabi seperti Adam, Ibrahim, Nuh, Isa, Daud, Musa, Isa as dalam bentuk yang jelas dan dapat dipahami. Saya melakukan penelitian terhadap Islam selama berbulan-bulan. Saya membeli Quran di sebuah toko buku dan mempelajari sejarah dunia dan kontribusi Islam dalam bidang medis dan sains.
 
Saya menyadari bahwa Spanyol merupakan sebuah negara Muslim selama kira-kira 800 tahun, dan bahwa umat Islam telah diusir oleh raja dan permaisuri Kristen (Ferdinand dan Isabella). Orang-orang Sepanyol Kristen telah datang ke Mexico dan memaksa Aztecs dan yang lain menjadi Katolik. Sejarah dan akar Islam saya kini menjadi jelas kepada saya.
 
Selepas beberapa bulan meneliti dan mencari, saya tidak dapat lagi menolak Kebenaran. Saya telah membiarkan keadaan ini berlarut-larut. Saya masih menjalani kehidupan seperti lalu dan saya tahu seandainya saya memeluk agama Islam, bermakna saya harus meninggalkan semuanya. Satu hari ketika membaca al-Quran, saya mula menangis dan melutut serta mengucapkan syukur kepada Allah karena telah membimbing saya ke jalan kebenaran. Saya mengetahui bahwa terdapat sebuah masjid berdekatan dengan tempat tinggal saya. Pada hari Jumat saya pergi untuk melihat bagaimana umat Islam menunaikan shalat mereka. Saya melihat masjid tersebut dipenuhi dengan berbagai bangsa dan warna. Mereka melepaskan sepatu ketika masuk ke masjid dan duduk di atas lantai yang ditutupi dengan permadani. Seorang lelaki bangun dan mula mengumandangkan azan. Ketika mendengar suara azan tersebut, mata saya dipenuhi dengan air mata, ia kedengaran begitu indah sekali. Semuanya tampak asing pada mulanya, tetapi pada masa yang sama ia kelihatan begitu benar sekali. Islam bukan sekadar sebuah agama, tetapi ia merupakan cara hidup.
 
Setelah beberapa kali pergi ke masjid pada hari Jumat, saya bersedia untuk menjadi seorang Muslim dan melafadkan dua kalimah syahadah. Saya menemui khatib dan mengatakan bahwa saya ingin menjadi seorang Muslim. Hari Jumat berikutnya, di hadapan komunitas, saya melafadkan syahadah, mula-mula dalam bahasa Arab, kemudian dalam bahasa Inggris; Sesungguh tiada tuhan yang saya sembah selain Allah, dan Muhammad adalah pesuruh Allah swt.
 
Ketika saya selesai mengucapkannya, seorang pria muslim menjerit, "Takbir!" dan seluruh jamaah mengatakan, "Allahu akbar!" beberapa kali. Kemudian mereka datang dan memeluk saya. Saya tidak pernah menerima pelukan sedemikian banyak dalam satu hari. Saya tidak akan pernah lupa hari tersebut. Ia sungguh agung sekali. Saya menjadi Muslim sejak tahun 1997. Kini saya merasa damai dan jelas tentang agama saya. Menjadi seorang muslim telah benar-benar mengubah kehidupan saya menjadi lebih baik. Saya bersyukur kepada Tuhan. Saya menerima G.E.D. saya dan kini bekerja dalam bidang komputer.
 
Saya juga mendapat rahmat untuk menunaikan ibadah haji. Ia merupakan sebuah pengalaman yang menarik sekali dalam hidup: kira-kira 3 juta orang dari berbagai bangsa dan warna berada di satu tempat untuk menyembah Tuhan yang Esa. Sungguh menakjubkan! Alhamdulillah pada bulan Desember 2002, saya mendirikan rumah tangga bersama seorang muslimah yang baik di Maroko.
 
Saya pikir Islam merupakan sebuah jawaban kepada problema anak muda khususnya dan masyarakat secara umumnya. Saya berharap kisah saya ini akan menarik ramai lagi bangsa Latin dan semua bangsa di dunia ini kepada cahaya Islam. (IRIB Indonesia / wechooseislam.wordpress.com).

Ayesha Olmunide: Sebuah Agama Adalah Pilihan!

Ayesha Olmunide berasal dari Edinburgh.Ia merupakan seorang model yang bekerja dengan nama aslinya Eunice. Ia memeluk agama Islam pada tahun 2009 ketika sedang belajar di universitas. Ia mengatakan bahwa sebelum memeluk agama Islam, ia adalah seorang Kristen – tetapi keluarganya yang berasal dari barat Afrika mengamalkan Islam dan Kristen. Ia hanya mengenali Islam lebih banyak saat mulai belajar filsafat di universitas.
 
Pada mulanya saya merasa bimbang bahwa Islam mungkin merupakan sebuah agama yang ekstrim. Tetapi setelah belajar Quran, pikiran saya berubah sama sekali. Teori-teorinya mengenai alam dan sains begitu menarik hati dan saya merasa tercerahkan. Anda tidak dapat menjelaskan semua hal dalam cara saintifik, dan Islam membantu saya dalam hal tersebut.
 
Pada mulanya Ayesha memang kesulitan untuk menyesuaikan dirinya sebagai seorang Muslim dengan pekerjaannya sebagai model. Ia mulai dipilih sebagai model pada usia 15 tahun. Ia tampak tomboy.Ia bermain sepakbola dan seorang yang atlit, tetapi karier di dunia fashion semuanya bertolak belakang dengan apa yang ada. Memeluk Islam membuat saya menyadari bahwa betapa kita menilai orang jika masyarakat memikirkan bahwa mereka cantik.
 
Di dalam masjid, muslimah menutup rambut dan memakai pakaian yang sederhana, tidak ada siapa yang akan menilai anda dari bentuk tubuh anda. Pada mulanya ia agak kesulitan untuk menyesuaikan dirinya sehingga seorang Muslimah memberitahu bahwa Islam bukan sebuah agama yang ekstrim, maka jika saya memikirkannya sebagai sebuah agama yang ekstrim, sayalah yang melakukan kesalahan.
 
"Kini saya menutup rambut saya 99 persen dari sebelumnya. Saya tidak lagi ikut photoshoot dengan mengenakan bikini atau pakaian dalam."
 
"Saya juga tidak menetapkan hari untuk ke masjid tetapi saya sering ke sana dan shalat setiap hari. Saya juga akan mendirikan rumah tangga satu hari nanti tetapi saya tidak berpikir akan menikah dengan non-Muslim," Jelas Ayesha.
 
Islam merupakan sebuah agama yang damai tetapi sayangnya terdapat kesalahpahaman serius yang dilakukan oleh Barat untuk merusak citra Islam,utamanya dengan serangan bunuh diri. Membunuh orang yang tidak berdosa merupakan salah satu kejahatan yang terburuk dalam agama. Hukuman yang dikenakan ialah "Barangsiapa membunuh satu orang, sepertinya ia telah membunuh setiap orang yang lahir ke dunia ini dan setiap orang yang akan lahir ke muka bumi ini."
 
Kristen bukan berasal dari Inggris tetapi dari Timur Tengah. Orang-orang Kristen berpindah ke Eropa membawa bersama agama yang mereka anut. Demikian juga dengan Islam, ia juga berasal dari Timur Tengah, orang-orang Islam bermigrasi ke Eropa dan seluruh pelusuk dunia. Hari ini, Britain merupakan masyarakat yang multi-iman dan Muslim juga merupakan salah satu bagian dari masyarakat ini, sama seperti Kristen dan orang yang menganut agama lain. Jika barangsiapa menganggap orang Islam harus pulang ke Timur Tengah, maka untuk bersikap adil, orang-orang Kristen juga harus pulang karena dalam sejarah, tercatat bahwa Britain merupakan sebuah negara penyembah berhala sebelum orang-orang Roma menaklukkan negara ini!
 
Jadi, ketika Islam bukan agama untuk saya, maka tidak ada agama yang layak untuk saya….Tetapi itulah keindahan yang terdapat dalam dunia tempat kita tinggal ini….Setiap orang bebas untuk membuat dan mengambil keputusan mereka sendiri, dan memilih cara hidup yang mereka inginkan. Dalam sebuah dunia yang dipenuhi dengan begitu banyak kebencian; begitu banyak yang patah hati dan begitu banyak orang-orang jahat, betapa hinanya untuk mengkritik dan mengecil-kecilkan seseorang hanya karena moral, etika atau kepercayaan agama mereka berbeda dengan yang kita anut. Jika cara hidup mereka memberikan kebahagiaan pada mereka…… dan mereka tidak melukai orang lain, maka apa hak kita untuk mengkritik mereka.
 
Islam memang sedang berkembang dan berkembang sangat cepat. Islam merupakan agama yang paling cepat berkembang, mengapa? Karena ia memberikanarti lebih banyak tentang kehidupan dari agama-agama lain. Tuhan itu satu, Tuhan tidak punya sekutu, tidak punya anak…. Hanya satu Tuhan, dan Nabi Isa as adalah seorang manusia biasa, beliau juga adalah seorang Nabi, Beliau diutus oleh Tuhan untuk membimbing manusia ke jalan yang benar, bukan kepada dirinya sendiri. Jika seseorang memeluk agama Islam atau sebagainya, janganlah anda melemparkan kata-kata buruk terhadapnya….Ia merupakan pilihan mereka sendiri, bukan pilihan anda, anda tidak bisa menolak seseorang untuk menjadi atheis atau kepada agama-agama lain….Ia merupakan pilihan mereka sendiri.
 
Negara anda mengklaim diri sebagai sebuah negara demokrasi dan rakyatnya punya hak untuk membuat pilihan. Mengapa anda tidak dapat menerima perempuan yang mengenakan hijab atau berdamai dengan agama dari menjadi seorang yang arogan atau penentang agama. (IRIB Indonesia / londonschoolofislamics.org.uk)

James Frankel: Pertanyaan Mendasar Tentang Agama Mengantarkanku Pada Islam

Nama saya adalah James Frankel. Saya adalah seorang profesor bidang perbandingan agama. Saya juga mengajar kelas-kelas Islam di Universitas Hawaii. Saya telah tinggal di Hawaii lebih dari dua tahun dan kini memasuki tahun ketiga (artikel ini September 2010).

Tahun-tahun permulaan
Saya datang ke Hawaii dua tahun lalu, dulunya saya tinggal di New York dimana saya dilahir dan dibesarkan. Saya lahir pada tahun 1969 dan besar di Manhattan, sebagian waktu pula di Brooklyn untuk beberapa tahun. Sebagian besarnya, saya menjalani kehidupan keluarga yang bahagia. Kedua orang tua saya membesarkan saya tanpa agama yang tertentu, tetapi saya pikir mereka menetapkan satu paket dasar nilai-nilai moral. Bagaimanapun, warisan saya adalah dari latarbelakang Yahudi, tetapi saya dibesarkan dalam keluarga yang amat sekuler dimana tidak banyak amalan-amalan agama yang dipraktikkan.

Satu-satunya hubungan yang pernah saya alami dengan agama ialah dari sisi keluarga ayah saya.Nenek saya merupakan seorang yang mengamalkan ajaran Yahudi. Dari dia saya belajar beberapa hal, kisah-kisah dari Injil, kisah-kisah para nabi. Untuk jangka waktu yang singkat, ayah dan ibu saya berusaha mengantarkan saya ke sekolah Hebrew untuk belajar lebih banyak.Sayangnya saya tidak merasa enak di sana. Akhirnya saya disingkir keluar karena terlalu banyak mengemukakan pertanyaan. Mungkin itu adalah sifat saya yang telah membawa saya kepada saya hari ini. Sebagai seorang profesor dan sebagai seorang muslim, saya terus saja mengemukakan banyak pertanyaan.

Saya besar dengan cara demikian, banyak tanya tentang segala dasar agama. Hal ini berlanjut sehingga melewati usia remaja saja. Ada dua pengalaman yang saya pikir bernilai untuk disebut. Pertama, ketika saya berusia 13 tahun, saya telah membaca Manifesto Komunis Karl Marx dan memutuskan untuk menjadi seorang komunis. Saya pikir nilai-nilainya masuk akal dan falsafahnya bermanfaat untuk semua orang.

Pada masa itu juga, saya pikir ini mungkin pembukaan paling awal saya terhadap Islam.Rekan terbaik saya ketika itu datang dari Pakistan. Saya belajar di sekolah internasional, makanya saya mempunyai teman-teman dari seluruh penjuru dunia. Teman Pakistan itu telah memberikan saya sebuah Quran dan dia meminta saya untuk membacanya. Dia berkata, "Saya tidak ingin anda pergi ke neraka." Sayangnya ketika itu saya tidaklah terpikir tentang neraka. Dengan kata lain, dalam usia tersebut neraka belum terlintas dibenak saya. Sayapun mengambil kitab itu dan meletakkannya di rak dan ia tinggal di situ selama bertahun-tahun tanpa dibuka.

Beberapa tahun kemudian, saya menjadi putus asa terhadap komunisme setelah mempelajari cara komunisme diamalkan di banyak negara. Saya lalu meninggalkannya. Sehinggah saya melangkah masuk ke universitas, saya mulai bertanyabanyak pertanyaan yang membawa saya ke jalan yang benar. Sejak masih anak-anak saya sering berpikir dan saya sering bertanya-tanya apakah maksud kehidupan ini. Pertanyaan-pertanyaan yang mendasar itu antara lain,mengapa kita berada di muka bumi ini, kemanakah kita akan pergi dan mengapa kita menderita.Semua ini sering terdapat dalam pikiran saya malah sejak saya masih anak-anak. Tetapi setelah semakin dewasa dan ketika saya masuk ke universitas, saya lebih menumpukan perhatian saya kepada pelajaran sehingga saya mengalami satu peristiwa.

Pada ketika itu saya tinggal di Washington DC. Saya mendapat panggilan telepon dari sepupu saya yang akan pergi ke sekolahnya di Maryland. Dia memberitahu saya bahwa nenek saya, bibi dan seorang lagi sepupu saya akan datang menemui saya dan mengajak saya makan malam. Saya masih belajar di universitas ketika itu. Petang itu saya menghabiskan masa dengan berbicara dengan nenek saya. Saya memberitahu kepadanya tentang rencana saya. Saya akan mulai belajar bahasa Cina. Sebelumnya saya berencana untuk pindah ke New York dan menyambung pelajaran di Universitas Columbia. Seolah-olah dia memberikan restunya kepada saya terhadap segala rencana saya.

Pada akhir pertemuan tersebut, saya sedang berjalan ke mobilnya yang diparkir di restoran tersebut. Dia berbalik dan jatuh. Saya bertanya kepadanya "Nenek, anda tidak apa-apa?" Dia meminta saya untuk tidak bimbang.Katanya,"Engkau harus bimbang tentang dirimu sendiri." Saya berpikir dan terus menemaninya hingga ke mobil. Saya membuka pintu, dia masuk dan saya memberikan ciuman selamat malam padanya. Saya berkata, "Agaknya kita akan bertemu kembali di acara syukuran saat saya pulang ke New York nanti." Dia berkata, "Jika Tuhan mengizinkanya." Pada masa itu saya tidak berpikir banyak. Saya tutup pintu dan merekapun pulang ke tujuannya.

Kematian nenek
Sepupu saya membawa saya pulang ke asrama saya dan sayapun tidur. Keesokkan paginya saya mendapat panggilan telepon dari sepupu saya. Saya bertanyakan mengapa dia menelepon begitu awal dan dia tidak dapat berkata apa selain, "nenek telah meninggal". Saya pula bertanya kembali "Benar?" Saya pikir itu hanya gurauan saja. Saya bertanya lagi, "Apa yang anda sebutkan?" Dan dia menjelaskan bahwa nenek di serang sakit jantung dalam tidurnya. Kata-kata nenek masih kedengaran dalam telinga saya. Saya mengatakan bahwa saya akan bertemu dengannya dan dia berkata dengan izin-Nya. Dan ketika saya bertanya kepadanya dia meminta saya harus menjaga diri saya sendiri. Sehingga hari ini, itu merupakan kunjungan mengejutkan darinya dan kepergiannya juga mengejutkan. Sehingga hari ini saya hanya berpikir apakah maksud dari pertemuan dengan nenek saya itu.

Saya kembali ke New York untuk mengikuti upacara pengebumian nenek. Itu merupakan acara tradisional Yahudi dan sang Rabbi yang melakukan pidato berbicara mengenai nenek saya dan berkata, "Sarah merupakan harta yang langka dan Tuhan telah mengambil kembali hartanya." Saya pikir ia tidak menjadi masalah untuk sang Rabbi berkata demikian. Ketika sang Rabbi datang berkunjung ke rumah kakek saya untuk berziarah, saya ingin mengemukakan beberapa pertanyaan kepadanya. Saya ingin tahu beberapa amalan yang dipraktikkan di rumah orang Yahudi pada saat seseorang menemui kematiannya. Dia memberitahu saya untuk tidak bimbang tentang perkara itu. Dia berkata itu hanyalah sekadar tradisi saja. Saya mengatakan bagaimana tentang hal ini, dalam pidato anda, anda mengatakan bahwa nenek saya, saya tidak tahu sejauh mana anda mengenalinya, tetapi anda mengatakan bahwa dia telah diambil oleh Tuhan, jadi kemanakah dia? Dan untuk hal tersebut, kemana akan saya pergi? Kemana anda akan pergi? Dan mengapa kita di sini. Dan segala persoalan yang terbetik dalam hati manusia.

Saya masih ingat, sang Rabbi, melihat jam tangannya dan berkata, "Saya harus pergi." Saya tidak berpikir bagaimana dia melihat saya marah ketika itu. Saya kira dia juga tidak menyadari bahwa dialah yang menyebabkan saya menjadi saya hari ini karena saya menjadi semakin minat dengan pertanyaan-pertanyaan itu.(IRIB Indonesia / onislam.net)

Mencari kebenaran

Pada permulaannya saya berpikir akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sebagai penghormatan kepada nenek saya. Saya akan mencari komunitas Yahudi dimana saya akan berusaha untuk mendapatkan jawabannya. Pada waktu itu saya berusia 18 atau 19 tahun. Sayangnya komunitas yang saya temui tidak memberikan kepuasan kepada saya. Saya mengajukan banyak sekali pertanyaan yang menghinggapi benakku ketika saya masih kecil dan saya hanya diberitahu bahwa Tuhan hanyalah Tuhan orang Yahudi! Hanya ada 20 juta Yahudi di dunia ini, dan terdapat berjuta-juta orang lain, dan sudah tentu Tuhan mencipta mereka juga?

Saya mulai belajar sendiri. Saya membaca Injil dan pada musim panas itu saya berada di Inggris. Saya magang di sana, terdapat Kristen Evangelis yang mendatangi saya dan ingin bersosialisasi. Mereka ingin saya menerima ajaran mereka. Saya pikir boleh juga, mengapa saya tidak mencoba kristen?Tidak terlintas di pikiran saya.

Membaca Injil menimbulkan rasa kecintaan dan kehormatan kepada Nabi Isa as. Tetapi mereka ingin saya membuat loncatan yang lebih; menerima Nabi Isa sebagai tuan dan penyelamat saya, dan itulah yang tidak dapat saya lakukan. Bagi saya Nabi Isa hanyalah seperti seorang kakak atau seperti seorang guru. Nabi Isa bagi saya adalah seorang Yahudi dan saya tidak dapat menerima klaim-klaim yang mereka buat berkaitan dirinya.Tetapi saya mengatakan bahwa tumbuh rasa suka saya terhadapnya. Saya kira saya tidak akan mendapatkan jawaban dalam Kristen.

Saya belajar banyak hal lain seorang diri. Saya belajar filsafat Timur seperti Buddhisme. Saya juga belajar filsafatBarat khususnya Yunani, Roma dan filsafat sejarah. Sayangnya tidak ada yang dapat memberikan jawaban mendalam kepada persoalan saya. Satu hari saya berada kembali di New York sebelum saya memulai semester baru. Kebetulan saya berada di Times Square, hari itu berlainan dari biasanya….Begitu banyak sekali penceramah agama berada di sana. Saya memang gemar berbicara dengan orang lain tentang agama, seringnya dengan sikap skeptis.

Saya masih ingat saya bercakap dengan seorang pria Yahudi tentang Nabi Isa. Dia memberitahu saya apa yang dia percayai dan bahwa dia pernah mendengarkannya dan baginya Nabi Isa merupakan Kristen. Dia bertanya kepada saya apakah saya menyetujuinya dan saya katakan, "Maaf saya tidak percaya dengan apa yang anda percayai." Dia berkata, "Anda percaya dengan Tuhan, tidakkah begitu?" Saya berkata,"Begitulah kira-kira."Dia kembali berkata,"Maka,  marilah berdoa dengan saya, berdoa terus pada Tuhan." Dia meletakkan tangannya ke bahu saya, menutup mata dan mula bercakap dengan Bapa.

Dengan matanya tertutup, saya mulai melihat sekitar saya an saya melihat di satu sudut terdapat lelaki-lelaki dengan jenggot hitam yang panjang dengan jubah serta bersorban putih. Mereka kelihatannya orang-orang Afrika atau Afro-Amerika. Mereka kelihatan seolah-olah telah melangkah keluar dari halaman-halaman Injil. Mereka kelihatan seperti Nabi Nuh atau Nabi Ibrahim atau sepertinya. Saya tahu kita tidak harus menilai seseorang dari wajah penampilannya, tetapi kenapa tidak? Apa salahnya saya bercakap dengan mereka.

Setelah orang tadi selesai membaca doanya, saya pergi menemui mereka dan bertanyakan apakah yang mereka sampaikan. Mereka mengatakan mungkin saya tidak berminat dengan apa yang mereka sampaikan.

Saya bertanya, "Mengapa tidak?"

Mereka berkata,"Karena anda setan."

Saya bertanya kembali,"Benarkah! Adakah saya setan?"

Dan mereka berkata,"Semua kulit putih adalah setan."

Saya menjawab,"Jika saya setan, izinkan saya bertanya satu pertanyaan.Jika saya setan, mengapa saya ingin tahu tentang Tuhan?"

Mereka menjelaskan bahwa setan juga mempercayai Tuhan. Saya tanyakan kepada mereka dari mana mereka mendapatkan pengetahuan ini, saya sebenarnya juga tahu, saya pernah membaca artikel di universitas berkaitan Malcolm X dan The Nation of Islam, maka saya paham mungkin mereka ini ada hubungannya dengan gerakan nasional kulit hitam. Saya bertanya kepada mereka berkaitan dari manakah sumber klaim mereka tentang tabiat setan saya dan mereka memetik ayat-ayat dari Injil, Book of Daniel, dan saya katakan,"Tidak, tidak, tidak.Jika saya inginkan Injil saya bisa saja turun ke jalan dan mendapatkannya dari Yahudi untuk Nabi Isa atau dari sebagian Kristen lain.Apakah kitab anda? Tidakkah anda membaca al-Quran? Mereka katakan,"Iya dan mereka memberikan saya ayat-ayat dari surat al-Kahfi dan saya membawanya pulang.

Membaca Quran

Saya membawa pulang kertas yang tertera ayat-ayat tersebut. Saya langsung saja ke rak buku saya di mana saya ada menyimpan Quran yang diberikan oleh teman saya Mansour enam tahun lalu. Saya mulai membacanya, saya melihat ke halaman yang mereka arahkan kepada saya dan sudah tentu saya membacanya. Tidak adapun indikasi yang menyebutkan saya setan atau orang kulit putih itu setan. Oleh karena saya telah mulai membacanya, sayapun langsung melanjutkannya. Saya membaca dan terus membaca sehingga saya tertidur dengan kitab terbuka di tangan saya. Hari keesokkannya, saya terus membacanya semula setiap kali saya punya waktu lapang.

Al-Quran menyentuh hati saya sedemikian sekali tidak seperti buku-buku lain, tidak juga seperti Injil karena kelangsungan Quran dan oleh karena ia merupakan firman Ilahi, di mana Tuhan sendiri bercakap langsung dengan anda, begitu terus terang dan baik sekali. Ia menyentuh hati saya sedemikian rupa yang tidak pernah saya rasakan sebelum ini. Saya tidak dapat memberitahu anda kapan dan di mana secara tepat.Saya tahu ada kalanya ketika saya membacanya, air mata mengalir turun di wajah saya. Adakalanya ketika membacanya, bulu lengan saya akan tegak berdiri dan di belakang leher saya. Saya tidak dapat menunjukkan dengan tepat di mana atau ketika apa, tetapi di sebagian titik saya menyadarinya bahwa saya sedang membaca firman Ilahi.

Pada tahun 1990 bulan Januari, saya keluar bersama dengan beberapa orang teman semasa sekolah tinggi. Kami sedang minum kopi dan berbicara tentang kehidupan kami. Mereka bertanya dengan saya, "Apakah kepercayaan anda hari ini?!"  Karena mereka mengenali saya saat saya berpegang kepada komunis dan ketika saya melewati berbagai fase kehidupan, mereka tahu bahwa saya adalah seorang tidak begitu percaya kepada sesuatu. Makanya mereka bertanya kepada saya dan saya berkata, "Saya percaya pada Tuhan".

Mereka berkata,"Benar, Tuhan apa?"

Saya berkata, "Hanya ada Satu Tuhan."

Mereka berkata,"Dari mana anda mendapatkannya."

Saya menjawab,"Bagi saya, saya mendapatkannya dari Quran."

Salah seorang dari mereka adalah Muslim berkata, "Anda telah membaca Quran, maka anda sudah pasti mempercayai bahwa ia merupakan firman Tuhan dan bahwa Muhammad itu pesuruh Tuhan."

Saya berkata,"Begitulah."

Dia berkata,"Baiklah, benarkah saya memahaminya?Anda percaya bahwa hanya ada Tuhan yang Esa dan Muhammad itu pesuruh-Nya?

Saya berkata,"Jika begitu yang anda tetapkan, ya saya meyakininya."

Dia berkata,"Maka anda adalah seorang Muslim."

Saya tertawa dan berkata,"Saya seorang Muslim? Anda seorang Muslim.Anda berasal dari Pakistan.Saya hanyalah seorang pria yang mempercayai Tuhan."

Dia berkata,"Tidak demikian, Anda adalah seorang Muslim. Anda percaya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan-Nya. Anda adalah seorang Muslim.

Saya terkejut …. (IRIB Indonesia / onislam.net)

Seorang Muslim Terbatas
 
Selama beberapa hari kemudian, saya terpaksa memikirkan apa maksudnya dan saya menghubungi Mansour.Dialah yang memberikan saya Quran ketika saya berusia 13 tahun. Dia berada di Universitas Pennsylvania dan bekerja dengan Asosiasi Pelajar Muslim. Saya meminta dia mengirmkan saya buku-buku berkaitan Islam yang bisa mengenalkan saya dengan Islam dan persyaratan kehidupan sebagai Muslim. Dia mengirimkan satu atau dua buku, dan satunya khusus (Islam in Focus) memberikan pengenalan yang baik tentang Islam. Bukan sekadar kepercayaan Islam tetapi juga lima pilar agama Islam. Saya belajar untuk menunaikan shalat, bagaimana menyebut syahadah, dan bagaimana mengambil wuduk dari buku tersebut.
 
Saya mula melakukan shalat. Saya kira anda tidak bisa mengatakan bahwa saya seorang Muslim Terbatas, karena saya tinggal bersama kedua orang tua saya pada masa itu. Saya menutup pintu waktu menunaikan shalat. Malah ketika pertama kali melakukan puasa di bulan Ramadhan, saya melakukannya sendirian. Saya tidak punya teman. Saya belajar sendiri kapan matahari akan naik dan kapan matahari akan terbenam dan makan ketika waktu membenarkan. Untuk enam atau delapan bulan pertama saya menjalani kehidupan sebagai seorang Muslim yang baru sendirian, yang membimbing saya adalah Quran dan buku-buku Islam. Itulah kisah bagaimana saya memeluk agama Islam.
 
Sampai pada satu tahap, saya perlu memberitahu keluarga saya dan hal itu seperti keluar dari lemari. Pada satu malam, saya memberitahu keluarga saya bahwa saya telah membaca Quran, dan mereka berkata,"Iya, kami melihat anda membawanya kemana-mana." Saya mengatakan bahwa saya mempercayainya dan selain itu terdapat amalan yang harus dipraktikkan dan saya memilih untuk mematuhinya. Saya mengucapkan itu dengan maksud saya telah menjadi seorang Muslim.
 
Reaksi keluarga
 
Reaksi ibu saya sungguh kuat sekali.Dia menangis dan memandang ayah saya seolah-olahnya bertanya,"Apa salah kita?Mengapa hal ini bisa terjadi?"Sementara ayah saya tampaknya lebih santai dalam menanganinya. Dia mungkin berpikir sendiri,"Anak saya adalah seorang komunis ketika berusia 13 tahun.Dia menjadi pengikut Skinhead ketika berusia 16 tahun. Dia melewati berbagai fase dalam kehidupannya, mungkin ini juga hanya merupakan sebuah fase."
 
Saya kira kedua orang tua saya sedang melakukan sesuatu. Maksud saya, ini adalah sebuah fase, tetapi ia bukan hanya melewati fase, begitulah yang saya pikir dan harapkan. Ibu saya mungkin menyadari bahwa saya sebenarnya serius dan tentunya reaksi dia adalah seorang yang takut dan menyesal. Bagi saya perkara ini dapat difahami ketika seorang itu jahil dan hanya mendapatkan persepsi yang menyimpang berdasarkan kepada misinformasi dan informasi yang terbatas. Maka tahun-tahun pertama itu menjadi tantangan besar bagi saya.
 
Saya berusaha untuk berkomunikasi dengan kedua orang tua saya. Alhamdulillah, mereka dapat memahami saya dan sabar dalam hal ini. Pada mulanya memang ibu saya merasa bimbang. Dia takut saya berubah menjadi monster. Saya berusaha untuk membuktikan kepadanya bahwa setelah memeluk agama Islam, saya menjadi pelajar yang lebih baik dan anak yang lebih baik. Saya bukanlah seorang yang nakal sebelum Islam.
 
Mungkin bagi sebagian orang yang memilih jalan ini, perlu bagi mereka untuk memperbaiki diri mereka. Dalam hal saya, saya berterima kasih kepada kedua orang tua saya yang telah memberikan saya nilai-nilai yang saya kenali ketika memeluk Islam. Seperti yang saya katakan saya bukanlah seorang yang nakal..Insya Allah. Islam telah menjadikan saya orang yang lebih baik. Setiap orang punya jalan mereka sendiri. Bagaimana mereka sampai ke sana dan malah ketika mereka memeluk Islam setiap orang punya cara yang berbeda dalam memahami jalan ini. Bagi saya, ia banyak berkaitan dengan pembelajaran dan pengetahuan. Tujuan hidup yang utama dalam kehidupan dan Islam ialah untuk memperoleh pengetahuan; pengetahuan tentang diri kita, tentang dunia kita, tentang alam raya, dan pengetahuan hubungan akrab kita dengan Allah.
 
Ini telah mendorong saya dalam karir saya. Saya tidak tahu bahwa satu hari nanti saya akan menjadi seorang profesor andainya saya bukan seorang Muslim. Saya bukanlah mengatakan bahwa setiap orang mesti menjadi profesor. Tetapi bagi saya ia merupakan satu perjalanan pembelajaran dan pengajaran yang panjang. Di perjalanan tersebut, saya memperolehi kehormatan dan apresiasi dari agama lain juga yang dulunya saya tidak terpikir ia bisa dicapai jika saya tidak memeluk Islam.
 
Bagi mereka yang baru memeluk Islam, haruslah mengetahui bahwa jika seseorang itu menjadi seorang Muslim, seseorang tidak perlu menjadi orang lain. Nabi Muhammad Saw mengatakan bahwa orang membawa apa yang mereka miliki dulu ke dalam Islam, malah di kalangan sahabatnya, terdapat orang-orang yang mempunyai bakat atau tantangan, mereka inilah yang menerukan kerja setelah mereka memasuki jalan ini. Demikian juga dengan diri saya. Terdapat begitu banyak tantangan dan kehidupan saya terus mengandung masalah. Semua ini memerlukan kesabaran.
 
Bagi saya, perjalanan ini memakan waktu hampir 20 tahun dan hanya Allah yang mengetahui bagaimana dan di mana ia berakhir. Nasihat saya kepada Muslim baru atau mungkin mereka yang telah menganut Islam haruslah bersabar dan lihatlah apa yang akan dikaruniakan Allah kepada anda; bukan dengan takut tetapi dengan cinta dan harapan.
 
Jika ada non Muslim yang mengikuti kisah saya hari ini, anda berutang pada diri anda untuk mengetahui sebanyak mungkin berkaitan hal-hal yang terjadi di sekitar anda. Islam memang wujud di dunia ini. Ia hampir tidak dapat dielakkan dalam berita dan di dunia ini. Dan seandainya anda tidak mengenali seorang Muslim, anda akan tetap tiba di poin-poin tertentu. Saya pikir kita harus saling mengenal. Jika anda ingin tahu, begitu banyak sumber di luar sana.
 
Jika anda berada di Hawaii, kontaklah saya. Saya berada di Universitas Hawaii Departmen Agama. Jika saya bisa membantu anda, saya akan membantu. Demikian juga mereka yang berasal dari keluarga Muslim, kita bisa saja menambahkan pengetahuan kita dan saling kasih mengasihani.
 
Itulah harapan saya buat anda semua dan terima kasih. Assalamualaikum wr wb. (IRIB Indonesia / onislam.net)



John Pugh: Pada Dasarnya Saya Telah Menjalani Kehidupan Secara Islami

Perjalanan saya menuju Islam datang dari akar Katolik saya. Saya lahir dan dibesarkan di Toowoomba, Queensland, Australia. Setiap minggu, saya menghadiri perhimpunan dengan ibu, nenek, dan paman saya. Paman saya seorang Katolik yang begitu patuh sekali. Dia memberikan pengaruh besar terhadap kepercayaan saya, dan ketika masih anak-anak, saya merupakan seorang penganut setia tradisi Katolik.
 
Pada tahun 1984, kehidupan saya musnah dengan kematian paman saya.Saya menjadi lebih melibatkan diri dalam gereja. Pada dua tahun akhir pendidikan saya, saya ikut berpartisipasi dengan kelompok pemuda dan aktivitas-aktivitas jemaah gereja. Lulus sekolah saya bekerja di toko pakaian lokal selama empat tahun dan pada malamnya saya mengikuti pertemuan-pertemuan pemuda gereja. Anda bisa menyebut saya sebagai seorang Pencandu Katolik.
 
Pada masa tersebut, saya banyak mempelajari tentang sejarah Gereja Katolik dan menemukangereja Katolik dipenuhi dengan inkonsistensi. Bagaimanapun, saya mempunyai impian untuk bekerja dengan gereja Katolik. Pada tahun 1991, saya meminta untuk melanjutkan pelajaran di universitas dalam bidang pendidikan. Saya berpikir bahwa dengan memiliki ijazah dalam bidang pendidikan dan latarbelakang saya, maka saya mungkin akan diterima bekerja sebagai pekerja Nabi Musa. Pada masa itu, saya masih melibatkan diri dengan gereja. Saya membantu membentuk grup pemuda dan melibatkan diri saya dalam Masyarakat St. Vincent de Paul.
 
Saya berada di Melbourne selama sebulan untuk mengambil kursus pekerja muda (disponsori oleh jemaah gereja lokal) dan mempelajari teologi dasar. Saya menamatkan pelajaran dari universitas dan mendapat kerja sebagai guru di sebuah sekolah Katolik di Stan Thorpe. Ia bukan pekerja mudah, tetapi merupakan permulaan.
 
Setelah dua tahun, saya memohon kedudukan uskup, bekerja dengan orang-orang cacat. Dalam posisi ini, saya dapat menghadiri banyak kursus-kursus pelatihan internal berkaitan Gereja, Nabi Isa, dan Tuhan. Saya mendapati bahwa begitu banyak sekali Gereja Katolik kehilangan dukungan dari masyarakat bawahr dan telah menjadi lembaga. Malah saya juga menemui di satu kota terdapat dua kelompok jemaah gereja yang tidak sepakat dengan gereja dan Nabi Isa as.
 
Ketika bekerja di sini jugalah saya berkenalan dengan calon istri saya, dia baru saja menganut Katolik. Kami menikah pada tahun 1997, dan pada awal 1998, kami mendapat seorang anak perempuan. Selepas bekerja selama dua setengah tahun dengan orang-orang cacat, kami kehabisan dana dan saya telah ditawarkan bekerja sebagai guru di sebuah sekolah Katolik lokal sehingga akhir tahun 1998.
 
Impian saya untuk menjadi pekerja muda di gereja musnah. Saya mulai mengalami depresi, walaupun pada masa itu saya tidak menyadarinya. Pada tahun 1999, saya bekerja di sebuah sekolah Katolik lokal yang lain dan mendapat seorang lagi anak perempuan. Sudah menjadi kenyataan pada akhir tahun 1999, saya tidak lagi bisa mengajar. Akhirnya, saya terpaksa berhenti dari pekerjaan.
 
Pada masa itulah saya kehilangan segala kepercayaan saya pada gereja. Pada mulanya saya pikir karena depresi, tapi rupanya ia lebih dalam.  Saya juga tidak mengetahui bahwa istiri saya  mulaimenjaga jarak dengangereja Katolik. Saya masih juga menghadiri gereja, tetapi tidak seperti dulu. Saya mempercayai Tuhan, tetapi apakah gereja ini yang diawali oleh Nabi Isa?
 
Apa yang saya pelajari bahwa gereja dibentuk oleh manusia dan dipenuhi dengan korupsi, yang sering melemparkan mereka yang mempersoalkannya atau menganggap mereka adalah beban, dan inilah yang berlaku kepada diri saya.
 
Istri memang telah mempunyai banyak persoalan. Dia menemukan bahwa dia telah menjadi bagian dari gereja yang penuh dengan inkonsistensi. Dia juga mempercayai Tuhan, tetapi dulunya dia pernah belajar tentang Islam ketika belajar agama di Universitas New England Australia. Dalam Islam, dia menemukan sebuah agama yang mempercayai Tuhan, mendakwahkan kedamaian dan persamaan untuk semua. Tidak takut dengan persoalan-persoalan yang dikemukakan. Ini sama sekali tidak seperti yang terdapat dalam Katolik. Pada tahun 2001, dia memeluk Islam sebulan sebelum saya melakukannya. Dia mengenakan hijab dan memakai pakaian seperti yang dituntut Islam.
 
Titik perubahan saya ialah kira-kira sebulan setelah istri saya secara resmi memeluk agama Islam. Pada bulan itu, saya memang kecewa sekali dengan gereja saya, dan dalam satu pidato, sang pendeta mengatakan,"Jika semua penganut Kristen menghormati satu sama lain, sudah tentu kita tidak punya banyak kelompok."
 
Semua Muslim menghormati satu sama lain, lelaki dan perempuan mempunyai status yang sama, dan tidak ada hirarki.
 
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. al-Hujurat: 13)
 
Kemudian saya dapati bahwa saya juga telah menjalani kehidupan saya dengan banyak ide-ide Islami. Saya sering sekali bersedekah kepada orang miskin; saya sering memiliki iman dan menjalani kehidupan mengikut perintah Tuhan; dan saya sering melihat orang sebagai sama. Semua makhluk datang dari Nabi Adam dan Hawa. Dalam Islam diketahui bahwa seorang arab tidak lebih superior dari non Arab, demikian juga sebaliknya. Seorang berkulit putih tidak lebih superior dari seorang kulit hitam, begitu juga sebaliknya. Kecuali ketakwaan dan perbuatan baik seseorang. Setiap muslim bersaudara dengan muslim lainnya. Tidak ada milik seseorang Muslim itu sah kepada seorang Muslim lain kecuali ia diberi secara sukarela. Kita diingatkan untuk tidak melakukan ketidakadilan terhadap diri kita sendiri. Satu hari kelak kita akan bertemu Allah dan kita akan dipertanggungjawabkan atas perilaku kita.
 
Sepanjang kehidupan saya, Tuhan telah membimbing saya kepada Islam; hanya saya yang tidak mengetahuinya. Istri saya telah membuat kontak dengan presiden Masyarakat Islam Toowoomba, Dr. Shahjahan Khan. Pada 16 Juni 2001, Khan dan istrinya datang ke rumah kami dan menyaksikan istri dan saya mengucapkan syahadah bersama. Segala Puji bagi Allah yang telah memberikan kami rahmat dan cahaya-Nya. (IRIB Indonesia / onislam.net)

Levy: Saya Mendidik Lila dan Alma Sebagai Pembangkang

Dua saudara perempuan ini terpikat dengan Islam. Ayah mereka yang kebetulan seorang yahudi terpaksa berhadapan dengan keinginan agama dan pengusiran mereka dari sekolah. Peristiwa ini telah menimbulkan kontraversi baik secara lokal maupun nasional.
 
Laurent Levy, seorang liberal dan ateis total, melihat perubahan dramatik pada diri dua anak perempuannya, tetapi dia tidak begitu memberikan perhatian penuh terhadap apa yang terjadi. Satu hari, kira-kira dua tahun lalu, dua anak gadisnya berhenti makan babi. "Tidak ada masalah," tuturnya. Tidak lama kemudian, mereka memberitahunya bahwa mereka berniat untuk melaksanakan puasa penuh pada bulan Ramadhan. Levy berfikir bahwa itu adalah satu hal yang paling wajar untuk dilakukan dalam dunia ini oleh anak-anaknya.
 
Ketika anak-anak Levy; Lila 19 tahun dan Alma 16 tahun memberitahunya bahwa mereka akan berpuasa pada bulan Ramadan, dia tidak menghalangi mereka. "Itu hak mereka," katanya.
 
Tidak lama kemudian, anak-anak perempuannya memberitahu niat mereka untuk menunaikan shalat lima kali sehari, seperti yang telah diperintahkan dalam Quran. "Tidak ada alasan mengapa mereka tidak bisa melakukannya,"pikir sang ayah. Kedua anak itu mula berhenti dari pergi ke pantai dan memakai baju renang, dan malam mereka juga berhenti dari mengunakan kolam renang keluarga pada musim cuti. Pada waktu malam, kedua mereka duduk dan mempelajari Quran. Rekan-rekan tetangga menjadi heran akan perubahan yang terjadi pada dua anak ini. Akhirnya secara gradual, mereka mulai mengenakan pakaian panjang yang menutup tubuh mereka, dan mengenakan stoking tebal walaupun pada musim panas.
 
Setahun lalu, transformasi tersebut menjadi lengkap. Lila dan Alma mengenakan kerudung menutupi kepala mereka. Tidak lama kemudian, mereka juga menutup dagu dan dahi mereka. Di sekolah mereka tidak lagi berbicara dengan pelajar lelaki, mereka hanya berbisik antara satu sama lain dan menjauhkan diri dari pelajar-pelajar lain. Mereka tidak mengikuti lagi kelas-kelas olahraga, karena mereka dituntut untuk memakai pakaian olahraga yang menampakkan bentuk tubuh mereka.
 
Dengan segera kedua beradik ini menjadi sebuah fenomena. Malah ditempat mereka tinggal di Aubervilliers, bagian pinggir utara Paris, banyak yang terkejut. Pada tahun-tahun kebelakangan, kawasan ini telah dipenuhi dengan imigran Muslim dari Afrika Utara, dan orang-orang Paris sendiri pindah ke tempat lain. Pada hari Jumat, penduduk kawasan ini mengambil cuti dan lebih memilih untuk menghabiskan waktu mereka dengan shalat; banyak anak muda yang tidak ke sekolah. Pada bulan Ramadan,  kawasan ini menjadi sunyi waktu puasa dan bangun ketika waktu berbuka.
 
Menurut sang ayah, anak-anak perempuannya begitu terpikat sekali dengan agama Islam dan mendapati dirinya tidak mampu melakukan sesuatu dalam berhadapan dengan proses laju keislaman anaknya. Sepanjang usianya, dia membenci kepercayaan agama dan menyalahkan mereka karena kejahilan dan pelbagai bentuk kesulitan yang ditimbulkan agama. Dia menyebarkan sekularisme dan ikut terlibat dalam gerakan-gerakan sayap kiri, karena di situ dia merasa tenang. Tidak lama lepas itu, dia menjadi penasihat dalam kasus menentang Jean-Marie Le Pen pemimpin National Front karena menjelaskan bahwa kamp-kamp konsentrasi sebagai "detail" Perang Dunia Kedua. Dia turut mewakili organisasi-organisasi Islam menggugat pelakon Brigitte Bardot selepas dia mempublikasikan sebuah buku anti Islam.
 
Debat jilbab
Kedua saudara ini telah dipanggil oleh kepala sekolah Sekolah Tinggi Henri Wallon, tempat mereka belajar. Penampilan lahiriah mereka telah menimbulkan gejolak dikalangan para pelajar. Mereka diperintah untuk memakai pakaian sekolah seperti orang lain; jika tidak, mereka akan dikeluarkan dari sekolah. Kedua saudara ini menolak. Pihak sekolah menghantar surat kepada kedua orang tua mereka dan memberi pernyataan tindakan yang akan mereka ambil. Orang tua kedua saudara ini, yang sudah bercerai, mempertahankan tindakan anak-anak mereka dengan cara mereka sendiri. Sang ibu berusaha untuk menampilkan lunak sikap kedua anaknya sementara Sang bapa memberikan dukungan penuh atas tindakan anak-anaknya.
 
Status dua saudara ini digantung dari sekolah sehingga komisi displin mengambil keputusan akan nasib mereka. Pihak media menggambarkan hal tersebut sebagai ujian kepada sekularisme negara, dan kisah tersebut menjadi kepala cerita media. Pihak intelektual menjadi gempar, demikian juga pihak politik lokal; baik intelektual maupun politisi secara terbuka menekan pihak komisi displin sekolah untuk membuat keputusan berdasarkan pandangan mereka.
 
Perdebatan itu tidak sekadar pada tahap teorinya saja. Karena hal ini turut menyentuh detil pakaian yang paling kecil sebagai bentuk menyatakan sekularisme negara, dibandingkan dengan pakaian yang mengancam kedudukannya. Sebelum anak-anak itu digantung dari sekolah, mereka diminta untuk menanggalkan kerudung mereka karena menunjukkan agama mereka. Pihak berkuasa sekolah mengaitkannya dengan undang-undang yang ditetapkan pada tahun 1905 berkaitan pemisahan antara gereja dan negara, mereka memberi argumentasi bahwa kerudung melanggar semangat undang-undang.
 
Saat berdiskusi tentang status sekolahmereka yang digantung, salah seorang anak perempuan Levy mengatakan bahwa kopiah yahudi juga menutup kepala. Dia diberitahu bahwa menutup sebagian dari kepala tidak termasuk melanggar pemisahan gereja dan negara. Lila merasa marah karena dia digantung dari sekolah. "Mereka mengarahkan kami untuk memperlihatkan akar rambut kami, telinga dan leher kami. Tetapi andainya kami melakukan tersebut, lebih baik kami tidak mengenakan kerudung sama sekali – lebih baik kami bawa kerudung itu dengan tangan kami saja."
Pihak komisi disiplin mengadakan pertemuan di sekolah. Puluhan wartawan berkumpul didepan pintu pagar sekolah, kamera televisi menayangkan kedatangan anak-anak perempuan itu dengan ayahnya. Pertemuan berlangsung alot dari jam 6 petang sehingga hampir lewat tengah malam. Orang-orang Perancis menanti keputusan komisi seperti menanti masa depan Perancis yang bergantung hanya pada keputusan beberapa anggota sekolah dipinggir Paris.
 
Di akhir pembicaraan, anggota keluarga Levy meninggalkan ruangan. Ekspresi wajah mereka memperlihatkan apa yang telah terjadi. Salah seorang guru memberitahu wartawan bahwa itu bukan sebuah diskusi pendidikan tetapi seperti sebuah pengadilan militer. Seorang guru lain pula menyebutkan apa yang terjadi adalah benar dan keputusan yang pasti telah diambil. "Kami memutuskan untuk mengeluarkan mereka dari sekolah, karena 'keseimbangan' di Perancis menyebutkan bahwa menutup kepala tidak menutupi rambut, telinga dan leher." "Tampaknya muslimah tidak ingin bagian ini terbuka." katanya.
 
Setelah tengah malam, keluarga Levy pulang ke rumah. Levy masih marah; anak-anaknya masih menyeka air mata mereka.
 
Levy mempertahankan hak anak-anaknya untuk mematuhi ajaran agama. Dia gembira anak-anaknya telah memilih cara hidup yang dapat memberikan mereka kebahagiaan dan mengatakan bahwa walaupun dia sendiri adalah seorang ateis, dia tidak dapat mengelakkan dirinya dari merasa kagum terhadap pilihan anak-anaknya.
 
Levy 47 tahun, lahir dalam sebuah keluarga Yahudi di Tunisia dan berimigrasi ke Perancis ketika masih muda. Menurutnya dia adalah Yahudi Sephardi yang berakar di Amsterdam dan Leghorn. Ayahnyasangat aktif dalam komunitas Yahudi di Tunisia dan malah telah menulis sebuah buku berkaitan komunitas tersebut. Anak-anaknya tidak pernah menyembunyikan keyahudian mereka dan malah mereka bangga akan warisan yahudi mereka.
 
Levy mempunyai empat anak: Lila dan Alma, Sami 20 tahun dan Noura, 16 tahun. "Mereka adalah anak-anak yang baik," guraunya."Karena saya yang mendidik mereka, saya mengajar mereka untuk tidak menerima realita dan menjadi pembangkang. Saya bangga bahwa saya telah berhasil mendidik mereka. Lila dan Alma telah menjadi penentang dengan cara mereka sendiri."
 
"Anak-anak saya bukan militan dan mereka juga tidak berusaha untuk menarik rekan sekolah mereka memeluk Islam. Tidak ada seorang anggota komisi disiplin yang mengklaimnya, tetapi mereka semuanya meminta anak-anak saya menunjukkan badan mereka. Mereka ini benar-benar telah menjadi ayatullah sekularisme. Sejak kapan, saya bertanya kepada mereka, orang bisa dipaksa untuk menunjukkan tubuh mereka? Malangnya, inilah pemandangan yang amat memalukan. Tidak ada di antara mereka yang mendengar pandangan saya karena hasilnya memang telah ditentukan terlebih dahulu."
 
Dia berhasrat untuk mencari alternatif lain supaya anak-anak perempuannya bisa melanjutkan pendidikan mereka. Agar mereka bisa lulus ujian dan Alma juga bisa menamatkan kelas ke 11-nya. "Sekurang-kurangnya di universitas, tidak ada siapapun yang dapat melarang mereka mengenakan jilbab," tambahnya. Mereka akan dapat merasakan seperti Muslim tanpa diganggu orang lain. (IRIB Indonesia / missionislam.com)

Rabu, 15 Mei 2013

Belasan Tahun Murtad, Al-Fatihah Menuntunnya Kembali ke Pelukan Islam

Fiqhislam.com - Dia pernah menjadi Muslim. Tapi, impian duniawi membawanya pada kesibukan dan kealpaan hingga melupakan Allah. Raya Shokatfard, wanita asal Iran itu melanglang ke negeri Paman Sam untuk memenuhi ''impian Amerika''-nya yang menggebu.

Namun, setelah kesuksesan diraih, hatinya terasa kosong. Ia pun kembali mencari eksistensi Tuhan. Tak langsung kembali kepada Islam, ia lebih dulu mempelajari agama Buddha, Hindu, lalu Kristen. Tapi, hasil kajiannya terhadap tiga agama itu justru mengantarnya kembali kepada Allah. Ia pun mendapatkan kembali hidayah keislaman yang pernah ia tinggalkan. Air mata menderas di pipi Raya saat mengisahkan perjalanan panjangnya itu.

Kisah pilu Raya bermula saat ia hijrah dari Iran ke Amerika pada 1968. Saat itu usianya masih sangat belia, 19 tahun. Tak hanya meninggalkan negaranya, Raya pun menanggalkan gaya hidupnya sebagai orang Iran, termasuk keislamannya. "Aku meninggalkan Iran, pindah ke AS. Aku tinggalkan pula Islam dan identitas sebagai Muslim,'' kisahnya, seperti dikutip dari kanal milik Raya di Youtube.

Saat tinggal di AS, ia pun hidup seperti remaja AS pada umumnya: bersenang-senang dan diliputi kilau duniawi. Raya kemudian memulai ''impian Amerika''-nya dengan merintis bisnis di Manhattan, Kalifornia Selatan. Butuh beberapa tahun bagi Raya untuk mencapai impiannya menjadi kaya dan sukses. Wanita yang meraih gelar sarjana dari Southern Oregon University (SOU) itu berhasil menggapai mimpinya di usia yang terbilang amat muda. Berawal dari bisnis toko pakaian, ia meraih puncak kesuksesan saat beralih ke bisnis real estate. Ia menjadi maestro real estate di kawasan Pantai Manhattan. "Alhamdulillah, saya sangat sukses di bisnis real estate. Saya sangat beruntung," ujarnya bersyukur.

Menjadi pebisnis sukses, mudah bagi Raya membeli segala kemewahan dunia. Ia punya mobil Rolls Royce dan tinggal di rumah megah di tepi pantai. Kebunnya amat luas dengan aneka ternak hidup di dalamnya. Jalan-jalan keliling dunia pun amat gampang dilakoninya. Namun, setelah gemerlap dunia ia dapatkan, Raya justru merasakan kekosongan jiwa. Alih-alih bahagia, ia merasa hatinya begitu hampa. "Saya mulai merasakan sesuatu yang hilang, terasa sangat kosong," ujar Raya dengan mata sayu.

Kekosongan hati terus melandanya. Wanita bergelar master bidang jurnalisme dan komunikasi publik ini pun kemudian mencari tahu penyebab kekosongan hatinya. Ia mengikuti beragam workshop dan kuliah, tapi tak menjawab permasalahannya. Entah mengapa, kemudian tumbuh keinginannya untuk mencari eksistensi Tuhan. Maka itu, dimulailah perjalanannya mencari Tuhan.

Perjalanan itu ia awali dari agama Hindu. Ia amat tertarik dengan kedamaian dalam ajaran agama tersebut. Dia pun menjadi penganut Hindu. Merasa kurang puas, ia lalu mencari Tuhan di agama lain. Kali ini, pilihannya jatuh ke agama Buddha. Ia pun menjadi umat Buddha. Tak lama, ia keluar dari agama ini karena kembali gagal menemukan eksistensi Tuhan.

                                                                     ***

Raya lalu bergabung dengan gerakan New Age, sebuah gerakan yang mengajarkan kebebasan diri tanpa Tuhan. Gerakan yang pamornya amat mencorong di Amerika kala itu membawa Raya pada kehidupan yang bebas dan mandiri tanpa Tuhan. "Anda adalah master dalam kehidupan Anda, Anda memiliki takdir sendiri, Anda adalah Tuhan dalam kehidupan Anda, dan banyak elemen lain yang saya pelajari di sana. Tapi, kemudian saya berpikir, saya tak mampu menjadi master dalam perjalanan hidup saya. Saya tidak dapat membayangkan ke mana hidup saya akan pergi. Saya pun tak nyaman di sana," demikian Raya berkisah.

Menjadi Kristiani
Dari New Age, Raya kemudian menjadi penganut Kristiani. Ia bertahan cukup lama sebagai seorang Kristen, yakni tujuh setengah tahun. Ia begitu tertarik dan terpesona dengan kebersamaan dan persaudaraan umat Kristiani yang kuat. Lalu, jadilah Raya penganut Kristen yang taat ke gereja, mempelajari Alkitab, bahkan mengajarkannya. Ia juga belajar teologi Kristen di sebuah universitas. Tapi, lagi-lagi Raya merasa gelisah. Ia merasa belum menemukan Tuhan yang diinginkannya.

Nah, di titik inilah ia mulai tertarik kembali pada Islam. Sebelum memantapkan diri kembali ke pangkuan Islam, ia sempat pamit pada pastur yang selama ini membimbingnya dalam agama Kristen. Raya sangat gembira karena sang pastur amat terbuka dan membebaskannya memilih agama yang diyakini.

Selama 15 tahun, Raya jatuh bangun mencari eksistensi Tuhan. Beragam agama sudah ia anut. Namun, siapa sangka, ia justru kembali pada agama yang dianutnya saat masih tinggal di Iran, Islam.

Raya amat pilu saat mengenang perjalanannya hingga kembali kepada Allah. Linangan air mata membasahi pipinya karena menyesal pernah melupakan Allah. Ia merasa bodoh pernah melepaskan hidayah yang begitu nikmat, hidayah Islam. Namun, Allah begitu mencintai hamba-Nya sehingga Raya diberi kesempatan kedua untuk kembali mendapatkan hidayah itu.
                                                              
                                                                     ***

Sungguh indah kisah kembalinya Raya ke pangkuan Islam. Ia hanya membaca Surah al-Fatihah saat pertama kali membuka Alquran setelah kemurtadannya selama belasan tahun. Hanya dengan tujuh ayat dalam surah pembuka Kitabullah, Raya sudah menyadari kesalahannya dan menyadari bahwa Allahlah satu-satunya Tuhan, tiada yang berhak disembah selain Allah.

Baru saja membaca Basmalah, Raya sudah merinding.  Ayat pertama al-Fatihah membuatnya menyadari bahwa Allahlah Tuhan segala sesuatu, Tuhan semesta alam. Sedangkan, manusia hanyalah bagian kecil dari alam semesta itu. Membaca ayat kedua, air matanya tak kuasa lagi terbendung. "Saya melupakan-Nya, tapi Dia tak pernah melupakan saya.'' Ia sungguh merasa malu pada Allah.

Setiap ayat dalam al-Fatihah benar-benar meresap ke jiwa Raya. Saat tiba di ayat yang berbunyi, "Hanya kepada-Nya kami menyembah dan hanya kepada-Nya kami memohon pertolongan," hati Raya serasa tercambuk. Ia tak habis pikir mengapa bisa melupakan Allah dan justru mencari pertolongan kepada selain-Nya. "Saat membaca ayat ini, saya merasa sebuah batu besar dari langit jatuh dan memukul saya," ujar Raya dengan air mata yang tak henti mengalir.

Ayat berikutnya hingga terakhir, benar-benar membuat Raya menemukan jalan kembali pada Islam. Jalan lurus yang disebut dalam al-Fatihah sangat diinginkan Raya. Ia pun merasa Allah telah menunjukkan "Sirath al-Mustaqim" tersebut kepadanya. "Terakhir, saya meminta padanya jalan yang lururs dan Dia membimbing saya pada jalan lurus tersebut," pungkas Raya bersyukur.

Maka, kembalilah Raya pada agamanya, agama yang lurus yang diridhai Allah, yakni Islam. Saat ini, Raya berusia 62 tahun. Meski tak muda lagi, ia sangat aktif dalam menyebarkan ajaran Islam. Berbekal pendidikannya, ia pernah menjadi asisten editor di SOU untuk situs islam yang berbasis di Los Angeles.

Ia pun menjadi koresponden asing, penulis, editor dan produser film dokumenter untuk web onislam.net. Ia juga pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi dan konsultan untuk situs Reading Islam. Melalui jurnalistik, Raya aktif menyuarakan perdamaian dan hak asasi perempuan. [yy/republika.co.id]

Oleh Afriza Hanifa

Gabriel Stresser: Tak Mau Mati Sebagai Non-Muslim

Fiqhislam.com - Gabriel Stresser lahir di Salzburg, Austria. Ia tumbuh dan besar dalam lingkungan Katolik Roma. Seperti halnya penganut Katolik, sejak kecil Gabriel mengikuti komuni pertama pada usia 12 tahun.
Seiring perjalanan waktu, Gabriel mulai mempertanyakan ajaran Katolik. Ada sejumlah hal dari apa yang dianutnya itu tidak sesuai logika berpikirnya. Sejak itu, ia coba untuk mencari kebenaran hakiki. "Jujur, saat itu aku tidak mengenal ajaran agama Islam atau agama lainnya," kata dia.
Dengan tekad membaja, ia putuskan untuk meninggalkan Austria guna mencari kebenaran. Putusannya itu banyak dipertanyakan keluarga dan kerabatnya. Bagi mereka, putusan Gabriel tidak masuk akal.
"Aku pahami penolakan itu. Bagaimana bisa aku meninggalkan lingkungan yang aman. Lalu mencari kebenaran," kata dia.
Usai meyakinkan keluarganya, ia pun berangkat meninggalkan Austria. Amerika Serikat selanjutnya menjadi tujuan pencariannya. Di sana, ia menetap bersama keluarga angkat.
Saat itu, kemampuan bahasa Inggris-nya sangat buruk. Namun, ia tak patah semangat. Dengan kerja keras ia akhirnya bisa berbahasa Inggris kendati terbata-bata.
Selama setahun, Gabriel berpindah-pindah tempat. Mulai dari New Jersey, Arizona, dan California. Akhirnya, ia pun kembali ke Austria.Tak lama di negeri kelahirannya, ia kembali menuju AS. Saat itu, ia menetap bersama keluarga angkat. Di sana, ia mulai berinteraksi dengan Muslim.
Selanjutnya, ia berkenalan dengan seorang pria asal Aljazair. Tak berselang lama, pria itu melamarnya. Gabriel akhirnya menerima pinangan itu. Keluarganya kembali menolak putusan Gabriel. Namun, ia tetap pada putusannya itu.  
Pada satu waktu, suaminya memberikan sebuah buku berjudul paduan singkat ajaran Islam. Buku paduan ini berisi mukzijat ilmiah dalam Alquran. Gabriel pun dibuat kagum buku tersebut. Namun, ia mencoba untuk tidak memperlihatkan rasa kagumnya itu. 
Berikutnya, Gabriel sering terlibat diskusi tentang Islam bersama suaminya. Diskusi berlangsung mendalam. Satu kesimpulan yang didapat Gabriel, ia berniat untuk menjadi Muslim.
"Waktu itu, banyak pertimbangan. Aku tidak yakin apakah bisa menuaikan shalat lima waktu, tidak mengkonsumsi alkohol dan babi, dan berpuasa di bulan Ramadhan," kenang dia.
Jeda sejenak dengan keraguan yang dialaminya, Gabriel coba untuk kembali mengikuti kuliah. Satu waktu, ia bermimpi bertemu dengan sosok mahluk tanpa wajah yang mengenakan jubah panjang. "Mahluk ini selalu mengikutiku," kenang dia.
Beberapa kali ia kembali bertemu mahluk tersebut dalam mimpi itu. Ketika terbangun, spontan Gabriel mengucapkan "Allahu Akbar..Allahu Akbar". Ia pun berdoa seperti apa yang dilakukan suaminya. Tubuhnya gemetar seketika. "Sejak itu, aku mulai yakin, aku tak ingin mati sebagai non-Muslim," kenang dia.
Tak lama, Gabriel memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Setelah itu, tidak mudah bagi Gabriel untuk mempertahankan keputusannya itu. Lagi-lagi keluarganya menolak keputusannya.
"Dari apa yang aku alami, aku semakin paham, mengapa Allah mendorongku menetap di AS. Karena Ia tahu, kalau aku tidak mungkin bisa menjadi Muslim bila menetap di Austria. Alhamdulillah," kenangnya. [yy/republika.co.id]