Senin, 27 Agustus 2012

Ismail Saul: Islam adalah Kemajuan

Missionaris tidak membangun peradaban baru, justru mempertahankan budaya terbelakang. Hidayah datang tak mengenal umur. Itulah yang saya alami. Saat usia menginjak angka 68 tahun, Allah membuka pintu hati saya untuk masuk Islam. Padahal bertahun-tahun, saya adalah seorang pendeta, malah saya adalah ketua pendeta di Manokwari. Saya sekaligus adalah Kepala Suku Besar Serui.

Saya terlahir dengan nama Saul Yenu. Saya adalah manusia tiga zaman. Saya merasakan hidup di zaman Belanda, Jepang, dan kemerdekaan. Saya lahir 28 Oktober 1934. Karena itu saya pernah merasakan perih getirnya perjuangan. Saat itu saya sebagai pejuang pembebesan Irian Jaya.

Ternyata setelah kemerdekaan, penduduk Irian Jaya bukannya tambah berbudaya. Mereka tetap saja dalam ketertinggalan. Mereka tetap telanjang. Padahal di sana banyak berkeliaran para misionaris. Kekayaan alam yang dimiliki Irian Jaya ternyata tak memberi dampak kemajuan kepada penduduknya.

Ini saya lihat berbeda dengan kalangan Muslim. Kebetulan saya bergaul dengan baik dengan kaum Muslim di Irian Jaya, terutama ABRI (sekarang TNI) yang sering mengadakan kegiatan ABRI masuk desa pada dasawarsa 70-80-an. Mereka semua berpakaian. Mereka pun membangunkan rumah-rumah gratis bagi warga Irian. Begitu senangnya saya dengan mereka hingga saya pun dengan senang hati sering memberi bantuan kepada mereka. Kebetulan saat itu saya bekerja di Departemen Pekerjaan Umum.

Pergaulan intensif saya dengan orang-orang Muslim itu sedikit demi sedikit menimbulkan kekaguman pada diri saya. Mereka selalu membersihkan diri setiap hari minimal lima kali sehari. Mereka pun selalu shalat. ”Wah, jangan-jangan karena mereka sembahyang terus tiap hari, bumi ini menjadi berkah,” pikir saya.

Ini sangat berbeda dengan kebiasaan kami. Kami hanya ke gereja seminggu sekali. Itu pun tidak wajib. Berarti doa hanya sekali seminggu. Itu pun banyak di antara jemaaht gereja masih dalam keadaan habis minum bir dan minuman keras lainnya. ”Bagaimana doa bisa diterima kalau mabuk,” pikir saya.

Tapi itulah, kenyataaannya. Suatu saat saya berpikir: ”Kalau Kristen terus, berarti ini melanjutkan zaman Belanda. Masyarakat tidak akan pernah maju.” Soalnya, memang Belanda-lah yang membawa misi Kristen di Irian Jaya pertama kali. Dan hingga kini, misionaris tidak membangun peradaban baru. Justru mereka ingin mempertahankan budaya Irian yang sebenarnya terbelakang.

Pergaulan saya dengan orang-orang Muslim mengantarkan saya pada sebuah kesimpulan bahwa Islam identik dengan kemajuan. Dan inilah yang saya lihat sendiri. Orang-orang Muslim justru mengajak kami menggunakan pakaian. Belakangan saya baru tahu bahwa ada kewajiban bagi setiap Muslim menutup aurat.

Begitu eratnya hubungan saya dengan kaum Muslim ini hingga kalangan Kristen di Manokwari menyebut saya pendeta Krimus, alias Kristen Muslim. Saya bilang kepada mereka: ”Janganlah mengatakan seperti itu, nanti malah bisa menjadi Muslim betulan.”

Kekaguman saya atas perilaku kaum Muslim itulah yang membuat tekad saya kian kuat untuk memeluk Islam. Saya yakin: Islam adalah kemajuan. Pelajaran kependetaan yang saya jalani di Gereja Tabernakel tak mampu mencegah keinginan saya memenuhi panggilan Allah.

Jalan Berliku

Ternyata tak mudah masuk Islam. Mungkin karena saya adalah kepala pendeta dan kepala suku besar. Hingga suatu saat ketika saya menyampaikan niat saya kepada seorang kepala KUA di Manokwari, dia menolak. Sepertinya dia tak berani mengislamkan saya.

Tapi niat hati ini tak bisa dibendung. Saya akhirnya memutuskan pergi ke Jakarta demi niat tersebut. Saya dibantu oleh saudara Khairudin, kenalan saya yang bekerja di Angkatan Laut. Saya kemudian diantar ke Condet, menghadap seorang ulama di sana. Di situ saya mengucapkan syahadat. Saya pun mengubah nama menjadi Ismail Saul Yenu.

Untuk lebih meyakinkan lagi, saya dibawa ke Masjid Al Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Saat itu bulan Februari 2002. Keislaman saya disahkan di masjid besar itu. ”Alhamdulillah.” Setelah itu, saya pun disunat. Saya dibawa ke Bandung. Dalam kondisi sudah tua seperti ini saya harus sunat bersama anak-anak. Memang agak malu, tapi harus bagaimana lagi.

Masuk Islam saya ternyata sampai juga ke Irian Jaya, Belanda, dan Jerman. Mereka gempar. Jelas mereka tak terima langkah saya, apalagi saya punya posisi yang penting di Manokwari khususnya Suku Besar Serui.

Karena itu saya memutuskan untuk tidak langsung pulang. Saya ingin tinggal di Jakarta terlebih dahulu, sekalian belajar Islam. Kebetulan saat itu adalah musim haji. Saya ingin sekali naik haji. Berkat bantuan teman-teman di Jakarta, akhirnya saya dibantu Pak Amien Rais untuk menunaikan haji. Dalam kondisi masih diperban, saya berangkat haji bersama rombongan Aisyiyah.

Sepulang dari haji, saya diminta tak langsung pulang ke Irian. Tapi saya tetap nekad. Saya yakin Allah akan selalu menyertai kita. Saya yang sejak haji mengenakan gamis panjang dan topi haji, berangkat naik kapal Pelni. Banyak liku-liku di perjalanan, termasuk ketika kapal dilarang merapat di Ambon karena ada konflik. Saya nekad meminta kapal dibolehkan sandar. Kapal pun sandar.

Ketika kapal Ciremai sampai di Manokwari, saya justru disambut. Tidak hanya kalangan Islam tapi juga Kristen. Saya diterima secara adat dengan cara melewati kain slopang sepanjang 40 meter berwarna biru tua. Ini adalah simbol kematian. Tapi di atas kain itu ditaruh 100 piring yang menandakan kebangkitan. Ini artinya, sebagai pendeta sudah mati dan bangkit lagi sebagai haji.

Sejak itu saya berusaha menyampaikan Islam kepada siapapun. Baik kepada keluarga maupun saya datang langsung ke gereja. Saya selalu bilang kepada mereka: ”Saya datang untuk sampaikan firman Allah yang sebenarnya.”

Memang baru hal-hal ringan yang saya sampaikan seperti tidak boleh mabuk, harus selalu bersih dan suci. Saya juga menyampaikan bahwa Islam tidaklah seperti yang digambarkan oleh para misionaris sebagai agama yang harus dibenci. Islam adalah agama yang baik yang mengajarkan manusia untuk berbudaya luhur, tidak telanjang seperti sekarang. ”Ajaran yang demikian baik, seharusnya bisa diterima,” kata saya dalam setiap pertemuan.

Paling tidak hingga kini sudah ada 50 orang yang masuk Islam. Alhamdulillah. Sebanyak 20 di antaranya sudah naik haji. Keluarga pun beberapa mengikuti jejak saya. Anak saya yang berjumlah 37 orang, tujuh di antaranya sudah masuk Islam. Istri saya empat orang, dua di antaranya pun sudah jadi mualaf. Alhamdulillah. Saya akan terus berusaha agar penduduk Irian terbebas dari keterbelakangannya dengan cara mengajak mereka masuk Islam.

Berbagai bantuan kini sedang saya kumpulkan, terutama adalah pakaian. Saya ingin mereka berpakaian, menutup aurat. Itulah salah satu ajaran Islam.[]

Diolah oleh mujiyanto dari hasil wawancara

http://www.mediaumat.com/content/view/1012/2/

Mantan Diplomat Jerman: Ada Tiga Hal yang Membuat Saya Masuk Islam

Di kalangan cendikiawan Muslim nama Dr Murad Hoffmann bukan nama yang asing lagi. Mantan dubes Jerman yang pernah bertugas di Al-Jazair dan Maroko ini bukan hanya terkenal karena ia adalah seorang mualaf tapi juga karena buah pikirannya tentang Islam yang dituangkan dalam buku-buku yang sudah banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Diantara buku-bukunya yang terkenal adalah "Diary of A German Muslim" dan "Journey to Islam" yang menceritakan bagaimana Hoffmann yang berasal dari keluarga Katolik memutuskan untuk menjadi seorang Muslim.

Meski demikian tak banyak yang mengetahui apa sebenarnya pengalaman batin yang dialaminya, yang mendasari keputusan besarnya untuk pindah agama dari seorang Katolik menjadi seorang Muslim. Menurut Doktor Murad, ada tiga hal yang menjadi faktor penentu atas keputusannya menjadi seorang Muslim.

Pertama, ketika ia menjadi dubes di Al-Jazair pada tahun 1962. Saat itu Al-Jazair sedang memperjuangkan kemerdekaannya dari Prancis. Prancis membuat kesepakatan dengan kelompok pejuang, jika mereka bersedia melakukan gencatan senjata maka Prancis akan menyerahkan kedaulatan Al-Jazair ke tangan mereka. Tapi orang-orang Prancis yang tinggal di Al-Jazair selalu melakukan provokasi agar para pejuang melakukan perlawanan sehingga Prancis bisa mencari alasan untuk menyalahkan kelompok pejuang kemerdekaan Al-Jazair.

Keteguhan para pejuang untuk tidak terpancing oleh provokasi membuat Doktor Murad kagum. "Saya sangat kagum dengan tingkat kedisiplinan mereka, yang membuat saya tertarik membaca Al-Quran untuk mencari tahu apa yang telah memberikan kekuatan yang begitu besar pada pejuang-pejuang Al-Jazair itu," ujar Murad.

"Saya berpikir, saya sudah pindah agama meski belum secara resmi. Dan saat itulah saya berpikir untuk meninggalkan semua ideologi Kristen," sambungnya.

Faktor yang kedua adalah seni Islami. Murad mengungkapkan, selain diplomat ia juga seorang kritikus tari ballet dan untuk itu ia sering berpergian, hampir 50 kali dalam satu tahun terutama ke AS untuk menyaksikan pertunjukan ballet dan mengkritisi pertunjukan-pertunjukan itu. "Sebagai seorang kritikus, saya harus punya standar-standar tertentu. Tapi semua standar itu tak berarti sama sekali buat saya ketika saya melihat produk seni Islam. Saya pertamakali menyaksikan hasil karaya seni Islam di kota-kota Spanyol seperti Granada, Cordoba, Seville dan Andalusia," papar Murad.

"Karya seni Islam menyentuh saya dengan cara yang tidak pernah saya rasakan terjadap karya seni lainnya," sambung Murad.

Dan hal ketiga yang menjadi faktor penentu keputusannya memeluk Islam adalah setelah ia mengetahui bahwa semua filsuf-filsuf terbesar dan termashyur di dunia, semuanya adalah Muslim. "Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al-Ghazali dan Ibnu Rush adalah beberapa diantaranya. Saya merasa kesal dengan diri saya sendiri, mengapa saya tidak mengetahui hal itu sebelumnya," tutur Murad.

Beberapa filsuf terkenal, sambung Murad, pemikiran-pemikirannya sangat dipengaruhi oleh pemikiran Ibnu Khaldun yang menjadi pelopor ilmu sosiologi dan sejarawan pertama. "Satu orang penua dua bidang ilmu pengetahuan. Tetapi sosok Ibnu Khaldun tidak dikenal oleh masyakarat di Eropa sampai abad ke-20 meskipun sejumlah ilmuwan Eropa sudah mengenal sosok cendikiawan Muslim itu sejak abad ke-19," tukasnya.

Pada tahun 1980, Departemen Luar Negeri Jerman memberikan "pembekalan" berupa pengetahuan tentang Islam pada calon-calon dubesnya yang akan ditugaskan ke negara-negara Muslim. Kebetulan momen itu bertepatan dengan hari ulang tahun putera Murad. "Saya pun bilang pada anak saya bahwa saya akan memberikan sesuatu namun bukan yang berhubungan dengan uang tapi berhubungan nilai-nilai yang luhur," ungkap Murad.

"Saya pun mulai menulis semua hal yang menurut saya penting tentang apa yang saya temukan dalam Islam. Semuanya tertulis dalam 14 halaman," sambungnya.

Murad lalu menunjukkan tulisannya pada Imam Muslim asal Dusseldorf yang memberikan pelatihan pada para diplomat Jerman itu. Keesokan harinya, imam tadi bertanya apakah Murad meyakini apa yang telah ditulisnya dan Murad menjawab "ya".

"Jika kamu yakin, maka kamu adalah seorang Muslim," kata Murad menirukan ucapan imam Muslim yang membaca tulisannya.

Murad kemudian mempublikasikan tulisannya itu dan disebarluaskan di pelosok Jerman. Ia secara resmi mengucapkan dua kalimat syahadat di Islamic Center Colonia pada bulan September 1980. Ia memberitahukan pada kementerian luar negeri Jerman tentang keislamannya dan menolak ditugaskan ke Israel atau Vatikan.

Sejak itu Murad rajin menulis buku-buku Islami. Buku pertamanya, "Diary of a German Muslim'" sudah dialihbahasakan ke berbagai bahasa di seluruh dunia. Sepanjang hidupnya sebagai Muslim, Murad yang beristerikan seorang Muslimah asal Turki sudah dua kali menunaikan ibadah haji dan lima kali berumrah.

Sekarang, Murad sudah berusia 78 tahun dan faktor usia membuatnya membatasi sejumlah aktivitas dan perjalanan ke luar negeri. Sedikitnya ada 13 buku yang ditulis Murad dan 250 artikel tinjauan buku yang ditulisnya untuk berbagai organisasi antara lain untuk lembaga studi Islam di Islamabad, American Journal of Islamic Social Science Studies di Virginia dan Muslim World Book Review di Inggris.

ln/readislam/eramuslim.com

Cahaya Islam di Negeri Matahari Terbit

Sebuah survei resmi menyatakan, hanya satu dari empat orang Jepang yang percaya terhadap agama. ''Saya menemukan kepuasan luar biasa dan kedamaian setiap kali saya datang dan beribadah di masjid,'' ujar Michiko, seorang Muslimah Jepang. Sebelumnya, ia adalah penganut Buddha, namun menjalankan ritual Kristen dalam kesehariannya.

Alquran menjadi daya tarik baginya hingga tanpa ragu, Michiko pun memilih Islam. Setelah melalui proses pencarian panjang, ia menemukan kedamaian jiwa setelah membaca Alquran.

Banyak umat lainnya yang tertarik dengan agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW karena pesan damai yang diusung Islam yang disampaikan melalui Alquran. Jauh berbeda dengan penggambaran Islam yang sering dicitrakan orang Barat tentang Islam. Bagi kelompok yang anti-Islam, agama kedamaian ini dicitrakan sebagai agama kekerasan, terorisme, antikebebasan, dan sebagainya.

Namun, bagi Michiko, Islam adalah agama pembawa kedamaian dan cinta kasih pada sesama. Michiko bahkan menggambarkan pesan kedamaian dalam Islam sama, bahkan lebih baik dengan pesan kedamaian yang dibawa agama Buddha yang diikuti oleh hampir 80 persen orang Jepang.


Materialisme

Masyarakat Jepang modern saat ini memang lebih berorientasi pada pekerjaan dan sangat materialistis. Konsep keluarga tradisional Jepang semakin lemah di tengah dunia modern yang mengacu pada faktor sosial dan ekonomi. Modernitas, ketertarikan akan mode ala Barat, gaya hidup, dan sederet pemicu lainnya telah menjadi lokomotif utama perubahan nilai sosial dan budaya masyarakat Jepang.

Bukan hanya gaya hidup, kepercayaan mereka terhadap agama pun mulai berkurang. Dari pemeluk Shinto atau Buddha yang taat, kini hanya sedikit dari mereka yang melakukan ritual keagamaan. Bahkan, sebuah survei resmi menyatakan, hanya ada satu dari empat orang Jepang yang percaya terhadap agama.

Kendati mengalami penurunan tingkat kepercayaan pada agama, masyarakat Jepang masih mempertahankan kegiatan dan ritual keagamaan sebagai sebuah tradisi yang berlangsung sejak ribuan tahun lalu. Karena itu, tak heran kalau masyarakat Jepang memiliki pola hubungan yang unik dengan agama mereka.

Hal-hal yang berkaitan dengan agama hanya dilakukan pada saat-saat tertentu, seperti kelahiran, pernikahan, dan kematian. Di luar itu, pada umumnya, orang Jepang tidak terlalu aktif dalam kegiatan keagamaan. Ritual yang dilakukan di kuil-kuil hanya sebagai formalitas dan upaya untuk mencari kedamaian.


Tak terpengaruh

Kehadiran agama Islam dan tuntunan dalam menjalani kehidupan di dunia memberikan pencerahan baru bagi masyarakat Jepang. Sebelumnya, mereka merasakan beban hidup yang demikian berat. Dengan Islam, kehidupan mereka menjadi lebih damai.Seperti umumnya masyarakat Eropa, di masyarakat Jepang juga masih muncul pemahaman yang salah tentang Islam. Mereka menganggap, Islam adalah agama aneh dan hanya hidup di negara yang belum berkembang. Pemikiran ini muncul seiring dengan arus westernisasi yang diusung misionaris agama Kristen.

Kondisi ini semakin diperparah dengan banyaknya penyebaran informasi yang salah kaprah. Misalnya, beberapa tahun lalu, salah seorang penulis terkenal di Jepang menyebut Islam tak beda dengan kepercayaan penyembah matahari (Shinto).

Meski ada kesalahpahaman tentang Islam, banyak orang Jepang percaya bahwa Islam akan lebih diterima di Negeri Sakura itu. Dekan Fakultas Studi Islam Universitas Takushoku Tokyo, Tayeb El-Mokhtar Muto, menyatakan, roh toleransi dan cara berpikir logis yang dimiliki warga Jepang telah menjadikan mereka begitu dekat dengan karakter dan nilai Islam. Meski belum ada angka pasti, hal ini juga dibuktikan dengan jumlah umat Islam di Jepang yang kian hari kian bertambah.

Menurut Muto, semua kebohongan dan isu negatif yang dialamatkan pada Islam, terutama usai tragedi 11 September 2001, tidak membuat publik Jepang percaya bahwa Islam telah mengajarkan kekerasan. Yang terjadi justru sebaliknya. Semua informasi negatif tersebut seakan menjadi perantara bagi Islam untuk menjadi pusat perhatian banyak orang. Karena stereotipe tersebut, mereka menjadi tertarik untuk mengetahui yang sebenarnya tentang Islam.

''Jumlah orang yang masuk Islam semakin meningkat, baik di Jepang maupun di negara-negara lain, terutama setelah tuduhan yang ditujukan kepada Islam sebagai agama yang mempromosikan kekerasan, pembunuhan, perusakan, huru-hara, dan segala macam bentuk terorisme lainya,'' ujar Muto.

Kebebasan beragama yang telah dinikmati oleh masyarakat Jepang selama ini punya andil yang cukup besar bagi diterimanya Islam di Jepang. Masyarakat Jepang dengan bebas dapat memeluk Islam sebagai agama. Lebih dari itu, kondisi masyarkat Jepang yang cukup toleran dan lebih mengutamakan akal dan logika memudahkan mereka menerima kebenaran Islam yang ajarannya memang tidak bertentangan dengan akal sehat. Karena berpikir logis itu pula, masyarakat Jepang tidak terpengaruh dengan isu terorisme yang menyudutkan Islam oleh pihak-pihak tertentu.

Untuk memantapkan nilai-nilai keislaman dan dakwah pada masyarakat Jepang, sejumlah kelompok Islam di Negeri Matahari Terbit ini mendirikan sejumlah organisasi keislaman, di antaranya adalah Japan Association of Middle East Studies (JAMES).

Secara aktif, JAMES menyelenggarakan kajian-kajian (dalam bentuk seminar ataupun diskusi) seputar Islam. Dari hasil pengkajian Islam yang intensif dilakukan di kampus-kampus terkenal di Jepang itu, lahirlah sarjana-sarjana Islam Jepang sekaliber Prof Sachiko Murata, pengarang buku The Tao of Islam yang terkenal itu. Prof Murata sendiri akhirnya memeluk Islam setelah belajar Islam di Fakultas Teologi University of Tokyo.


Minim fasilitas

Komunitas Islam di Jepang hingga kini masih menemui kendala berupa minimnya ketersediaan buku-buku dan literatur Islam, terutama dalam bahasa Jepang.Padahal, keberadaan buku-buku dan literatur mengenai Islam ini, menurut Muto, diperlukan sebagai modal dakwah Islam di Negara Matahari Terbit ini.

Karena itu, ia meminta semua yayasan Islam internasional, seperti Al-Azhar, Dewan Tinggi Urusan Islam Kairo, serta Rabithah al-Alam al-Islami, untuk menyediakan buku-buku yang menerangkan hakikat Islam dengan metode yang mudah dan sederhana dalam berbagai bahasa dunia.

Upaya menerjemahkan buku-buku dan literatur Islam di negeri Jepang sebenarnya sudah mulai dirintis oleh Japan Muslim Association (JMA). Organisasi Islam yang sudah berdiri sejak 1953 ini sekarang sangat giat melakukan penerjemahan dan menerbitkan kitab suci Alquran, hadis Nabi SAW, serta buku tentang cara shalat.

Hal ini merupakan sebuah kemajuan yang cukup signifikan mengingat beberapa tahun yang lalu untuk merekrut anggota saja masih sulit dilakukan oleh organisasi pertama yang menjadi afiliasi utama Muslim Jepang ini. Selain itu, juga ada Hokkaido Islamic Society (HIS) yang tujuan pendiriannya adalah untuk melayani kebutuhan orang-orang Muslim, terutama Muslim asing yang tinggal di Hokkaido.

Sebenarnya, tidak hanya masalah ketersedian buku dan literatur mengenai Islam, kesulitan lainnya yang dihadapi orang-orang Muslim Jepang adalah minimnya ketersediaan fasilitas pendidikan Islam bagi anak-anak serta makanan halal. Hal ini merupakan faktor-faktor tambahan yang menjadi penghalang bagi jalannya dakwah Islam di Jepang.


Dari Kisah Hidup Nabi hingga Misi Dagang

Tidak ada catatan yang jelas ataupun jejak sejarah mengenai kontak antara Islam dan masyarakat Jepang. Tak dapat dipastikan masuknya Islam ke Negeri Sakura ini. Sebuah catatan tak resmi menyebutkan, Islam masuk ke negeri ini melalui penyebaran ide dan pemikiran dari Barat sekitar tahun 1877. Ketika itu, sejarah hidup Rasulullah SAW diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Kisah dan sejarah hidup Muhammad ini menarik perhatian masyarakat, termasuk kalangan intelektual Jepang.

Hubungan lebih lanjut terjalin ketika Pemerintah Jepang menjalin aliansi perdagangan dengan Pemerintah Turki Ottoman. Ketika itu, Kesultanan Turki Ottoman mengirimkan utusan berupa armada angkatan lautnya ke Jepang pada tahun 1890. Tujuan dari misi diplomatik ini adalah untuk menjalin hubungan antara dua negara dan saling mengenal satu sama lain. Armada angkatan laut ini dinamakan Ertugrul. Armada ini kemudian terbalik dan kandas di tengah perjalanan pulangnya.

Dari 600 penumpang, hanya 69 orang yang selamat. Pemerintah atau rakyat Jepang bersama-sama berusaha menolong para penumpang yang selamat dan mengadakan upacara penghormatan bagi arwah penumpang yang meninggal dunia. Mereka yang selamat akhirnya dapat kembali ke negara mereka berkat sumbangan yang berhasil dikumpulkan dari seluruh rakyat Jepang. Peristiwa ini menjadi pencetus dikirimnya utusan Pemerintah Turki ke Jepang pada tahun 1891.

Hubungan yang sangat baik dengan Turki ini juga membawa kemenangan bagi Jepang dalam peperangan dengan Rusia yang dimulai pada tahun 1904. Pada saat armada kapal kekaisaran Rusia melintasi Laut Baltik, Turki memberitahukan hal tersebut kepada Jepang. Karena itu, Jepang meraih kemenangannya.

Mengacu kepada sejarah Jepang, Muslim Jepang pertama yang diketahui bernama Mitsutaro Takaoka yang memeluk Islam pada tahun 1909. Usai melakukan ibadah haji, Takaoka mengganti namanya menjadi Omar Yamaoka. Selain Yamaoka, Muslim pertama Jepang lainnya adalah Bumpachiro Ariga. Lewat perjalanan dagangnya ke India dan pertemuannya dengan komunitas Muslim di sana, ia pun menjadi seorang Muslim dan mengganti namanya menjadi Ahmad Ariga.

Sejumlah peneliti menyatakan, orang Jepang yang pertama kali masuk Islam bernama Torajiro Yamada. Yamada pernah mengunjungi negeri Turki sebagai bentuk rasa simpatinya atas kematian para personel armada angkatan laut Turki yang pernah mengunjungi Jepang. Yamada kemudian memeluk Islam dan berganti nama menjadi Abdul Khalil. Untuk menyempurnakan rukun Islamnya, Abdul Khalil pun menunaikan ibadah haji ke Makkah.

Beberapa waktu kemudian, penyebaran Islam dan perkembangannya di Jepang pertama kali terwujud melalui komunitas Muslim Asia Tengah. Saat itu, perang dunia pertama baru saja pecah dan banyak pendatang Muslim dari Turkmenistan, Uzbekistan, Tajikistan, Kurgystan, dan Kazakhstan yang menjadi pengungsi di Jepang.

Hanya beberapa saat setelah kedatangan mereka, banyak orang Jepang yang memeluk agama Islam. Mereka tertarik menjadi seorang Muslim setelah mereka melihat betapa mengesankan dan menariknya sikap yang ditampakkan oleh Muslim dari negara-negara pecahan Soviet ini. Komunitas ini pulalah yang mendirikan masjid pertama di Jepang, yaitu di Kobe, pada 1935. Menyusul periode perang dunia kedua, banyak hal yang dilakukan komunitas ini untuk menginformasikan Islam dan komunitas Muslim kepada orang Jepang, utamanya mereka yang bekerja sebagai tentara.

Inilah periode booming -nya Islam pertama kali di Jepang. Selama periode ini, Islam berkembang pesat melalui organisasi dan sejumlah penelitian. Disebutkan, selama periode ini, tak kurang dari 100 buku dan jurnal tentang Islam diterbitkan. Namun, usai perang dunia kedua, usai pulalah penyebaran Islam di negara ini.

Booming kedua Islam di Jepang kembali terjadi di tahun 1973 seiring terjadinya oil shock atau meroketnya harga minyak dunia. Negara-negara Arab selaku penghasil minyak dunia telah menarik minat perekonomian Jepang. Di sinilah mulai lagi persentuhan antara peradaban Jepang dan Islam yang menjadi agama mayoritas di negara-negara Arab. dia/berbagai sumber

Sumber: republika.co.id

Kun Faya Kun, Kalau Tuhan ada sudah sepatutnya ia memiliki sifat seperti itu

Aku berkata pada diriku sendiri “Demi Tuhan! kalau Tuhan itu memang ada, maka sudah sepatutnya ia memiliki sifat seperti itu!”.Aku besar di wilayah utara Belanda. Di sana jarang sekali ditemukan warga keturunan asing. Satu-satunya agama yang kuketahui sejak kecil adalah Kristen. Aku pun menganut agama tersebut meski tidak begitu meyakininya. Aku sudah ragu tentang konsep Trinitas sejak kecil.

Bagaimana mungkin Tuhan bisa berperan sebagai "Anak Tuhan' di saat yang bersamaan? Bagaimana mungkin Tuhan membiarkan Anak-Nya sendiri mati disalib oleh para pembangkang? Bagaimana mungkin Anak Tuhan bisa dibangkitkan kembali oleh Tuhan ke surga, padahal Anak Tuhan tersebut adalah Tuhan itu sendiri? Maka meski sejak kecil aku percaya bahwa Tuhan itu memang ada, tapi aku tidak meyakini kebenaran Kristen, satu-satunya agama yang kukenali saat itu.

Di saat usiaku 13 atau 14 tahun, ketika bersepeda ke sekolah, aku sempat merenung bahwa Tuhan memang ada tetapi tidak yang sebagaimana diajarkan dalam agama Kristen. Hingga berusia 19 tahun, aku percaya bahwa tidak ada agama yang turun langsung dari Tuhan, dan tiap manusia harus mencari-cari keberadaan dan hubungan dengan Tuhan secara sendiri-sendiri.

Namun itu semua berubah ketika kuputuskan untuk membaca terjemahan Alquran. Itu bukan untuk mencari-cari agama yang diturunkan Tuhan tetapi untuk mencari tahu apa-apa yang diyakini oleh jutaaan penganut agama Islam di dunia.

Aku mulai membaca Alquran dari awal surat, hingga kemudian suatu malam sampai pada surat Maryam, yang mana Allah berfirman tentang perkataan-perkataan yang diucapkan kaum Nasrani tentang-Nya dan Nabi Isa as. Allah menyatakan, “Kami Jadikan' dan terjadilah ia (kun faya kun).” Setelah membaca ayat tersebut, aku berkata kepada diri sendiri, “Demi Tuhan! kalau Tuhan itu memang ada, maka sudah sepatutnya ia memiliki sifat seperti itu!” Ia tidak memiliki anak, dan cukup bagi-Nya untuk menyatakan 'Terjadilah' maka terjadilah!'

Sejak itu aku yakin bahwa inilah agama yang benar. Aku mulai mengubah kebiasaanku sebelumnya seperti minum alkohol atau makan daging babi. Aku juga berusaha berpuasa pada Ramadhan. Semua kulakukan sendirian.

Pada usia 24 tahun, setahun setelah aku lulus kuliah, aku ke Belanda bagian selatan. Di sana banyak para pendatang Muslim baik dari Turki dan negara-negara lainnya. Di sinilah aku mencari tahu tentang Islam. Alhamdulillah aku bertemu dengan seorang imam masjid. Sayangnya ia kurang mahir berbahasa Belanda. Aku kemudian diperkenalkan dengan anaknya seorang aktivis dakwah. Dari anak imam masjid inilah aku mengenal Islam melalui jalan yang benar, dari thariqul iman (jalan menuju iman) hingga bagaimana Islam kaffah itu. Saat itulah aku masuk Islam.

Jelas langkahku ini membuat orangtuaku tidak suka. Namun mereka tidak sampai mengusirku karena mereka tetap menganggap aku sebagai anak yang harus tetap dicintai. Tapi aku sendiri agak sulit mencintai mereka karena kekafirannya.

Ketidakadilan Barat




Aku selalu hidup di dunia Barat. Aku juga tidak terlahir sebagai Muslim.

Aku melakukan semua hal yang biasa dilakukan oleh para remaja seusiaku yang kupikir akan membuatku senang. Tapi tetap saja tidak pernah merasa senang. Kini setelah menemukan jalan kebenaran, aku menyadari bahwa semua perilaku di masa lalu untuk mencari ketentraman itu adalah sebab kenapa aku tidak pernah merasa bahagia.

Di samping itu aku juga selalu merasakan betapa dunia ini dicengkeram oleh ketidakdilan. Aku ingat ketika berumur 8 atau 9 tahun menyaksikan berita tentang kebrutalan tentara zionis Israel terhadap dua anak Palestina. Aku sempat menangis melihatnya, kenapa ada manusia yang bisa melakukan hal tersebut kepada manusia lainnya.

Kemudian, ketika beranjak dewasa dan menjadi mahasiswa ekonomi, aku mulai membenci sistem ekonomi yang kupelajari, karena sistem tersebut tidak mengenal adanya belas kasihan. Aku selalu bepikir mengapa manusia harus selalu berjuang untuk bisa bertahan hidup? Kenapa manusia tidak bisa saling mengasihi dan menolong satu sama lainnya. Aku sempat melihat adanya sifat saling membantu dalam sistem sosialisme. Namun sejak keambrukannya, aku tidak yakin untuk bisa mendukung sistem sosialisme secara sepenuhnya. Maka aku tidak punya pilihan lain kecuali mengikuti sistem kapitalisme.

Namun sejak aku mendapatkan hidayah untuk menemukan Islam, aku kini tahu bahwa alternatif dari kapitalisme itu ada. Aku melihat ada masalah yang sama selama ini di dunia seperti penindasan, kemiskinan, dan monopoli kekayaan. Dulu aku pesimis apakah permasalahan tersebut akan bisa diselesaikan sehingga tidak terlalu banyak memusingkan. Tapi kini aku bisa berpikir lebih jernih. Ternyata banyak sekali yang bisa dilakukan dan yang harus dilakukan. Jadi, aku yakin bahwa Islam mampu menyelesaikan semua masalah di dunia sekarang. Dan aku pikir juga tidak sendirian.

Krisis kredit macet memang telah menghancurkan harapan umat Islam terhadap sistem Kapitalisme. Apabila kita bertanya kepada umat Islam hari ini, kita akan dapatkan tanggapan bahwa pada akhirnya hanya Islam yang menjadi harapan sebagai solusi. Artinya, kembalinya sistem Islam dalam bentuk negara sudah mulai tampak di horison. Pertanyaannya bukan lagi apakah negara Islam akan kembali hadir, namun kapan ia akan kembali terbentuk.

Sebagai seseorang yang mempelajari sistem ekonomi Islam dan ekonomi Kapitalisme, aku sangat berharap semakin cepat Islam kembali adalah semakin baik. Ketika itu terjadi maka akan terhenti semua macam penindasan terhadap manusia yang selama ini menguntungkan segelintir kelompok manusia yang lain. Lebih jauh lagi, pemiskinan masyarakat yang memperkaya kelompok yang lain juga akan berakhir. Hari itu adalah hari berakhirnya kegelapan dan terbitnya cahaya kehidupan di bawah tuntunan yang benar. Karena itu tantangan bagi umat Islam sekarang adalah bagaimana menjelaskan Islam itu dalam perspektif yang benar. (pendi, olahan wawancara/mediaumat.com)

http://www.fiqhislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=3733:idris-de-vries-kun-faya-kun-kalau-tuhan-ada-sudah-sepatutnya-ia-memiliki-sifat-seperti-itu&catid=66:mualaf&Itemid=364

Sabtu, 11 Agustus 2012

Angela Collins, Masuk Islam Beberapa Minggu Setelah Tragedi Black September

Dia Angela Collins, perempuan Amerika ini dibesarkan di tengah keluarga yang menganut Katolik, agama turun temurun keluarganya. Sejak usia muda, ia mengalami kebimbangan nengenai konsep trinitas, konsep utama dalam ajaran Katolik yang menurutnya konsep yang rumit dan sulit dipahami.

"Sepanjang hidup saya, saya mencari pemahaman, tapi begitu berkaitan dengan agama yang saya anut, saya betul-berul dibuat bingung, mengapa Tuhan berwujud manusia dan membiarkan dirinya mati untuk menebus dosa hanya untuk mereka yang percaya pada penyalibannya?," ujar Angela.

Berdiskusi dengan para Pastor dan agamawan tidak membuatnya menemukan jawaban yang ia cari selama ini. Atas ketidak puasannya dalam mencari kebenaran dan penjelasan dari pertanyaan-pertanyaannya, membuat ia mempunyai pemahaman sendiri yang lebih sederhana bahwa hanya meyakini ada satu Tuhan, Sang Pencipta. dan dia bukanlah manusia "Tak ada penjelasan lainnya yang lebih rasional dari itu," tukasnya.

Sehingga kemudian Perjalanan Angela dalam melakukan pencarian tentang Tuhannya, mengantarnya pada Islam.

Angela mengucapkan kalimat syahadat beberapa minggu setelah peristiwa serangan 11 September 2001, masa di mana Islam sedang menjadi sorotan banyak orang diseluruh dunia secara negatif, menjadi target kecurigaan bahkan kebencian karena propaganda dan pemberitaan media massa yang bias tentang Islam pascaperistiwa itu.

Sampai saat ini, Angela tetap teguh dengan keislaman yang dipilihnya. Ia bahkan sudah mengenakan busana muslimah lengkap dengan jilbabnya.

"Islam adalah agama yang datang untuk meluruskan kesalahan umat manusia yang telah mengubah wahyu Tuhan kepada Nabi-Nabi terdahulu atas dasar kepentingan mereka sendiri. Islam itu sederhana; Tuhan adalah Tuhan. Tuhan menciptakan manusia dan kita menyembah kepada Tuhan, hanya Tuhan semata. Tuhan mengutus para nabi, seperti Nabi Musa, Yesus (Nabi Isa), dan Nabi Muhammad untuk menyampaikan pesan-pesan-Nya pada manusia, sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia." sahut Anggela.

"Dalam Islam, Yesus cuma seorang nabi. Dan dia akan datang kembali ke dunia sebelum hari Kiamat. Islam menyatakan, bahwa seseorang tidak akan dianugerahkan surga hanya karena ia mengaku sebagai seorang muslim. Dan kita tidak bisa langsung masuk surga hanya karena percaya bahwa Tuhan itu satu. Kita masuk surga berdasarkan niat dan perilaku yang diajarkan Islam pada kita," papar Angela.

(ajaran agama Anggela terdahulu mengajarkan, bagi yang mengakui Yesus sebagai Tuhan dan mati di kayu salib , maka ia akan diselamatkan; "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan" Roma Pasal 10 : ayat 9 .

Ini yang tak dapat diterima oleh Anggela, Tuhan menjadi manusia dan mati demi menebus dosa manusia,?! =,padahal kita tahu bahwa Yesus seorang Nabi utusan Tuhan, bukan Tuhan itu sendiri. 'silahkan baca catatan-catatan sebelumnya'. =admin.)

Selanjutnya Ia berkata, "Sebagai seorang muslim, kita tahu bahwa apapun yang kita lakukan, yang pertama kali adalah dimulai dengan niat, kita harus mentransformasikan niat itu dengan ikhtiar untuk melaksaknakan apa yang telah diperintahkan oleh Islam.

Angela menambahkan, Quran adalah satu-satunya kitab suci yang isinya tidak pernah berubah, hanya untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Angela mengakui, setelah membaca semua surat dalam Al-Quran dan membuat catatan yang detil, ia makin yakin Quran adalah sebuah mahakarya yang berasal dari Sang Pencipta. "Saya tak ragu lagi bahwa 'penulis' kitab suci ini tahu banyak tentang saya daripada saya sendiri," ujar Angela.

"Allah telah membuka hati saya, Islam memberi saya petunjuk, dan sekarang saya hidup untuk mengikuti tuntunan yang saya yakini telah diberikan Sang Pencipta, agar saya hidup bahagia di dunia, dan atas seizin Allah, akan hidup bahagia di akhirat kelak," tuturnya.

sumber eramuslim

Dan ini salah satu videonya yang dapat kita ketemukan di youtube: from Catholic to Islam (Angela Collins)
www.youtube.com/watch?v=jvxDiOuJNt0

--------------------------------------------------------------------

رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ



."Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala,(Qs.40 Al Mu'min 7)

Perampok masuk Islam "Terekam CCTV" karena Kedermawanan Pemilik Toko

Cerita ini bukanlah rekaan, tapi kisah nyata dan terjadi di Amerika. Seorang pemilik toko yang sedang menjaga tokonya masuk dalam tajuk utama pemberitaan di berbagai media masa dan elektronik setelah pertemuan tidak terduga dengan seorang perampok yang bersenjatakan pemukul baseball masuk ke tokonya, dan uniknya dalam kejadian tersebut sang perampok kemudian akhirnya masuk Islam ditangan sipemilik toko tersebut.

Sohail, 47, kala itu tengah bersiap untuk menutup tokonya tepat pada tengah malam ketika tiba-tiba – "terlihat dalam kamera CCTV/pengawas" – ada seorang pria yang datang menghampirinya dengan membawa tongkat pemukul baseball dan meminta Sohail untuk menyerahkan sejumlah uang.

Tidak mau tunduk kepada penjahat tersebut, Sohail langsung meraih senapan shotgun yang diletakkan dibawah laci kasir tokonya. Merasa kalah dalam hal senjata, pria bertopeng tersebut langsung kehilangan nyali, seketika itu dia menjatuhkan tongkat pemukulnya ke tanah dan berlutut memohon ampun dengan air mata deras yang mengucur dari kedua kelopak matanya. Perampok tersebut mengatakan bahwa dia terpaksa merampok untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang tengah kelaparan.

"Tolong jangan panggil polisi, jangan tembak saya. Saya tidak punya uang, saya tidak punya makanan di rumah saya," tutur Sohail menirukan kata-kata perampok tersebut. "Dia menangis tersedu-sedu seperti seorang bayi kecil," tambah Sohail.

Tidak seperti kebanyakan warga kulit putih AS lainnya yang langsung memanggil polisi jika berada dalam situasi yang seperti itu, sang pemilik toko justru membuka dompetnya lalu mengulurkan uang tunai sebanyak $40 berikut sebungkus roti, namun dengan satu syarat, pria tersebut harus berhenti sama sekali tidak pernah lagi akan merampok.

seraya memberikan uang Suhail berkata," Pulanglah.,kembalilah kepada keluargamu!."

"terlihat saat menerima uang $40 tersebut, sang perampok tampak sangat terkesima." lanjut Suhail.

Perampok itu tertegun atas uang yang ia terima kemudian secara tidak terduga ia mengatakan kepada Suhail bahwa dia ingin menjadi seorang Muslim seperti Suhail.

Suhail dengan disertai rasa takjub kembali berkata, "Apakah kamu serius dengan ucapanmu itu?"

Sang perampok dengan yakin menjawab, " Ya. Saya ingin menjadi muslim sepertimu..!"

Sohail menuturkan bahwa dirinya kemudian meminta perampok tersebut untuk ikut mengucapkan dua kalimat syahadat seperti yang dia ucapkan, kemudian keadaan tersebut diakhiri dengan berjabatan tangannya sang perampok dan pemilik toko yang akan dirampoknya.. :-)

Kemudian Suhail berkata. "Tunggulah disini sebantar, saya akan ke belakang mencarikan sesuatu untuk anda mungkin terdapat susu di belakang yang juga bisa anda bawa pulang." Namun ketika Sohail kembali, sang perampok sudah meninggalkan toko.

Kisah tersebut adalah kisah nyata, semuanya dapat disaksikan disini :

http://www.youtube.com/watch?v=1TiR0MNhDNc (Man entered to a supermarket to steal & he became muslim)

Merupakan rekaman dari siaran televisi ternama "Fox News" yang melakukan wawancara dan menampilkan CCTV bersama Suhail sipemilik Toko. Dan yang tak terduga pula..ternyata, Sang Pembawa berita acara Televisi Fox News tersebut., juga seorang Muslim. :-) , Subhanallah...

Perkembangan Mualaf Jerman, "Semakin banyaknya yang memeluk Islam" !

Kai Luhr tampak paling beda. Kai yang bersujud diantara pria-pria lain bercambang yang mengenakan baju tunik putih saat menunduk ke arah Mekkah, terlihat bersih dengan wajah tercukur rapi. Ia mengenakan jins dan jaket abu-abu. Kai Luhr adalah seorang dokter praktek di Jerman. Ia beralih memeluk Islam bersama istrinya dua setengah tahun lalu. Sejak itu ia mengganti nama menjadi Kai Ali Rashid, sementara sang istri berganti menjadi Katrin Aisha Luhr.

Kedua pasangan itu sempat tampil dalam sebuah wawancara di televisi swasta 3sat. Dalam wawancara Katrin Luhr mengatakan sebelum mendapat kehormatan berupa hidayah memeluk Islam, ia merasa jiwanya kosong. Ia mengaku pergi ke gereja dari waktu ke waktu namun gagal menemukan jawaban yang ia cari. Kini ia menyatakan tak pernah menemukan kegembiraan seperti ini sebelumnya, juga jawaban terhadap pertanyaan di benaknya. Ia juga menikmati setiap perubahan bermanfaat yang ia rasakan setelah memeluk Islam.

“Saya menyesal tidak dari dulu mengenal Islam. Kalau saja orang Jerman mendapat informasi yang benar tentang Islam, mereka akan mudah masuk Islam,” kata Kai Lühr dalam pernyataannya di televisi. Mereka memutuskan masuk Islam setelah mempelajari al-Qur’an terjemahan dalam bahasa Jerman. Kini, keluarga Lühr telah menjadi Muslim yang taat.

Di kalangan masyarakat Jerman, kelompok yang berprofesi dokter seperti keluarga Lühr merupakan simbol kelas menengah. Mereka saat ini sedang menjadi sorotan publik. Bukan soal kekayaan atau tekanan politik mereka terhadap pemerintah. Tapi karena mereka sedang berbondong-bondong masuk Islam. Perkembangan Islam di Jerman saat ini boleh dibilang sedang memasuki sebuah babak baru. Keluarga Lühr adalah salah satu dari ribuan orang Jerman yang tiap tahun masuk Islam pada lima tahun terakhir ini.

Sebut saja beberapa orang misalnya Nils von Bergner, pengacara muda 36 tahun yang tinggal di kota Hamburg, telah menetapkan pilihannya untuk masuk Islam. Kini, Bergner tidak pernah absen menjalankan shalat lima waktu meskipun harus dengan menggelar sajadah di kantornya. Ada juga dari kalangan akademisi seperti Nina Mühe, ahli Etnologi dari Universitas Berlin. Juga Silvia Horch dosen Jurusan Sastra Jerman- Arab. Dan masih banyak lagi. Mereka semua telah berketetapan hati untuk masuk Islam.

Realitas sosial semakin banyaknya yang menjadi mualaf itu rupanya menarik perhatian kantor Menteri Dalam Negeri Pemerintah Federal Jerman. Akhirnya, kementerian meminta lembaga ‘Das Islam Archiv’ untuk melakukan penelitian terkait dengan fenomena ini. Hasilnya memang cukup mencengangkan. Menurut penelitian yang sempat dipublikasikan Harian Hamburger Abendblatt edisi 29 Januari 2007. Selama satu tahun saja, terhitung Juli 2005 sampai Juni 2006 misalnya, orang Jerman yang masuk Islam sekitar 4.000 orang. Angka ini semakin meningkat pada tahun berikutnya. Tidak lagi 4.000 tiap tahun, tapi menjadi sekitar 6.000 orang per tahun.

Bunuh dirinya seorang Pensiunan Pendeta

Perkembangan Islam yang pesat di jerman ini sempat menimbulkan ‘sikap frustasi’ seorang pensiunan pendeta di Jerman yang akhirnya bunuh diri. Sebagaimana yang diberitakan oleh Timesonline, Seorang pensiun pendeta, Roland Weisselberg, (73) berkomitmen bunuh diri dengan membakar dirinya atas protes penyebaran Islam dan ketidakmampuan Gereja Protestan untuk menahannya.

Roland Weisselberg, menuangkan sekaleng bensin di atas kepalanya dan membakar dirinya di lapangan biara Augustinus di timur kota Erfurt, dimana Martin Luther (sang pendiri protestan) menghabiskan enam tahun sebagai seorang biarawan pada awal abad ke-16.

Pihak keamanan Erfurt, Elfriede Begrich, memberitahukan kepada para wartawan bahwa janda Weisselberg mengatakan suaminya bunuh diri dia karena khawatir tentang penyebaran Islam dan sikap Gereja mengenai masalah ini.

(http://www.timesonline.co.uk/tol/news/world/europe/article623634.ece)

Dan saat ini Kaum Muslim di Jerman bernaung di salah satu lembaga Islam terbesar bernama Zentralrat Muslim Deutschlands (ZMD) atau Dewan Pusat Muslim Jerman. Selain memberikan layanan pembelajaran tentang Islam, ZMD juga rajin memberikan advokasi atas kejadian-kejadian yang dihadapi oleh Muslim di Jerman.

sumber, Hidayatullah
republika

http://www.timesonline.co.uk/tol/news/world/europe/article623634.ece (Priest burns himself to death over Islam)

Semula Sangat Benci Muslim, Kini Islam adalah Hidupnya !

Dia JR Farrell. Ayah Farrell --berdarah campuran Jerman dan Irlandia--seorang pekerja keras tapi juga pemabuk. Ia masih mengingat betul masa kecilnya, bagaimana kedua orang tuanya bertengkar gara-gara uang, situasi kehidupan dan perkara-perkara lain. Tak hilang pula dari kenangannya saat ia mesti hidup di rumah-rumah sosial di sisi selatan Chicago hampir tanpa apa pun untuk di makan.

Memasuki masa remaja, semua yang ada di sekitar Farrell mulai menggoda, teman wanita, minuman, klub malam, obat-obatan dan yang lain. "Tapi entah saya tak bisa, saya melarang diri saya untuk terlibat dalam semua tadi. Saya hanya merasa itu tidak benar." Kenangnya.

Salah satu adiknya ternyata adalah pengedar narkoba terbesar di Chicago. Hampir setiap hari ia membawa jenis obat-obatan ke rumah untuk dijual eceran di lingkungan sekitar. Begitu adiknya tak berada di rumah, Farrell membuang semua obat-obatan senilai 1000 dolar ke toilet dan mengguyurnya. Saat pulang dan mengetahui itu, adiknya, tutur Farrell, sangat bernafsu membunuhnya. "Ia mungkin akan membunuh saya bila memiliki kesempatan. Tentu saya dibela orangtua karena saya lebih tua dan saya dianggap harus mengajarinya untuk lebih baik.

Semua peristiwa dalam masa kecil hingga remaja membuat Farrell menyadari betapa rapuh kehidupan. "Saya tak ingin mati sebagai idiot, jadi saya mulai belajar apa pun dan semuanya." tutur Farrell.

Pada 1995, Farrell bertemu dengan seorang wanita pertama yang membuat ia jatuh cinta. Meski ia bisa saja memiliki kesempatan untuk berbuat apa pun dengan gadis tersebut, lagi-lagi ia melarang dirinya. "Saya tidak bisa, saya tak membolehkan diri saya untuk memiliki hubungan intim dengan seseorang yang tidak saya nikahi." ujarnya. Beberapa bulan setelah itu ia melamar kekasihnya. Mereka bertunangan tanpa sekalipun berhubungan seksual, sesuatu yang tidak biasa di kalangan barat.

Hadiah Paling Berharga

Pada 1997, tunangan Farrell memberinya Al Qur'an sebagai hadiah. "Sekedar memberitahu bagaimana dulu saya amat membenci Muslim, begitu ia memberi Al Qur'an kami bertengkar hebat dan kami putus hingga beberapa saat," kenang Farrell.

Akhirnya suatu malam ia mengambil kitab suci tersebut dan mulai membacanya. "Saya masih ingat betul saat itu, rumah begitu bersih, udara terasa enak dan nyaman, sorot lampu sungguh pas untuk membaca.

Ia membaca bagian awalan, tiga halaman pertama, dan, "Saya mulai menangis seperti bayi. Saya menangis dan menangis. Saya tak bisa menahan diri. Seketika saya tahu bahwa inilah yang saya cari selama lini. Saya seperti ingin memukuli diri sendiri karena tak segera menemukan sejak dulu," ujar Farrell.

Ia merasa hidupnya dibungkus sepenuhnya dalam halaman-halaman tadi. Farrell menjumpai seperti membaca jiwanya dalam Alqur'an. "Sungguh indah, tetapi juga membuat saya menyesali diri. Setelah itu saya kembali menjalin hubungan dengan tunangannya dan mendiskusikan banya hal secara dewasa," ujarnya. Tak lama setelah itu, Farrel dan tunangannya memeluk Islam dan beritikad untuk hidup sebagai Muslim.

Begitu orangtua Farrel mengetahui itu, pecahlah kemarahan mereka. "Ayah saya mengancam membunuh saya. Ia berkata, 'Kamu lahir Katholik, jadi tolong Tuhan, saya akan memastikan kamu mati sebagai Katholik,'". Reaksi ibu Farrell pun tidak jauh berbeda dengan ayahnya.

Ketika itu bertepatan itu Farrell berhasrat besar untuk kuliah. "Saya ingin menempuh pendidikan formal. Saya dapat pekerjaan dan membayar semua kebutuhan untuk melanjutkan pendidikan saya hingga ke perguruan tinggi," tuturnya.

Saat itu pula ia didepak keluar dari rumah dan Farrell pun tinggal di jalan selama 6 bulan. "Saya menyantap makanan dari tempat sampah, tidur di luar saat malam-malam terdingin, waktu itu tahun 1999," tutur Farrell.

Namun itu semua tak menyurutkan semangat Farrell. "Saya berjalan bermil-mil untuk bisa bersama Muslim. Saya dikejar keluar dari lingkungan tertentu oleh polisi hanya gara-gara masuk ke lingkungan kulit hitam demi mengikuti shalat Jumat. Saya dilempari batu, diludahi, dikasari. Saya hanya ingin bisa bersama Muslim lain,"

Hingga suatu hari ia bertemu seorang teman yang membantunya. Si teman berkata, bila Farrell bisa membangun sebuah masjid dalam toko knalpot milik temannya itu, maka ia bisa tinggal di sana hingga menemukan tempat lebih layak. Farrell pun setuju.

Toko tersebut memiliki ruang di tingkat dua, sekitar 186 meter persegi yang dipakai untuk gudang. Setiap hari Farrell menghabiskan waktu berjam-jam untuk membuang sampah dan memindahkan pasokan inventaris. Dalam satu bulan ia telah menyelesaikan setengah ruangan, membangun dinding, menambah jendela, memasang satu pintu, menggelar karpet, mengecat dan akhirnya selesai kemudian dibukalah masjid toko knalpot pertama di Kota Chicago. "Saya belajar pertukangan dari paman saya. Itu adalah pekerjaan penuh waktu saya yang pertama." tuturnya.

Sekitar 6 bulan berikut ia berhasil mendapat satu pekerjaan bagus dan pindah bersama dua teman ke apartemen baru. Tunangannya tak ada dalam adegan hidupnya kini. "Kami telah setuju untuk hidup sebagai Muslim, bukan seperti orang bodoh. justru saya lebih mencintai dia dari sebelumya, namun menjadi Muslim jauh lebih penting dari pada bersama seseorang dan kami belum menikah," ungkap Farrell. (Mmm, ini yg sudah mulai dilupakan oleh sebagian besar remaja dikita -admin-)

Pada 1999 ia menjadi Presiden Asosiasi Mahasiswa Muslim di kampusnya. Setiap hari ia menghadiri majelis taklim, ke seminar. Ia mulai memiliki seseorang yang menjadi tempat bertanya dan membangun hubungan dengan teman-teman Muslim lain.

Pergi Haji

Pada tahun 2000 Farrell melaksanakan ibadah Haji. Sebuah pengalaman yang tak pernah ia lupakan. Ia mengunjungi Madinah dan lingkungan di sekitarnya. "Satu hal yang saya sadari Haji adalah kebenaran tentang Tuhan dan sejarah Islam. Selama ini saya mungkin hanya bisa mengetahui dari buku mengenai tempat dan orang-orang, di sana saya melihat dengan mata sendiri keajaiban sejarah Islam. Saya seperti hidup dalam sejarah. Saya merasa Hadis-hadis menjadi hidup. Saya seperti menyaksikan sahabat di atas puncak bukit. Saya mencium bau perang Badar. Saya menghirup udara yang dulu juga dihirup Rasul," tutur Farrell.

Farrell selalu bermimpi bekerja di sektor bantuan yang meringankan dan menolong beban orang lain. Kini Farrell bekerja untuk Global Relief Fondation dan telah bergabung selama setahun.

republika,

Bila ada yang tertarik untuk mengetahui Farrel lebih jauh, dapat langsung dengan melihat videonya;

http://www.youtube.com/watch?v=j0SZHZ9T1Bg (How Jr Farrell came to IslamI 1/5 Irish German Italian and loving Islam)

Semula Melihat Islam Bukanlah Sebuah Agama

Dia bernama A Sen alias Ahmad Sugiarto. Ia memeluk Islam setelah melalui rentetan proses yang dialami sehingga menemukan jalan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dan Islam.

”Hanya ada satu Dzat yang mengatur alam semesta ini. Yakni Allah Subhanahu wa ta'ala,” papar A Sen kepada Republika, saat menghadiri syukuran 20 tahun Yayasan Haji Karim Oei, Ahad, (10/4).

Saat masih menganut agama lamanya, A Sen melihat Islam bukanlah sebuah agama. Karena waktu itu, menurut logika sederhana A Sen, kebanyakan agama yang dia tahu selalu menggunakan medium saat beribadah. Sementara ketika melihat umat Islam baik dalam keseharian ataupun melalui media massa, ia tidak melihat Islam menggunakan medium berupa patung atau simbol lain saat beribadah. “Semua yang di depan itu (medium patung dan simbol lainnya) disembah. Tapi Islam, saya pikir, "Apa yang disembah, tak ada. Maka ini bukan agama", demikian pandangan saya waktu belum mengenal Islam,” ungkap A Sen mengisahkan.

Pemikiran A Sen tentang Islam secara perlahan terbentuk melalui buku-buku Islam dan ilmu pengetahuan. A Sen yang kritis, bertanya-tanya soal bagaimana alam semesta ini terbangun.

Menurut pemahamannya, segala sesuatu tidak tercipta dengan sendirinya. Sebagai contoh saja, kata A Sen ;

bumi ini ada kehidupan lantaran keberadaan atmosfer. Dari atmosfer, air laut yang diserap matahari berubah menjadi awan lalu jadilah hujan membasahi bumi. Tanpa atmosfer, air laut bakalan kering, tidak akan ada kehidupan seperti yang terjadi di planet-planet lain. “Yang jadi pertanyaan, air itu tak pernah kering. Rupaya ada yang menahan yaitu atmosfer, lalu kenapa bisa begitu, jadi semua itu perputar, berarti ini ada yang mengatur. Saya saat itu cuma berpikir siapa yang mengatur? Waktu itu saya belum mengenal Allah, “ papar A Sen.

Alam, menjadi media A Sen merenung. Pertanyaan-pertanyaan kritis A Sen segera mengemuka. Misalnya saja, mengapa pohon cabai menghasilkan buah cabai yang pedas. Lalu mengapa tebu menghasilkan rasa manis. “Kok bisa begitu? Padahal sama-sama diberikan pupuk dan air yang sama. Tidak mungkin diberi gula atau bahan pecampur lain. Lalu rasa manis dan pedas itu dari mana??" (Insya Allah diakhir catatan kita akan coba ulas singkat mengenai ini, -admin-)

Lalu, Asen merujuk pada dirinya sendiri. Pertanyaan kritis kembali menyeruak. “Rambut bisa terus tumbuh panjang, sementara bulu mata tumbuh hingga pada batas tertentu. Lalu, kalau bulu mata tumbuh terus seperti rambut bisa repot manusia. Berarti ini sudah ada yang mengatur lagi,” kata dia.

Menurut A Sen, pertanyaan-pertanyaan kritis yang lahir dari pikirannya tanpa disadari merupakan ilham atau hidayah. Saat itu, A Sen memang belum mengetahui jawban-jawaban itu sebelum akhirnya membaca kitab suci Alquran. Berjumpalah A Sen dengan Alquran.

Dari Alquran, A Sen menemukan jawaban berupa dzat maha besar yang mengatur alam semesta ini yaitu Allah Subhanahu wa ta'ala. Dari Alquran pula, A Sen mengetahui bahwa apa-apa yang diciptakan manusia seperti asbak termasuk medium-medium seperti patung tidak bisa melihat penciptanya.

“Kita buat gelas, gelas itu tidak bisa melihat saya, begitu pula dengan saya yang diciptakan Yang Maha Kuasa, saya tidak bisa melihat pencipta saya. Tapi ada dzat maha kuasa yang menciptakan, suatu saat nanti akan memberikan kesempatan pada manusia untuk melihat dia,” kata A Sen.

Usai mendapatkan jawaban hakiki tersebut, pemikiran kritis A Sen segera mengerucut pada sebuah kesimpulan bahwa agama yang hanya diterima Allah Sibhanahu wa ta'ala hanyalah Islam. A Sen pun bingung. Sebab ia masih memeluk agama diluar Islam. “Ya, bagi saya, waktu itu, repot nih. Saya masih memeluk agama lain bukan Islam,” ungkap A Sen.

Berangkat dari kesimpulan itu, A Sen mulai belajar Islam secara sembunyi di kamarnya. Suatu ketika, saat A Sen membaca Alquran, dia mendapat ayat yang menyebutkan perintah kepada setiap Muslim untuk memeluk Islam secara kaffah. “Masuk Islamlah saya secara keseluruhan. Orang tua saya ngamuk bukan main,” kata dia.

A Sen yang memutuskan mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa dibimbing seorang ustadz, tanpa dihadiri Muslim lainnya. Di depan tembok kamarnya, ia berikrar menjadi Muslim.

Iapun menjelaskan pada keluarganya tentang keputusannya memeluk Islam. Ia mengatakan kepada kedua orang tua, kakak dan adiknya, bahwa agama yang selama ini ia dan keluarganya peluk bukanlah agama. Yang harusnya disembah, adalah pencipta matahari, bulan, dan bintang. Bukan hasil ciptaannya yang disembah. Langkahnya memeluk Islam diikuti sang adik. Alhamdulillah

Namun, ia masih menyembunyikan keislamannya. Baru pada tahun 1996, dibimbing Ketua Umum PITI DKI Jakarta, Syarif Tanudjaja, ia mengucapkan dua kalimat syahadat kembali di masjid Lautze. Fondasi keimanan yang dibangun sedari awal kian sempurna ketika ia memperdalamnya di Masjid Lautze.

Di saat itulah, konsekuensi memutuskan menjadi Muslim mulai bermunculan. Sindiran, ejekan dan sentimen terhadap dirinya berdatangan silih berganti baik dalam lingkup lingkungan sekitar rumahnya dan pekerjaan. Meski begitu, keyakinannya terhadap Islam tidak tergoyahkan. Bahkan kian memantapkan hati dan pikirannya atas jalan yang ia pilih.

“Setelah masuk Islam, masya Allah, luar biasa. Allah memberikan hadiah kepada saya yang tidak kepalang tanggung," katanya.

Menurut A Sen, Islam memang diakui sulit untuk dipelajari tapi menjamin kebenaran hakiki. Sementara agama lain, kata dia, mudah dipelajari tapi hanyalah membawa pada kerugian. “Mau yang berat tapi benar atau mau yang mudah tapi salah. Kalau saya tentu memilih yang berat tapi benar. Disini, kehidupan manusia tidak berhenti di dunia, tapi ada kehidupan akhirat. Maka saya memilih Islam. Mendingan yang berat tapi menjamin saya kebenaran. Susah-susah dahulu tidak apa-apa, yang penting bahagia kemudian,” katanya.

republika

Kisah Mualaf Rusia Mendapat Hidayah Islam

Namaku E. Vekilov, 28 tahun dari Rusia. Aku masuk Islam pada tahun 1998, tepatnya setahun setelah aku menyelesaikan sekolah kedokteranku dengan spesifikasi bedah. Sekarang ini aku tengah menyelesaikan program pasca sarjana dan lagi mempersiapkan thesis gelar masterku. Langkahku menerima Islam sedikit tidak lazim di kalangan masyarakat Rusia modern. Karena sudah kadung berkembang luas di Rusia, adanya anggapan bahwa kebanyakan muslim itu tidak berpendidikan dan terbelakang.

Bagiku justru, ilmu pengetahuanlah yang membantuku menentukan pilihanku ini: sedikit lebih tahu tentang aneka ragam struktur anatomi makhluk hidup benar-benar menunjukkan kebesaran Sang Pencipta. Dengan seringnya melihat berbagai penyakit dan penderitaan orang lain membuatku makin memaknai arti hidup ini. Dan aku semakin diyakinkan dengan adanya takdir Tuhan pada seseorang bahwa sepintar apapun dia, sekaya apapun dia dan sekeras apapun usahanya tetap tidak mampu melawan takdir yang telah Tuhan tetapkan padanya.

Lantas, darimana kuperoleh gagasan tentang Sang Pencipta ini? Sedangkan aku hidup di lingkungan yang kebanyakan orang-orangnya berfaham atheis ini. Aku sendiri, dibesarkan dalam keluarga yang notabene tidak beragama, kedua orangtuaku dan nenekku tidak beragama. Sejak kecil aku tidak mendapat pendidikan tentang agama akan tetapi samar-samar aku ingat dulu pernah merasa bahwa Dia dzat yang Maha Besar yang menciptakan alam semesta ini.

Ketika remaja, aku banyak membaca literature tentang agama, tetapi yang ada di Rusia kebanyakan tentang faham atheis saja dan aku tidak menemukan hal yang bisa menarik perhatianku. Kemudian, di awal tahun 90 an, aku memiliki Injil Perjanjian Baru. Setelah mempelajarinya, aku malah makin tidak mengerti. Aku tidak mengerti, bagaimana kedudukan Yesus sebenarnya, bagaimana ia bisa jadi manusia dan jadi Tuhan sekaligus, bagaimana Tuhan bisa mempunyai anak, mengapa harus ada trinitas dan mengapa Yesus menanggung semua dosa manusia.

Aku telah menanyakannya pada pendeta, tetapi ia terus saja menjawab bahwa Injil itu mutlak diyakini kebenarannya bukannya ditelusuri masuk akal tidaknya seperti buku-buku biasa lainnya. Dan bagaimana gereja bisa menentukan mana yang sacral dan mana yang tidak. Karena antara gereja satu dengan lainnya kadang berbeda. Hal lain yang mengganjalku adalah pengikut gereja memerlukan perantara untuk berdoa kepada Tuhan, tidak bisa tidak, menurut para pendeta. Belum lagi hal-hal tentang Yesus sang Penebus Dosa, sakramen, tokoh atau orang-orang suci dan imejnya dan pelayanan gereja yang rumit lainnya. Benar-benar tidak mudah untuk dipahami. Aku memilih untuk tidak bergabung dengan hal-hal seruwet itu.

Kenudian, aku berupaya hidup mengikuti arus yang ada. Menjalani rutinitas seperti biasanya meskipun kekosongan jiwa terus menderaku. Ternyata lama kelamaan aku makin merasa makin kehilangan arah dan makin tersesat saja. Dan tanpa kusangka-sangka, di musim semi tahun 1998, aku bertemu salah seorang kolegaku. Seorang ahli bedah juga yang telah bekerja selama 12 tahun di Mauritania (barat laut Afrika) dan dalam rangka pulang kampong sebentar ke Rusia. Ternyata di sana ia telah masuk Islam. Karena sering berkomunikasi dengannya secara intens, aku sedikit demi sedikit mulai mengenal Islam. Bahkan kemudian, ia secara khusus mencarikanku literature-literatur tentang Islam dalam bahasa Rusia, menerangkannya padaku, membacakan Al Qur’an dan menerjemahkannya juga.

Selain itu, ternyata ia juga mahir berbahasa Arab. Dengan merendah, ia mengatakan di sela-sela kesibukannya sebagai dokter, tanpa kenal lelah ia terus belajar bahasa Arab. Meskipun awalnya sulit sekali. Walaupun kami hanya bertemu dalam waktu yang tidak terlalu lama, apa yang disampaikannya padaku sungguh sangat mengena di hatiku. Aku merasa inilah jalan hidup yang benar. Tanpa perlu membuang-buang waktu lagi, aku mengutarakan keinginanku masuk Islam.

Di suatu hari yang cerah, kami ditemani rekannya yang bernama Halid, datang ke mesjid di pusat kota. Di depan seorang imam dan beberapa muslim lainnya, aku mengucapkan dua kalimat syahadat. Sejak saat itulah, hidupku benar-benar berubah. Berubah dalam arti yang baik. Dalam pencarianku yang panjang, akhirnya aku menemukan Islam yang di dalamnya aku bisa menemukan ketenangan pikiran dan jiwa. Ini benar-benar karunia yang besar dari Allah subhanahu wa ta’ala. Ada hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Bahwa setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya yaitu Islam, orang tuanyalah yang membuatnya jadi Kriten, Yahudi ataupun Majusi.”

Seiring dengan proses belajar menjadi seorang muslim yang baik, maka kehidupan pribadi ku juga makin membaik. Hal ini turut membawa pengaruh baik dalam lingkungan kerja dan lingkungan keluargaku. Banyak yang terheran-heran dengan perubahanku ini. Seorang pria muda yang bekerja di bidang dimana atmosfirnya dipenuhi daya tarik materialistis, di samping erat terlibat dengan sains, kok tiba-tiba menjadi seorang muslim. Sering ke masjid dan menghadiri majelis taklim, tidak makan daging babi, berjenggot dan melaksanakan shalat.

Jika seseorang hanya diberi dua pillihan: masuk Kristen atau masuk Islam. Orang yang berakal sehat tidak akan ragu-ragu dengan pilihannya, dan akan lebih memilih Islam dengan ajarannya yang meyakini hanya ada satu Tuhan saja, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai Nabi dan Rasul-Nya ketimbang Kristen dengan keruwetan theologinya.

Yang pasti, tidak semua yang ada di sekitarku memahami dan mendukung pilihanku ini. Ada yang mengataiku gila dan pengkhianat Russia. Ada juga yang menjulukiku ‘Wahhabi’ dan itu mungkin hanya karena aku sekarang berjenggot.

Dibanding dengan pendahuluku sesama orang Rusia, Lev Tolstoy, liku-liku yang kujalani setelah memeluk Islam takkan ada apa-apanya. Tak banyak yang tau memang, kalo Lev Tolstoy, cendekiawan dan penulis terkenal dari Rusia yang banyak berkontribusi dalam karya sastra dan sejarah Rusia ternyata sudah memeluk Islam. Sejak tahun 1870 an, ia lebih berkonsentrasi pada hal-hal seputar kematian, dosa, hukuman dan perbaikan moral dalam karya-karyanya. Cara berpikirnya seperti itu dianggap sangat tidak lazim oleh masyarakat Rusia saat itu. Sehingga ia dikucilkan dan dianggap sebagai orang terkutuk. Kerabat dan teman-teman dekatnya semua menjauh. Tokoh liberal menganggapnya gila. Tokoh revolusioner dan radikal menganggapnya penuh mistis. Pemerintah menganggapnya pemberontak yang berbahaya. Pihak gereja menganggapnya sebagai pengikut aliran setan terlaknat. Ia akui semua itu berat baginya, akan tetapi predikat muslim yang tertanam dalam hatinya cukup sebagai pelipur lara. Ia berkata,

“Cukup lihat aku sebagai seorang muslim yang baik dan yang hanya bertuhankan Allah subhanahu wa ta’ala dan Muhammad adalah utusan-Nya, maka semua akan baik-baik saja.”

Seperti yang kita tahu ada hadits yang mengatakan bahwa dunia ini adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir. Biarkan saja orang lain menertawakanmu sekarang itu lebih baik daripada cemoohan syaitan padamu di hari Pembalasan kelak, karena telah berhasil memperdayaimu. Semoga kisahku ini bermanfaat dan semua yang benar datangnya dari Allah.

Sumber: howtoconvert.com

(Majalah El Fata Edisi 06 volume 11 – 2011)
http://bloghidayah.wordpress.com/2012/02/18/kisah-mualaf-rusia-mendapat-hidayah-islam/

Rabu, 01 Agustus 2012

Tunggu Aku di Surga

Christina adalah sosok wanita Katolik taat. Setiap malam, ia beserta keluarganya rutin berdoa bersama. Bahkan, saking taatnya, saat Christina dilamar Martono, kekasihnya yang beragama Islam, dengan tegas ia mengatakan “Saya lebih mencintai Yesus Kristus dari pada manusia!” Ketegasan prinsip Katolik yang dipegang wanita itu menggoyahkan Iman Martono yang muslim, namun jarang melakukan ibadah sebagaimana layaknya orang beragama Islam. Martono pun masuk Katolik, sekedar untuk bisa menikahi Christina. Tepat tanggal 17 Oktober 1982, mereka melaksanakan pernikahan di Gereja Ignatius, Magelang, Jawa Tengah.Usai menikah, lalu menyelesaikan kuliahnya di Jogjakarta, Christina beserta sang suami berangkat ke Bandung, kemudian menetap di salah satu kompleks perumahan di wilayah Timur kota kembang. Kebahagiaan terasa lengkap menghiasi kehidupan keluarga ini dengan kehadiran tiga makhluk kecil buah hati mereka, yakni: Adi, Icha dan Rio.Di lingkungan barunya, Christina terlibat aktif sebagai jemaat Gereja Suryalaya, Buah Batu, Bandung. Demikan pula Martono, sang suami. Selain juga aktif di Gereja, Martono saat itu menduduki jabatan penting, sebagai kepala Divisi sebuah PT di Cisanggarung, Bandung. Karena Ketaatan mereka memegang iman Katolik, pasangan ini bersama beberapa sahabat se-iman, sengaja mengumpulkan dana dari tetangga sekitar yang beragama Katolik. Mereka pun berhasil membeli sebuah rumah yang ‘disulap’ menjadi tempat ibadah. Uniknya, meski sudah menjadi pemeluk ajaran Katolik, Martono tak melupakan kedua orangtuanya yang beragama Islam. Sebagai manifestasi bakti dan cinta pasangan ini, mereka memberangkatkan ayahanda dan ibundanya Martono ke Mekkah, untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.Hidup harmonis dan berkecukupan mewarnai sekian waktu hari-hari keluarga ini. Sampai satu ketika, kegelisahan menggoncang keduanya. Syahdan, saat itu, Rio, si bungsu yang sangat mereka sayangi jatuh sakit. Panas suhu badan yang tak kunjung reda, membuat mereka segera melarikan Rio ke salah satu rumah sakit Kristen terkenal di wilayah utara Bandung.Di rumah sakit, usai dilakukan diagnosa, dokter yang menangani saat itu mengatakan bahwa Rio mengalami kelelahan. Akan tetapi Christina masih saja gelisah dan takut dengan kondisi anak kesayangannya yang tak kunjung membaik.Saat dipindahkan ke ruangan ICU, Rio, yang masih terkulai lemah, meminta Martono, sang ayah, untuk memanggil ibundanya yang tengah berada di luar ruangan. Martono pun keluar ruangan untuk memberitahu Christina ihwal permintaan putra bungsunya itu.Namun, Christina tak mau masuk ke dalam. Ia hanya mengatakan pada Martono, ”Saya sudah tahu.” Itu saja. Martono heran. Ia pun kembali masuk ke ruangan dengan rasa penasaran yang masih menggelayut dalam benak. Di dalam, Rio berucap, “Tapi udahlah, Papah aja, tidak apa-apa. Pah hidup ini hanya 1 centi. Di sana nggak ada batasnya.”Sontak, rasa takjub menyergap Martono. Ucapan bocah mungil buah hatinya yang tengah terbaring lemah itu sungguh mengejutkan. Nasehat kebaikan keluar dari mulutnya seperti orang dewasa yang mengerti agama. Hingga sore menjelang, Rio kembali berujar, “Pah, Rio mau pulang!” “Ya, kalau sudah sembuh nanti, kamu boleh pulang sama Papa dan Mama,” jawab Martono. “Ngga, saya mau pulang sekarang. Papah, Mamah, Rio tunggu di pintu surga!” begitu, ucap Rio, setengah memaksa.Belum hilang keterkejutan Martono, tiba-tiba ia mendengar bisikan yang meminta dia untuk membimbing membacakan syahadat kepada anaknya. Ia kaget dan bingung. Tapi perlahan Rio dituntun sang ayah, Martono, membaca syahadat, hingga kedua mata anak bungsunya itu berlinang. Martono hafal syahadat, karena sebelumnya adalah seorang Muslim.Tak lama setelah itu bisikan kedua terdengar, bahwa setelah Adzan maghrib Rio akan dipanggil sang Pencipta. Meski tambah terkejut, mendengar bisikan itu, Martono pasrah. Benar saja, 27 Juli 1999, persis saat sayup-sayup Adzan maghrib, berkumandang Rio menghembuskan nafas terakhirnya.Tiba jenazah Rio di rumah duka, peristiwa aneh lagi-lagi terjadi. Christina yang masih sedih waktu itu seakan melihat Rio menghampirinya dan berkata, “Mah saya tidak mau pakai baju jas mau minta dibalut kain putih aja.” Saran dari seorang pelayat Muslim, bahwa itu adalah pertanda Rio ingin dishalatkan sebagaimana seorang Muslim yang baru meninggal. Setelah melalui diskusi dan perdebatan diantara keluarga, jenazah Rio kemudian dibalut pakaian, celana dan sepatu yang serba putih kemudian dishalatkan. Namun, karena banyak pendapat dari keluarga yang tetap harus dimakamkan secara Katolik, jenazah Rio pun akhirnya dimakamkan di Kerkov. Sebuah tempat pemakaman khusus Katolik, di Cimahi, Bandung.Sepeninggal Rio ...Sepeninggal anaknya, Christina sering berdiam diri. Satu hari, ia mendengar bisikan ghaib tentang rumah dan mobil. Bisikan itu berucap, “Rumah adalah rumah Tuhan dan mobil adalah kendaraan menuju Tuhan.” Pada saat itu juga Christina langsung teringat ucapan mendiang Rio semasa TK dulu, ”Mah, Mbok Atik nanti mau saya belikan rumah dan mobil!” Mbok Atik adalah seorang muslimah yang bertugas merawat Rio di rumah. Saat itu Christina menimpali celoteh si bungsu sambil tersenyum, “Kok Mamah ga dikasih?” “Mamah kan nanti punya sendiri” jawab Rio, singkat. Entah mengapa, setelah mendengar bisikan itu, Christina meminta suaminya untuk mengecek ongkos haji waktu itu. Setelah dicek, dana yang dibutuhkan Rp. 17.850.000. Dan yang lebih mengherankan, ketika uang duka dibuka, ternyata jumlah totalnya persis senilai Rp 17.850.000, tidak lebih atau kurang sesenpun. Hal ini diartikan Christina sebagai amanat dari Rio untuk menghajikan Mbok Atik, wanita yang sehari-hari merawat Rio di rumah.Singkat cerita, di tanah suci, Mekkah, Mbok Atik menghubungi Christina via telepon. Sambil menangis ia menceritakan bahwa di Mekkah ia bertemu Rio. Si bungsu yang baru saja meninggalkan alam dunia itu berpesan, “Kepergian Rio tak usah terlalu dipikirkan. Rio sangat bahagia disini. Kalo Mama kangen, berdoa saja.”Namun, pesan itu tak lantas membuat sang Ibunda tenang. Bahkan Christina mengalami depresi cukup berat, hingga harus mendapatkan bimbingan dari seorang Psikolog selama 6 bulan.Satu malam saat tertidur, Christina dibangunkan oleh suara pria yang berkata, “Buka Alquran surat Yunus!”. Namun, setelah mencari tahu tentang surat Yunus, tak ada seorang pun temannya yang beragama Islam mengerti kandungan makna di dalamnya. Bahkan setelah mendapatkan Alquran dari sepupunya, dan membacanya berulang- ulang pun, Christina tetap tak mendapat jawaban.“Mau Tuhan apa sih?!” protesnya setengah berteriak, sembari menangis tersungkur ke lantai. Dinginnya lantai membuat hatinya berangsur tenang, dan spontan berucap “Astaghfirullah.” Tak lama kemudian, akhirnya Christina menemukan jawabannya sendiri di surat Yunus ayat 49: “Katakan tiap-tiap umat mempunyai ajal. Jika datang ajal, maka mereka tidak dapat mengundurkannya dan tidak (pula) mendahulukannya”. Beberapa kejadian aneh yang dialami sepeninggal Rio, membuat Christina berusaha mempelajari Islam lewat beberapa buku. Hingga akhirnya wanita penganut Katolik taat ini berkata, “Ya Allah terimalah saya sebagai orang Islam, saya tidak mau di-Islamkan oleh orang lain!”. Setelah memeluk Islam, Christina secara sembunyi-sembunyi melakukan shalat. Sementara itu, Martono, suaminya, masih rajin pergi ke gereja. Setiap kali diajak ke gereja Christina selalu menolak dengan berbagai alasan. Sampai suatu malam, Martono terbangun karena mendengar isak tangis seorang perempuan. Ketika berusaha mencari sumber suara, betapa kagetnya Martono saat melihat istri tercintanya, Christina tengah bersujud dengan menggunakan jaket, celana panjang dan syal yang menutupi aurat tubuhnya.“Lho kok Mamah shalat,” tanya Martono. “Maafkan saya, Pah. Saya duluan, Papah saya tinggalkan,” jawab Christina lirih. Ia pasrah akan segala resiko yang harus ditanggung, bahkan perceraian sekalipun.Martono pun Akhirnya Kembali ke Islam ...Sejak keputusan sang istri memeluk Islam, Martono seperti berada di persimpangan. Satu hari, 17 Agustus 2000, Christina mengantar Adi, putra pertamanya untuk mengikuti lomba Adzan yang diadakan panitia Agustus-an di lingkungan tempat mereka tinggal.Adi sendiri tiba-tiba tertarik untuk mengikuti lomba Adzan beberapa hari sebelumnya, meski ia masih Katolik dan berstatus sebagai pelajar di SMA Santa Maria, Bandung. Martono sebetulnya juga diajak ke arena perlombaan, namun menolak dengan alasan harus mengikuti upacara di kantor.Di tempat lomba yang diikuti 33 peserta itu, Gangsa Raharjo, Psikolog Christina, berpesan kepada Adi, “Niatkan suara adzan bukan hanya untuk orang yang ada di sekitarmu, tetapi niatkan untuk semesta alam!” ujarnya. Hasilnya, suara Adzan Adi yang lepas nan merdu, mengalun syahdu, mengundang keheningan dan kekhusyukan siapapun yang mendengar. Hingga bulir-bulir air mata pun mengalir tak terbendung, basahi pipi sang Ibunda tercinta yang larut dalam haru dan bahagia. Tak pelak, panitia pun menobatkan Adi sebagai juara pertama, menyisihkan 33 peserta lainnya.Usai lomba Christina dan Adi bersegera pulang. Tiba di rumah, kejutan lain tengah menanti mereka. Saat baru saja membuka pintu kamar, Christina terkejut melihat Martono, sang suami, tengah melaksanakan shalat. Ia pun spontan terkulai lemah di hadapan suaminya itu. Selesai shalat, Martono langsung meraih sang istri dan mendekapnya erat. Sambil berderai air mata, ia berucap lirih, “Mah, sekarang Papah sudah masuk Islam.”Mengetahui hal itu, Adi dan Icha, putra-putri mereka pun mengikuti jejak ayah dan ibunya, memeluk Islam. Perjalanan panjang yang sungguh mengharu biru. Keluarga ini pun akhirnya memulai babak baru sebagai penganut Muslim yang taat. Hingga kini, esok, dan sampai akhir zaman. Insya Allah. Subhanallah, begitu indah cara Allah membukakan pintu hidayah bagi mahlukNya yang ia kehendaki. Sungguh tak ada yang lebih mulia dan berharga didunia ini kecuali KEIMANAN. subhanallah.

http://petualang-82.blogspot.com/2012/07/tunggu-aku-di-surga-kisah-keluarga.html

Ternyata Tuhan Itu Ada

Namaku Risma, aku dilahirkan lima puluh dua tahun lalu dari keluarga yang mengaku beragama. Sayangnya, sampai aku berumur dua puluh empat tahun tak pernah sekalipun aku mendapati papa, mama, serta kedua kakakku melakukan ajaran agama yang kami peluk.

Jujur saja, sebenarnya aku tak begitu menghiraukan dengan semua itu, toh masih banyak orang bahkan keluarga yang melakukan hal serupa dengan keluargaku. Aku yakin itu, karena kebanyakan keluarga dari teman-temanku juga begitu. Jadi, wajar kan kalau aku merasa biasa saja dengan fenomena yang ada pada keluargaku.

Sayangnya, kata biasa itu kemudian menjebakku dalam rasa pencarian siapa yang bisa menolongku saat dalam kondisi terpuruk. Saat itu, usiaku tiga puluh satu tahun. Di tengah kesibukan merawat anak, aku merasakan kegalauan yang luar biasa. Beragam cara kulakukan seperti mencurahkan hati pada sahabat, suami, bahkan psikiater, namun usaha mengusir kegalauanku tak kunjung berhasil.

Kubiarkan aku dalam kondisi demikian selama hampir dalam kurun waktu tiga tahun. Dalam kurun waktu tersebut aku seperti kehilangan arah, tak tentu tujuan. Hingga akhirnya aku menemukan pengalaman yang mampu mengubah hidupku hingga kini.

Berawal dari ketidaksengajaan saat aku membeli bakso pedagang keliling yang ada di dekat rumah. Saat itu, dengan membawa mangkok, aku berniat untuk membeli bakso untuk kunikmati sendiri. Anakku sedang sekolah, suamiku sedang bekerja, jadilah aku sendirian di rumah bersama PRT.

Dengan tidak sabar sambil ngomel-ngomel, aku mencaci penjual bakso yang tak kunjung tampak batang hidungnya, meninggalkan gerobak bakso yang ada di depan musholla. Ada sekitar sepuluh menit aku menunggunya. Meski kurasa lama, tapi karena aku sedang ingin makan bakso, kusabar-sabarkan hatiku.

Saat penjual baksonya tampak, dia keluar dari arah musholla dengan langkah tergopoh-gopoh. Sembari memakai topi usangnya, aku ngomel-ngomel padanya karena telah membuatku menunggu. Bukannya ikut tersulut, penjual bakso yang kira-kira berumur lima puluhan itu malah menjawab dengan perkataan yang membuatku seketika tak nafsu makan.

"Maaf, Bu. Saya hanya tidak mau melupakan yang memberikan saya hidup dan memberikan rezeki pada keluarga saya. Apa yang saya lakukan barusan juga belum tentu diterima oleh-Nya. Saya hanya ingin menjadi hamba yang taat."

Saat itu, seketika lututku bergetar hebat. Aku merasakan gebrakan yang begitu kuat dalam hati. Entah mengapa saat itu juga aku berjanji untuk mengenal Tuhan yang telah memberikanku hidup, rezeki, keluarga yang harmonis, dan banyak hal. Pikiran yang selama ini bergaung di telingaku bahwa Tuhan tidak ada segera sirnah saat itu juga berganti dengan pikiran bahwa Tuhan itu ada. Dia yang menciptakan segala kehidupan di muka bumi ini.

Kini, hingga usiaku mencapai lima puluh dua tahun, aku masih dan semoga tetap mempercayai bahwa Tuhan itu ada. Seluruh turunanku juga kudidik agar mengerti agama secara mendalam. Tahun 2010 lalu, aku menunaikan haji yang kedua bersama dengan keluarga besarku. Berkali-kali kuucap istighfar di sepanjang hidupku, semoga Tuhan menerima taubatku selama tiga puluh empat tahun lalu itu. Amin.