Rabu, 09 September 2009

Apakah Yesus datang untuk menebus dosa-dosa manusia ?

Nama saya Antonius Sina Kumanireng, kerap disapa Anton Sina. Saya anak kedua dari lima bersaudara yang lahir di tengah-tengah keluarga penganut Kristen Katolik yang masih sangat ketat mengamalkan ajaran agama. Ayah saya, Kumanireng, salah seorang pastor sekaligus anggota DPRD Tk. II Kab. Ende, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tempat kelahiran saya mayoritas penduduknya beragama Kristen, termasuk seluruh keluarga saya.

Sejak kecil, saya telah dipersiapkan menjadi calon pendeta yang diharapkan menjadi penyebar agama di kampung halaman. Karena itu, saya pun sejak kecil bekerja sebagai tukang pukul lonceng gereja. Meskipun ayah saya terbilang penganut Kristen yang ketat, namun sejak kecil saya sering memberontak terhadap keluarga dan para pastor.

Saya kerap melemparkan pertanyaan kepada para pendeta, meskipun mereka sering memberikan jawaban yang tidak memuaskan. Dan kekecewaan itu, saya terus mencari kebenaran lewat gereja. Suatu ketika saya ikut kebaktian di gereja. Tba-tiba hati saya yang gundah menjadi tenang. Tapi, ketika keluar dari gereja hati saya kembali bimbang dan kacau. Bahkan, menyebabkan saya bertengkar dengan saudara saya di rumah. Maklum, keluarga saya termasuk keluarga yang kacau.

Saya sendiri tak paham betul, apa sesungguhnya yang menyebabkan keluarga saya berantakan. Padahal, tiap hari keluar-masuk gereja. Saya sendiri bahkan terlibat minum-minuman keras. Hati saya terus bertambah kacau. Akhirnya, saya mencari kebenaran di luar rumah.

Suatu ketika, saya ditawari pastor untuk belajar ke Roma, Italia, atas beasiswa dari Belanda. Saya menolak tawaran itu dengan alasan ingin belajar di negeri sendiri. Saya terus mencari kebenaran karena keluarga saya telah berantakan. Saya membuka Alkitab Injil, lalu saya temukan Matius 26:20-25 yang berbunyi, "Yesus datang untuk menebus dosa-dosa manusia."

Saya terus membaca dan mengkaji, kesimpulan saya bahwa Yesus sendiri tak mau mati menebus dosa manusia. Sementara itu, saya terus mengkaji ayat-ayat Injil yang selalu menimbulkan pertentangan antara ayat satu dan lainnya. Berkat ketekunan mempelajari sejarah dan pergaulan saya dengan teman teman muslim serta setiap akan memakan babi saya muntah, maka saya bertambah yakin untuk tidak makan daging babi.
Masuk Islam

Semua itu rupanya petunjuk langsung dan Allah agar saya segera kembali ke agama yang sejati. Saya masuk Islam, dan kemudian saya ganti nama menjadi Abdul Salam. Semua keluarga termasuk ayah tak setuju, bahkan menjauhi saya.

Saya terus belajar tentang Islam. Saya pun mempelajari tasawuf. Akhirya, cita-cita saya terwujud mempelajari tasawuf setelah saya masuk Perguruan Isbatulyah yang mengajarkan kepada saya soal syariat dan makrifat Islam. Orang yang paling berjasa terhadap diri saya dalam mempelajari Islam adalah almarhum Usman Effendi Nitiprajitna. Saya terus mempelajari ilmu kebatinan dari guru saya itu.

Alhamdulillah, saya telah menjadi seorang muslim, kendati saya disingkirkan dari seluruh keluarga. Alhasil, saya menanti seluruh keluarga saya agar mau terbuka dan bertanya kepada saya mengapa saya memilih masuk agama Islam. Namun, sampai kind, tak ada yang mau menemui saya.

Saya siap menjelaskan semuanya. Saya bangga masuk Islam karena Islam mengajarkan umatnya untuk tolong menolong. Meskipun istri saya masih tetap beragama Kristen, namun saya tetap melaksanakan shalat. Antara tahun 1970-1973, saya mendapat beasiswa untuk belajar ke Universitas Yokohama Jepang. Alhamdulillah, ke yakinan saya justru semakin kokoh setelah saya bergaul dengan orang-orang Jepang. Padahal, dulunya, saya termasuk peminum berat alkohol. Tapi, sesudah menjadi muslim, saya pun meninggalkan kebiasaan buruk itu.

Setelah berhasil menyelesaikan studi di Jepang dengan gelar doktor kimia, saya mendapat tawaran kerja dari ITB dan beberapa perusahaan besar di Tanah Air. Namun, saya lebih senang memilih Universitas Hasanuddin Makassar, karena PTN itulah yang pertama kali menawarkan aku mengajar.

Bersyukur

Oh ya, saya mempunyai tiga orang anak. Namanya Yuliana, Elizabeth, dan Isa. Saya memberikan kebebasan kepada anak-anak saya untuk memilih agama yang mereka anggap paling benar. Anak saya yang bungsu berkata kepada saya, ia tak akan masuk Islam apa pun yang terjadi. Setelah melewati waktu cukup panjang dalam memberikan pemahaman yang benar tentang Islam, akhirnya Yuliana dan Elizabeth mau mengikuti jejak saya, masuk Islam.

Saya bangga dan bersyukur kepada Allah Walaupun saya tak pernah memaksa anak-anak masuk Islam, tapi karena kesadaran sendiri, mereka akhirnya masuk Islam. Si bungsu yang keras dan benci terhadap agama Islam pun tiba-tiba berubah sikap dan mau masuk Islam. Alangkah bahagianya had saya. Semua anak-anak saya telah memilih jalan yang benar.

Semangat beragama dan kecintaan saya kepada Islam bertambah dalam. Apalagi berkat bantuan Prof-Dr. H. Nasir Nessa yang memberikan kesempatan kepada saya menunaikan ibadah haji. Berbagai kemudahan saya dapatkan di Tanah Suci. Antara lain, saya dapat dengan mudah mencium Hajar Aswad. Tak lupa, saya pun mendoakan seluruh keluarga saya agar dibukakan pintu hatinya menerima kebenaran Islam.
Kecewa

Setelah bertahun tahun melakukan pendalaman terhadap Islam, akhirnya-saya menemukan kebenaran yang hakiki (sejati) itu di dalam Islam. Namun, saya sempat kecewa setelah masuk Islam. Saya melihat umat Islam menganut agamanya semata-mata karena faktor keturunan, sehingga wujud pengamalannya masih minus. Islam semata-mata hanya simbol, tanpa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Saya benar-benar kecewa dan tak menyangka kalau umat Islam ternyata masih banyak yang tidak memahami ajaran agamanya secara benar.

Kekecewaan itu muncul, barangkali lantaran saya yang mualaf ini terlalu berharap banyak dari umat Islam. Ternyata, semua harapan itu sirna. Banyak umat Islam tak menghargai agamanya. Padahal, saya sebelum masuk Islam bertahun-tahun mengembara, berguru dari satu tempat ke tempat lain, demi membuktikan kebenaran yang ada di dalam Islam. Mengapa umat Islam sendiri tak bangga terhadap agamanya? Bukankah Islam agama suci? tapi akhirnya saya sadar bahwa itu semua kembali kepada pribadi masing-masing, yang jelek hanya sebagian kecil, masih banyak pribadi-pribadi ummat Islam yang patut dicontoh dan jadi panutan karena pada dasarnya Islam adalah agama yang Suci dan hakiki.

Akhirnya saya benar-benar bersyukur betapa nikmatnya hidup dalam panji Islam yang penuh rahmat dan hidayah Allah SWT. Saya pun bersyukur karena setiap menjelang Lebaran, saya bersama tiga orang anak saya bersama-sama melakukan shalat Idul Fitri di Lapangan Karebosi, Makassar. Padahal, sebelum mereka masuk Islam, saya terkadang merasa sunyi, karena merayakan Hari Raya suci ini seorang diri.

Kini, saya mengabdi di Universitas Hasanuddin Makassar sebagai dosen yang tiap hari bergaul di tengah mahasiswa dan sesekali berdialog tentang Islam. Saya bangga dapat mengabdi di sebuah almamater yang sangat menghargai pendapat orang lain.

Maurice Bucaille : Masuk Islam Gara-gara Firaun

Mesir, khususnya di wilayah Giza, sangat tepat dijadikan tempat pariwisata. karena tempat ini banyak mengandung sejarah. Bagi kaum agamawan, maka datang ke wilayah Giza ibarat mengadakan cross-cek bagi keyakinan agamanya. Misalnya, jika di dalam kitab-kitab suci samawi diterangkan tentang peristiwa raja Firaun ke-2, sebagai Firaun yang dihadapi oleh Nabi Musa AS, maka banyak dari peristiwa itu yang hingga kini diabadikan di Giza dan dapat disaksikan secara kasat mata.

Minimal, di musium yang berada di wilayah Giza ini terdapat dua belas mumi Firaun atau dua belas mumi raja Mesir kuno yang dibalsam untuk diawetkan, keberadaan mumi ini adalah salah satu tanda-tanda kekuasaan Allah.

Seorang Ilmuwan Perancis Prof Dr Maurice Bucaille, menyatakan masuk Islam gara-gara dirinya pernah berkutat dengan mumi Firaun. Aneh tapi nyata, bagaimana mungkin seseorang yang berkutat dengan manusia ter-kafir di dunia, justru menyatakan masuk Islam? Untuk mengatahui rahasia yang disembunyikan oleh Allah, maka perlu mencermati cerita ringkas berikut ini.

Pada tahun 1975, pemerintah Mesir mendapat tawaran dari negara Prancis agar diadakan penelitian ilmiah seputar mumi Firaun-firaun yang ada di Giza itu, dan disepakati. Pimpinan proyek penelitian itu tiada lain adalah sang ilmuwan Prof Dr Maurice Bucaille.

Setelah diadakan penelitian, ternyata ditemukan bahwa tubuh mumi Firaun ke-2, yang selama ini diyakini oleh umat Islam khususnya oleh masyarakat Mesir, sebagai Firaun penentang Nabi Musa AS, terdapat kandungan garam laut dalam tubuhnya, dan ternyata sangat berbeda dengan mumi Firaun-firaun lainnya yang sedikitpun tidak terdapat kandungan garam laut dalam tubuh mereka.

Penemuan itu mengundang tanda tanya besar dalam diri sang Profesor. Tanpa disengaja sang Profesor bertemu dan bercerita kepada salah seorang ilmuwan muslim, maka dijawab: `Jangan terburu bangga dengan hasil penelitianmu, dan tidak perlu heran, karena umat Islam sudah lama meyakini hal tersebut sesuai dengan keterangan kitab suci Alquran, bahwa setelah Firaun-2 itu mengejar Nabi Musa, maka Allah menyelamatkan Nabi Musa dan menenggelamkan Firaun ke dalam laut, namun Allah mengentas jasad Firaun itu dan dilempar kembali ke daratan agar dapat dijadikan sebagai tanda kebesaran Allah, dan bumipun tidak bersedia dijadikan tempat pekuburannya`.

Sang Profesor menjadi tertegun mendengarkan keterangan Ilmuwan muslim itu. Maka dia pun mulai mengumpulkan kitab-kitab suci kaum agamawan, antara lain kitab Taurat dan berbagai jenis kitab Injil khususnya Bibel. Dengan secara cermat sang Profesor meneliti kitab-kitab kaum agamawan itu, namun yang termaktub dalamnya, hanyalah keterangan bahwa Allah menenggelamkan Firaun bersama pengikutnya ke dalam laut, dan tidak terdapat keterangan apapun pasca tenggelamnya Firaun.

Kemudian sang Profesor pun beralih meneliti Alquran dengan bimbingan seorang ilmuwan muslim, hingga mendapatkan surat Yunus ayat 92 yang artinya : `Maka pada hari ini, Kami selamatkan (atau Kami keluarkan dari laut) jasadmu (wahai Firaun) supaya (keberadaan)-mu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia itu lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami`

Betapa terkejutnya sang Profesor, karena ternyata Alquran telah menerangkan peristiwa Firaun yang berhadapan dengan Nabi Musa itu secara komplit. Padahal peristiwa itu terjadi ribuan tahun sebelum turunnya Alquran, namun Alquran dapat menerangkan secara rinci, bahkan menjelaskan kejadian pasca penenggelaman Firaun-pun secara utuh. Terlebih heran lagi setelah sang Profesor mendengar keterangan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang Nabi yang buta huruf, tidak dapat membaca dan menulis. Maka saat itu pula Prof Dr Maurice Bucaille menyatakan beriman kepada KEASLIAN ALQURAN SEBAGAI FIRMAN ALLAH, lantas mengikrarkan dua kalimat syahadat : Asyhadu an laa ilaaha illallah (Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah) wa asyhadu anna muhammadan rasuulullah (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).

Setelah masuk Islam, sang Profesor mulai mendalami ajaran agama Islam sekaligus dikaitkan dengan pengetahuan sain yang menjadi keahliannya, bahkan sang Profesor mulai mengarang buku-buku bertema keterkaitan Islam dengan dunia ilmu pengetahuan, antara lain buku La Bible, le Coran et la Sceince, dengan berbahasa Prancis yang artinya `Bibel, Alquran dan Ilmu Pengtahuan` terbit pada tahun 1976.

Buku ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan menjadi Best-seller di kalangan dunia Islam. Dalam buku ini, sang Profesor juga mengkritik Bibel karena dianggap tidak konsiten dan dia ragu atas kebenaran dan keaslian Bibel itu sendiri.

------------ Deskripsi lain --------------

Suatu hari di pertengahan tahun 1975, sebuah tawaran dari pemerintah Prancis datang kepada pemerintah Mesir. Negara Eropa tersebut menawarkan bantuan untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun. Tawaran tersebut disambut baik oleh Mesir. Setelah mendapat restu dari pemerintah Mesir, mumi Firaun tersebut kemudian digotong ke Prancis. Bahkan, pihak Prancis membuat pesta penyambutan kedatangan mumi Firaun dengan pesta yang sangat meriah.

Mumi itu pun dibawa ke ruang khusus di Pusat Purbakala Prancis, yang selanjutnya dilakukan penelitian sekaligus mengungkap rahasia di baliknya oleh para ilmuwan terkemuka dan para pakar dokter bedah dan otopsi di Prancis. Pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung jawab utama dalam penelitian mumi ini adalah Prof. Dr. Maurice Bucaille.

Bucaille adalah ahli bedah kenamaan Prancis dan pernah mengepalai klinik bedah di Universitas Paris. Ia dilahirkan di Pont-L’Eveque, Prancis, pada 19 Juli 1920. Bucaille memulai kariernya di bidang kedokteran pada 1945 sebagai ahli gastroenterology. Dan, pada 1973, ia ditunjuk menjadi dokter keluarga oleh Raja Faisal dari Arab Saudi.

Tidak hanya anggota keluarga Raja Faisal yang menjadi pasiennya. Anggota keluarga Presiden Mesir kala itu, Anwar Sadat, diketahui juga termasuk dalam daftar pasien yang pernah menggunakan jasanya.

Namanya mulai terkenal ketika ia menulis buku tentang Bibel, Alquran, dan ilmu pengetahuan modern atau judul aslinya dalam bahasa Prancis yaitu La Bible, le Coran et la Science di tahun 1976.

Ketertarikan Bucaille terhadap Islam mulai muncul ketika secara intens dia mendalami kajian biologi dan hubungannya dengan beberapa doktrin agama. Karenanya, ketika datang kesempatan kepada Bucaille untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun, ia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menguak misteri di balik penyebab kematian sang raja Mesir kuno tersebut.

Ternyata, hasil akhir yang ia peroleh sangat mengejutkan! Sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh sang mumi adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati karena tenggelam. Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian dibalsem untuk segera dijadikan mumi agar awet.

Penemuan tersebut masih menyisakan sebuah pertanyaan dalam kepala sang profesor. Bagaimana jasad tersebut bisa lebih baik dari jasad-jasad yang lain, padahal dia dikeluarkan dari laut?

Prof Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu tentang penyelamatan mayat Firaun dari laut dan pengawetannya. Laporan akhirnya ini dia terbitkan dengan judul Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern, dengan judul aslinya, Les momies des Pharaons et la midecine. Berkat buku ini, dia menerima penghargaan Le prix Diane-Potier-Boes (penghargaan dalam sejarah) dari Academie Frantaise dan Prix General (Penghargaan umum) dari Academie Nationale de Medicine, Prancis.

Terkait dengan laporan akhir yang disusunnya, salah seorang di antara rekannya membisikkan sesuatu di telinganya seraya berkata: ”Jangan tergesa-gesa karena sesungguhnya kaum Muslimin telah berbicara tentang tenggelamnya mumi ini”. Bucaille awalnya mengingkari kabar ini dengan keras sekaligus menganggapnya mustahil.

Menurutnya, pengungkapan rahasia seperti ini tidak mungkin diketahui kecuali dengan perkembangan ilmu modern, melalui peralatan canggih yang mutakhir dan akurat.

Hingga salah seorang di antara mereka berkata bahwa Alquran yang diyakini umat Islam telah meriwayatkan kisah tenggelamnya Firaun dan kemudian diselamatkannya mayatnya.

Ungkapan itu makin membingungkan Bucaille. Lalu, dia mulai berpikir dan bertanya-tanya. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Bahkan, mumi tersebut baru ditemukan sekitar tahun 1898 M, sementara Alquran telah ada ribuan tahun sebelumnya.

Ia duduk semalaman memandang mayat Firaun dan terus memikirkan hal tersebut. Ucapan rekannya masih terngiang-ngiang dibenaknya, bahwa Alquran–kitab suci umat Islam–telah membicarakan kisah Firaun yang jasadnya diselamatkan dari kehancuran sejak ribuan tahun lalu.

Sementara itu, dalam kitab suci agama lain, hanya membicarakan tenggelamnya Firaun di tengah lautan saat mengejar Musa, dan tidak membicarakan tentang mayat Firaun. Bucaille pun makin bingung dan terus memikirkan hal itu.

Ia berkata pada dirinya sendiri. ‘‘Apakah masuk akal mumi di depanku ini adalah Firaun yang akan menangkap Musa? Apakah masuk akal, Muhammad mengetahui hal itu, padahal kejadiannya ada sebelum Alquran diturunkan?”

Prof Bucaille tidak bisa tidur, dia meminta untuk didatangkan Kitab Taurat (Perjanjian Lama). Diapun membaca Taurat yang menceritakan: ”Airpun kembali (seperti semula), menutupi kereta, pasukan berkuda, dan seluruh tentara Firaun yang masuk ke dalam laut di belakang mereka, tidak tertinggal satu pun di antara mereka”.

Kemudian dia membandingkan dengan Injil. Ternyata, Injil juga tidak membicarakan tentang diselamatkannya jasad Firaun dan masih tetap utuh. Karena itu, ia semakin bingung.

Berikrar Islam

Setelah perbaikan terhadap mayat Firaun dan pemumiannya, Prancis mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Akan tetapi, tidak ada keputusan yang mengembirakannya, tidak ada pikiran yang membuatnya tenang semenjak ia mendapatkan temuan dan kabar dari rekannya tersebut, yakni kabar bahwa kaum Muslimin telah saling menceritakan tentang penyelamatan mayat tersebut. Dia pun memutuskan untuk menemui sejumlah ilmuwan otopsi dari kaum Muslimin.

Dari sini kemudian terjadilah perbincangan untuk pertama kalinya dengan peneliti dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa, perbuatan yang dilakukan Firaun, dan pengejarannya pada Musa hingga dia tenggelam dan bagaimana jasad Firaun diselamatkan dari laut.

Maka, berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut seraya membuka mushaf Alquran dan membacakan untuk Bucaille firman Allah SWT yang artinya: ”Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus: 92).

Ayat ini sangat menyentuh hati Bucaille. Ia mengatakan bahwa ayat Alquran tersebut masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Hatinya bergetar, dan getaran itu membuatnya berdiri di hadapan orang-orang yang hadir seraya menyeru dengan lantang: ”Sungguh aku masuk Islam dan aku beriman dengan Alquran ini”.

Ia pun kembali ke Prancis dengan wajah baru, berbeda dengan wajah pada saat dia pergi dulu. Sejak memeluk Islam, ia menghabiskan waktunya untuk meneliti tingkat kesesuaian hakikat ilmiah dan penemuan-penemuan modern dengan Alquran, serta mencari satu pertentangan ilmiah yang dibicarakan Alquran.

Semua hasil penelitiannya tersebut kemudian ia bukukan dengan judul Bibel, Alquran dan Ilmu Pengetahuan Modern, judul asli dalam bahasa Prancis, La Bible, le Coran et la Science. Buku yang dirilis tahun 1976 ini menjadi best-seller internasional (laris) di dunia Muslim dan telah diterjemahkan ke hampir semua bahasa utama umat Muslim di dunia.

Karyanya ini menerangkan bahwa Alquran sangat konsisten dengan ilmu pengetahuan dan sains, sedangkan Al-Kitab atau Bibel tidak demikian. Bucaille dalam bukunya mengkritik Bibel yang ia anggap tidak konsisten dan penurunannya diragukan.

http://myquran.com/forum/showthread.php/595-Kisah2-Mualaf-ed.-II/page3

Karena Kaligrafi

Mudahnya bagi Allah membolak-balik hati. Sebuah lukisan kaligrafi menjadi pintu datangnya hidayah bagi 'bule Amerika' Josue Vega alias Abdul Rashid untuk masuk ke dalam pelukan Islam.

PADA awalnya, Islam bukanlah hal yang spesial bagi saya. Sama saja seperti halnya agama lainnya. Meski di waktu senggang, teman saya Hasan sering memperlihatkan film-film dokumenter tentang keislaman kepada saya. Kala itu saya masih berusia 16 tahun dan bersekolah di Worcester Vocational High School. Hasan adalah teman sekaligus sahabat setia yang selalu menemani saya pergi ke mana-mana. Sehingga saya menganggap, suatu hal yang wajar saja ketika ia menunjukkan film-film itu kepada saya.

Lambat laun, saya mulai memikirkan hal itu. Timbul keinginan mengenal Islam lebih jauh. Hingga akhirnya saya mencoba membaca buku-buku Islam karya Syaikh Maududi, seorang penulis asal Mesir. Sejak membaca bukunya, saya mulai berani pergi mengunjungi masjid-masjid yang ada di daerah tempat tinggal saya. Di antaranya adalah Islamic Center of Worcester. Di tempat inilah saya bertemu dengan Syaikh Hamid, warga Amerika keturunan Pakistan yang juga mengajari saya tentang keislaman. Saya diceritakan tentang sejarah Islam terutama masa keemasan Islam di Spanyol.

Pertama-tama saya merasa bahwa ajaran Islam itu aneh dan merasa bahwa sampai kapanpun saya tidak bisa menjadi seorang Muslim yang baik. Bahkan saya yakin, tidak akan diterima oleh warga Muslim lainnya kalau pun masuk Islam. Perasaan itu saya simpan dulu. Hingga akhirnya saya mulai membaca buku-buku fiqih, akidah Islam dan semua buku Islam yang datang dari Arab.

Namun di suatu titik, saya melihat sebuah tulisan Arab yang sangat indah sekali. Kaligrafi namanya. Entah mengapa, sepertinya ada sesuatu yang menarik dan mendamaikan hati. Saya langsung jatuh hati. Saat itu juga saya mencari dan membeli perangkatnya untuk mencoba mempelajarinya. Saya heran, dalam waktu yang tidak begitu lama, saya sudah bisa menulis kaligrafi seperti pada buku-buku yang saya beli. Saat itu juga saya berpikir, inilah tempat untuk saya.

Kala itu juga saya mulai belajar Islam secara menyeluruh. Dan saya menyadari bahwa ternyata Islam itu indah dan mudah untuk dipelajari. Saya sadar betul dan salut kepada orang-orang yang dengan sangat sabar dan penuh perdamaian dalam menyebarkan agama Islam. Maka dari itu saya tidak percaya bahwa Islam itu teroris. Di mana kekejamannya ? Sedikit pun saya tidak melihat hal itu. Saya hanya melihat bahwa Islam itu penuh toleransi, kedamaian, mengena, dan masuk akal.

Saya ingin menjadi seseorang yang betul-betul saya inginkan. Dan Islam betul-betul membantu. Saya ingin menjadi orang yang lembut dan yang lebih baik lagi. Sejak itu pula saya menyatakan diri sebagai seorang Muslim di sebuah masjid di Islamic Center of Worcester, Amerika Serikat.

Dahulu, sebelum menjadi seorang Muslim saya selalu berkata keras dan kasar pada orang tua. Bahkan seringberkelahi. Tapi Alhamdulillah kini saya tak pernah lagi berkata keras dan kasar dan tak pernah membantah. Yang membuat saya yakin untuk keluar dari agama sebelumnya adalah karena di Amerika, agama Kristen sendiri sudah terbagi beberapa sekte dan aliran. Dalam keluarga saja ada Kristen Katolik, Protestan, dan Pantekosta. Saya mencoba mendatangi gereja-geraj yang sesuai dengan aliran itu. Dan ternyata malah sempat membuat saya frustasi. Sebab, ajaran yang disampaikan itu sangat beragam dan berbeda sekali. Belakangan ini, Kristen di Amerika bukanlah agama yang diminati lagi karena ajarannya. Bahkan Kristen sudah menjadi hal yang negatif. Itulah yang membuat saya bersikukuh untuk lebih memilih Islam. Saya tidak melihat yang lain kecuali Islam. Karena Islam tetap yang terbaik hingga akhir zaman.

Tamu di Rumah Sendiri
Reaksi keluarga, sangat beragam dan tidak karu-karuan. Mereka berang dan marah begitu tahu saya kini seorang Muslim. Begitu banyak makian datang dari orang tua, kakak, dan adik. Untunglah kebanyakan dari mereka tidak sampai melakukan tindakan fisik. Hanya kakak sayalah yang selalu memancing dan cenderung untuk mengadu fisik. Tapi semua itu tidak saya turuti, lebih baik mengalah saja.

Saya diperlakukan seperti tamu di rumah sendiri. Setiap ada kepentingan atau urusan keluarga, saya tidak lagi diberi tahu, apalagi dilibatkan. Mereka menganaktirikan saya. Untuk menjalankan shalat lima waktu saja, saya harus sembinyi-sembunyi dan mengunci pintu kamar. Bahkan apabila tidak memungkinkan untuk mengerjakan shalat di rumah, saya terpaksa harus mencari tempat lain di luar rumah.

Mereka sempat mendengar kabar dan berita-berita yang mengatakan Islam itu sadis dan sangat tidak baik. Sedih rasanya jika mengingat hal itu. Saya memiliki keluarga tetapi keluarga tidak mengakuinya. Tapi biarlah, ini adalah sebuah pilihan. Saya hanya takut jika Allah yang marah pada saya.

Hidayah untuk Adik dan Kakak
Memang dibutuhkan waktu yang lama untuk menenangkan dan meyakinkan mereka tentang hidayah Islam yang sesungguhnya dalam keluarga saya. Bertahun-tahun akhirnyasaya bisa menemukan sebuah kenyamanan. Keluarga saya sudah tidak lagi mempermasalahkan status keislaman saya. Alhamdulillah mereka akhirnya mengerti dan membebaskan apa yang telah menjadi pilihan saya.

Alhamdulillah akhirnya hidayah itu pun datang juga kepada kakak. Yamil Galib Vega, dan adik saya, Nadia Vega. Tanpa bujukan dan paksaan, mereka mengakui bahwa Islam yang terbaik. Dan akhirnya mereka pun mengikuti jejak saya untuk menjadi seorang Muslim dan Muslimah. Subhanallah.

Tanpa sepengetahuan saya, mereka telah mencari sendiri informasi tentang Islam di luar rumah. Di rumah, mereka memperhatikan segala gerak-gerik saya. Alhamdulillah adik saya Nadia, menjadikan saya sebagai panutan. Saya tidak menyangka kalau curahan hati setiap masalah yang diceritakan pada saya itu menjadi penilaian dia. Memang setiap Nadia menceritakan masalahnya, saya selalau kaitkan dengan cara Islam mengatasi sebuah masalah. Saya selalu menceritakan tentang sikap Rasulullah ketika ia mengatasi segala persoalan hidupnya. Sejak dirinya tidak lagi mengalami masalah, ia mengatakan ingin menjadi seorang Muslimah.

Lain halnya dengan Yamil Galib Vega, kakak saya,. Baginya, meminjam mobil milik saya bukan hal yang asing lagi. Suatu malam ia meminjam mobil tanpa sepengetahuan saya dan terjadi sebuah kecelakaan yang hebat. Kala itu cuaca buruk sekali. Kakak luka parah, mobil rusak parah. Di rumah sakit, ia marah pada dirinya sendiri karena sudah merusak mobil saya. Dengan kesadarannya sendiri ia minta maaf atas hal yang telah terjadi itu.

Saya katakan padanya bahwa, "Mobil bukan masalah, harta bukan segala-galanya, dan itu hanya titipan Allah untuk dunia fana saja, yang penting adalah dirimu bisa selamat. Karena kamu adalah kakak saya. Segalak apapun dan seburuk apapun kamu tetap kakak saya." Tampaknya kalimat itu cukup meluluihkan hatinya. Beberapa waktu kemudian, dia mengatakan ingin memeluk agama Islam, Subhanallah.

Sungguh, ini bukan hal yang mudah untuk saya. Mungkin mereka takjub dengan keindahan Islam itu sendiri. Sejak saya menjadi Muslim, mereka tidak pernah lagi mendengar kerasnya suara dan teriakan saya jika berbicara dengan mereka atau kepada orangtua. Alhamdulillah perubahan saya ini bisa mendatangkan kebaikan bagi adik dan kakak saya itu. Mereka kini tak lagi melontarkan kata-kata yang seharusnya tidak mereka katakan.

Bahkan ibu saya, Zenaida Izanet Vega dan ayah, Jose Angel Vega, tidak lagi mencemooh Islam. Mereka begitu menaruh hormat pada setiap Muslim yang mereka temui di Amerika. Yang membuat saya semakin bahagia, ibu saya pernah beberapa kali mengunjungi Islamic Center of Worcester. Mudah-mudahan mereka kelak mendapatkan hidayah Allah jua.

Menjadi Ahli Kaligrafi
Di masa depan, saya ingin menjadi seorang yang ahli dalam penulisan kaligrafi. Tapi saya ingin membuat kaligrafi yang orisinil dan sangat tradisional. Bukan kaligrafi modern yang menggunakan huruf timbul seperti yang ada di toko-toko lukisan. Tapi saya ingin menulisnya dengan tinta seperti tulisan dalam Al-Qur'an, masih asli. Mulai dari bentuk alat tulis, kertasnya, hingga tinta yang akan saya gunakan untuk melukis kaligrafi. Insya Allah semua itu akan saya buat dari tangan saya sendiri. Saya ingin berdakwah dengan kemurnian dan keaslian dari sebuah karya kaligrafi yang akan saya buat. Mudah-mudahan ini menjadi nilai ibadah buat saya.

Cita-cita ini mungkin akan sulit diwujudkan tanpa dukungan istri. Saya bersyukur mendapatkan seorang istri yang baik dan mau mendukung apa yang akan saya cita-citakan. Keluguan dan sikap malu-malunya itu begitu menarik perhatian saya sehingga saya sangat menyayanginya sejak pertama kali bertemu di bandara. Sejak pertemuan itu saya langsung jatuh hati padanya. Sebelumnya, kami hanya melakukan perbincangan melalui surat elektronik di website www.naseeb.com. Itu sebabnya, begitu bertemu dan merasa cocok kami langsung menentukan tanggal pernikahan yang hanya berkisar satu bulan saja.

Jika tidak ada aral melintang, saya akan ajak istri saya tinggal di Pittsburgh, di Amerika. Sebab saya harus menyelesaikan kuliah saya di jurusan Desain Industri, di Arts Institute of Pittsburgh, Amerika.

Kalau ada kesempatan untuk bermukim di Indonesia, saya ingin memilih sebuah kawasan perkampungan di Bali. Saya ingin mencoba melebarkan dakwah di Pulau Dewata itu, Insya Allah.
(Herry Wibowo, Majalah Alia No. 09 Tahun IV/Maret 2007

Sumber: http://amanah-land.blogspot.com/2007/03/abdul-rashid-vega.html

Husain Rofe (Reformer Inggris)

Pada waktu orang bermaksud akan berpindah dari agamanya yang dianutnya karena pengaruh lingkungan kelahirannya, biasanya yang mendorongnya itu dasar-dasar emosional, filsafat atau kemasyarakatan. Bakat pembawaan saya sendiri telah menuntut suatu keimanan yang dapat memenuhi tuntutan filsafat dan sosial. Bagi saya hal itu hanya bisa dipenuhi dengan keputusan untuk menguji kebenaran semua agama penting di dunia melalui buku-bukunya, dakwahnya dan pengaruhnya.

Saya lahir dari kedua orang tua campuran, seorang Yahudi dan, seorang Katolik, dan saya tumbuh di bawah pengaruh tradisi gereja Inggris. Pada waktu saya selama beberapa tahun mengikuti sembahyang di gereja sebagai salah satu kewajiban harian, saya mulai dapat membandingkan antara kepercayaan-kepercayaan dan peribadatan-peribadatan Yahudi dan Kristen.

Bakat pembawaan saya sendiri menolak kepercayaan inkarnasi Tuhan dan bahwa Tuhan menutupi dosa manusia. Akal saya juga tidak mampu menerima kenyataan banyaknya Injil dan keterangan-keterangannya atau tafsirnya, atau kepercayaan yang tidak berdasarkan logika, seperti tradisi-tradisi yang dijalankan dalam gereja Inggris.

Dalam agama Yahudi saya menemukan gambaran tentang Allah itu lebih terhormat, walaupun penggambaran ini berbeda-beda pada masing-masing Bible. Ada kepercayaan Yahudi yang masih terpelihara kesuciannya, sehingga saya dapat belajar banyak dari padanya, tapi juga banyak yang saya tolak. Kalau kita laksanakan semua ajaran dan tuntutannya, kita akan kehabisan waktu sama sekali atau hanya tinggal waktu sedikit saja untuk mengurus soal-soal duniawi, karena dalam agama Yahudi ada upacara-upacara peribadatan yang tidak habis-habisnya merepotkan energi kita. Dan bisa jadi yang terburuk dalam agama Yahudi ialah bahwa dakwahnya itu hanya ditujukan kepada segolongan minoritas tertentu, dan karenanya agama Yahudi itu menimbulkan jurang pemisah antara bermacam-macam tingkat sosial dalam masyarakat.

Dalam pada itu saya suka menyaksikan sembahyang Kristen di gereja Inggris, sebagaimana juga saya suka menghadiri sembahyang di gereja Yahudi. Saya turut kedua-duanya. Akan tetapi kenyataannya saya tidak memegang atau mempercayai salah satu agama yang dua itu. Dalam agama Katolik Roma saya lihat banyak hal-hal yang tidak jelas bisa dimengerti dan tunduk kepada kekuasaan manusia. Agama Katolik Roma menganggap rendah kemanusiaan, sebaliknya Paus dan para pendetanya dianggap suci, bahkan hampir disamakan dengan Tuhan.

Kemudian saya mempelajari filsafat Hindu, terutama ajaran-ajarannya pada Upanishads and Vedanta. Di sini juga saya menemukan banyak hal yang mengagumkan saya, tapi juga banyak yang tidak bisa diterima oleh akal saya. Dalam filsafat Hindu saya tidak menemukan cara pemecahan beberapa macam penyakit masyarakat, dan didalamnya tidak terhitung banyaknya macam-macam keistimewaan (privileges) untuk para pendeta, disamping tidak adanya uluran tangan untuk mengasihi orang-orang miskin terlantar, seakan-akan nasibnya itu karena kesalahannya sendiri, dan jika dia mau memikul penderitaan hidup dengan sabar, maka rupanya kehidupan sesudah mati malah lebih baik. Agama Hindu hanyalah satu cara untuk menundukkan dan menguasai orang banyak. Agama itu bagi mereka hanya untuk menegakkan kekuasaan kependetaan yang memegang kendali segala kekuasaan, sedang perhubungannya dengan Tuhan hanya proforma, seolah-olah kehendak-Nya itu minta supaya segala sesuatu tetap sebagaimana adanya.

Buddisme mengajarkan kepada saya banyak mengenai akal dan ketentuan-ketentuannya. Buddisme menunjukkan kepada saya suatu cara untuk mengusahakan adanya saling pengertian di antara bangsa-bangsa, seakan-akan sama mudahnya dengan percobaan-percobaan kimiawi, asal setiap orang mau memberikan pengorbanan yang diperlukan, mungkin berupa reaksi terhadap penyusunan kasta-kasta. Akan tetapi dalam Buddisme saya tidak menemukan pelajaran-pelajaran tentang akhlak. Dalam hal ini Buddisme sama dengan Hindu. Didalamnya saya hanya menemukan ajaran bagamana caranya supaya manusia bisa sampai ke tingkat manusia-super-kuat atau apa yang dikira demikian oleh orang banyak. Akan tetapi bagi saya jelas bahwa kekuatan yang dimaksud itu bukan merupakan bukti tingginya jiwa seperti yang mereka kira. Kekuatan semacam itu hanya mampu meningkatkan ilmu, mencapai prestasi olahraga, menguasai emosi dan menyederhanakan banyak kesenangan dan syahwat, seperti yang diajarkan oleh ajaran Stoics. Dalam Buddisme saya tidak menemukan ajaran bagamana caranya supaya kita ingat kepada Allah; di dalamnya saya tidak menemukan ajaran yang memberi petunjuk ke arah Maha Pencipta. Budisme hanyalah suatu latihan badan untuk mencapai
keselamatan dan kebebasan. Dalam pada itu, Bodhisatya malah menganjurkan pengorbanan keselamatan dan kebebasan seseorang untuk keselamatan dan kebebasan orang lain. Dalam aliran ini tampak ada soal-soal kerohanian, tidak hanya mempersoalkan penguasaan nafsu kehewanan dan kekuatan-kekuatan alam. Oleh karena itu, maka secara teoritis Buddisme sanggup menyelamatkan dunia, seperti juga agama Kristen, kata Tolstoi, asal terbatas pada kata-kata Yesus, tanpa tambahan dan tafsiran yang salah.

Akan tetapi jika ternyata banyak kepercayaan yang menurut teorinya sanggup menyelamatkan dunia, mengapa mereka gagal dalam praktek? Jawabnya ialah: Kepercayaan-kepercayaan itu tidak memberi perhatian kepada golongan mayoritas (terbanyak). Dia hanya tertuju kepada golongan minoritas. Sebenarnya, jika kita perhatikan ajaran-ajaran Kristen dan Buddha sebagaimana yang dimaksud oleh para pendirinya, ternyata bahwa kedua agama itu mengelakkan diri dari soal-soal kesulitan masyarakat, karena memang kemasyarakatan itu bukan sasaran perhatiannya. Keduanya, Yesus dan Buddha menganjurkan supaya orang melepaskan diri dari nafsu ingin memiliki kekayaan dan dari kesenangan-kesenangan duniawi sebagai usaha mencari Tuhan, dengan kata-kata seperti: "Jangan melakukan perbuatan buruk" atau "Vairagyam", dan "Janganlah kamu direpotkan dengan apa yang akan terjadi besok."

Saya menaruh hormat besar bagi mereka yang mampu menempuh jalan atau cara ini, saya yakin bahwa itu bisa menyampaikan mereka kepada Allah. Tapi saya juga yakin bahwa umumnya manusia tidak mampu menempuh jalan semacam ini. Karena itu, maka ajaran-ajaran ini sedikit sekali nilai kemasyarakatannya. Suatu ajaran kerohanian yang mulia, tapi gagal total dalam usaha membimbing orang banyak. Kepuasan intelektual yang tidak ada gunanya untuk mengubah orang banyak dan memperbaiki kondisi mereka dalam bidang kerohanian, mental dan material dalam waktu yang pendek.

Mungkin merupakan suatu keanehan, bahwa ketika saya berdiam di negara-negara Arab, perhatian saya kepada Islam itu sedikit saja dan hanya melihat lahiriyahnya. Agama ini tidak mendapat perhatian saya untuk mempelajarinya secara teliti, seperti yang saya lakukan terhadap agama-agama lain. Akan tetapi kalau saya ingat bahwa hubungan saya yang pertama dengan Islam itu dengan membaca Al-Qur'an terjemahan Bodwell, maka tidaklah mengherankan kalau saya katakan bahwa saya tidak tertarik. Akan tetapi sesudah saya berkenalan dengan salah seorang muballig Islam terkenal di London, saya menjadi kaget dengan sedikitnya kegiatan orang-orang Arab dalam usaha memberikan petunjuk kepada orang-orang bukan Islam supaya masuk Islam, dan dalam usaha menyiarkan ajaran-ajarannya di tempat-tempat atau negara-negara yang mungkin di sana mereka akan lebih berhasil. Hanya karena sering merasa tidak percaya kepada orang-orang asing, cara yang biasa ditempuh oleh orang-orang Timur ialah bergerak secara diam-diam, dari pada secara terang-terangan.

Dengan bimbingan yang bijaksana, saya telah membaca sebuah terjemahan Al-Qur'an dan tafsirannya dari seorang muslim, ditambah dengan membaca buku-buku yang lain tentang Islam, saya akhimya mendapat gambaran yang benar tentang Islam. Dengan demikian, maka dalam waktu yang tidak lama, saya telah menemukan sesuatu yang saya cari selama bertahun-tahun.

Pada suatu hari di tahun 1945 saya mendapat undangan untuk menghadiri sembahyang 'Id dan sesudah itu makan-makan. Hal itu merupakan kesempatan yang baik bagi saya untuk mempelajari sekumpulan international Muslim, di mana tidak terdapat kumpulan Arab, tidak ada nasionalisme. Yang ada hanyalah perkumpulan orang banyak yang mewakili bermacam-macam bangsa di dunia, bermacam-macam tingkat sosial dan bermacam-macam warna kulit. Di sana saya bertemu dengan seorang pangeran Turki dan juga rakyat biasa. Mereka semua duduk untuk makan bersama. Pada wajah orang-orang kaya tidak nampak sikap merendahkan diri yang dibuat-buat, atau sikap pura-pura merasa sama dari orang-orang kulit putih dalam pembicaraannya dengan kawan-kawan mereka yang berkulit hitam. Tidak juga kelihatan di antara mereka orang yang menjauh dari orang banyak, tidak nampak rasa kepangkatan dan kedudukan yang tersembunyi di balik tabir kepalsuan.

Dalam agama Islam saya tidak berkesempatan untuk melukiskan soal-soal kehidupan, justru karena kelengkapannya yang tidak saya temukan dalam agama-agama lain. Cukuplah kalau saya katakan bahwa sesudah saya berpikir dan memperhatikan, saya beroleh petunjuk untuk iman kepada agama ini, sesudah saya mempelajari agama-agama terkenal di dunia tanpa memeluk salah satunya.

Dengan keterangan saya tersebut, cukup jelas, mengapa saya menjadi orang Islam? Walaupun hal itu belum cukup untuk menjelaskan segala sesuatunya. Soalnya, karena perasaan ini selalu tumbuh dan bertambah bersamaan dengan berlalunya waktu dan bertambahnya pengalaman saya. Saya telah mempelajari kebudayaan Islam pada English University, di mana untuk pertama kalinya saja mengetahui bahwa Islamlah yang telah mengeluarkan Eropa dari kegelapan. Saya mempelajari sejarah, ternyata bahwa pemerintahan-pemerintahan besar itu adalah pemerintahan Islam, dan kebanyakan ilmu pengetahuan modern itu berasal dari Islam. Maka ketika orang-orang pada datang kepada saya untuk mengatakan bahwa dengan memeluk agama Islam itu saya telah menemukan jalan mundur, saya tersenyum saja. Mereka tidak mengetahui tentang hubungan sebab dan akibat.

Bolehkah dunia menghukum Islam karena kemundurannya yang ditimbulkan oleh faktor-faktor luar? Apakah nilai Renaisance yang pernah dialami Eropa itu kurang disebabkan kemunduran-kemunduran umum yang dialami di mana-mana di dunia sekarang ini?! Apakah agama Kristen itu boleh dicap brandalan, penumpah darah dan barbarisme disebabkan inkuisisi abad tengah dan penaklukan Spanyol?!

Perlu diperingatkan bahwa akal pikiran yang terbesar dan termaju di segala zaman seluruhnya memandang dengan penuh hormat kepada kebudayaan Islam yang mutiara-mutiaranya tetap tersimpan dan Barat tidak pernah menemukannya. Saya telah datang ke beberapa daerah jajahan dan saya berkesempatan untuk melihat bagamana seorang pengembara/pendatang diterima di setiap
tempat, di mana reaksi pertamanya adalah pertolongan yang diberikan kepada mereka. Saya tidak pernah menemukan di luar kalangan kaum muslimin orang yang mendekati cara mereka dalam menghormati orang asing dan menolongnya tanpa pamrih.

Dilihat dari segi perekonomian, saya menemukan kenyataan bahwa hanya masyarakat Islam-lah yang telah menghilangkan jurang pemisah antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin dengan cara yang menyeluruh, melenyapkan kekacauan. Saya bisa mengatakan bahwa komunis Sovyet modern tidak akan mampu menghasilkan apa yang bisa dihasilkan di bawahPemerintahan Islam.

http://media.isnet.org

* * *
Mengapa Kami Memilih Islam
Oleh Rabithah Alam Islamy Mekah
Alih bahasa: Bachtiar Affandie
Cetakan Ketiga 1981
Penerbit: PT. Alma'arif, Bandung

diambil dari : http://www.aldakwah.com/011kisah_islami/kisah.php?idn=021; http://geocities.com/risanuri/agama/husein_rofe.html

Kisah Jonathan Arnold

Kisah berikut adalah kidah seorang mu’alaf dari kota Malang yang banyak mengandung pelajaran berharga dan bahan renungan bagi kita bersama, berikut ini penuturannya.

Saya dilahirkan 14-Juli 1943 di kota Malang Jawa Timur, hari Minggu pukul 09.00 WIB saat lagu kidung suci dikumandangkan di Gereja. Ayah saya seorang militer AD yang ditokohkan dan disegani oleh warga Kristiani (Protestan). Hidup dalam kedisiplinan yang tinggi adalah ciri keluarga kami. Sebagai seorang anggota militer, ayah saya telah menerapkan kedisiplinan yang tinggi dalam kehidupan kami dan sebagai seorang Kristiani yang ditokohkan, maka ayah saya termasuk yang sangat tidak bersahabat dengan umat Islam. Saya masih ingat betapa hebatnya orang tua menanamkan kebencian-kebencian dalam hati saya terhadap Islam. Menurut penuturan ibu, hal itu bermula dari tingkah laku oknum-oknum orang Islam yang banyak membikin sakit hati ayah. Itulah sebabnya saya dilarang bergaul dengan mereka dan selalu diawasi dengan ketat.

Pada usia tiga bulan saya di babtis di gereja GPI Malang dengan nama Jonathan Arnold. Tiga tahun kemudian saya mulai sekolah di sekolah Minggu (Zondaag School) di gereja, sampai kemudian melanjutkan ke SMP dan SLTA Kristen.

1. Menjadi Pengkabar Injil

Kelebihan-kelebihan saya dalam sastra, kelancaran lidah saya dalam menyampaikan nas-nas suci BIBLE, ditunjang dengan keberanian dan penamplan saya yang meyakinkan, maka beberapa sesepuh Gereja menyatakan bahwa saya cocok sekali untuk menjadi pengkabar Injil. Inilah alasan ayah saya mengirim saya ke sekolah Theologia di kota Batu-Malang. Nilai akhir yang gemilang dan suksesnya theater yang saya tangani, para pendeta dan tokoh gereja mendesak orang tua saya agar mau mengirimkan saya ke Universitas Leiden-Belanda.

Perjalanan ke negeri Kincir Angin saya lewati dengan mulus, saya memilih jurusan Pekabaran Injil dan filosofia, prinsip mata kuliahnya tidak jauh berbeda dengan yang saya terima di STI Batu-Malang.

Setelah lulus dari Belanda, saya diangkat menjadi pendeta di kabupaten Lumajang pada akhir tahun 1967, saya langsung membentuk misi pekabaran yang sering dikenal dengan istilah kristenisasi, apa yang saya lakukan ini bukanlah hal yang baru. Hal ini telah dilakukan sejak zaman Belanda.

2. Perjalanan hidupku sebagai penginjil

Saya susun personil-personil yang cukup terlatih, terampil dan mau bekerja untuk Tuhan, ramah tamah, murah senyum dan tak kalah pentingnya bekal yang harus dimiliki anggota misi adalah sabar dan tahan pukul. Karena tugas meraka memang sangat berat. Mereka harus berani menyampaikan berita dari Allah dengan ‘door to door system’, Semua harus dilaksanakan dengan iklash, bersih hati dan senang. Karena Tuhan Yesus ( padahal Yudas-lah yang memanggul salib) telah rela memanggul salib sengsaranya yang cukup jauh. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk berberat hati.

3. Mencari kelemahan orang Islam

Sebelum operasi benar-benar mulai, saya tebarkan anggota misi untuk meneliti dari dekat kehidupan orang-orang muslim. Ternyata ada 3 kelemahan :

* Pertama, Banyak orang Islam yang ikut-ikutan, Islamnya hanya Islam KTP dan tidak paham tentang Islam.
* Kedua, seringkali terjadi perpecahan antar umat Islam.
* Ketiga, banyak umat Islam yang serakah, tamak, bakhil tidak mau menolong fakir miskin dan yatim piatu.

Dengan tiga faktor ini saya mulai misi, darah militer orang tua rupanya mengalir dalam tubuh saya, seperti seorang jendral mengatur pasukan tempur, saya sebar anggota saya ke daerah-daerah terpencil, berpendidikan rendah dan berekonomi rendah.

4. Strategi memurtadkan orang Islam

Saya menyebut misi ini dengan sebutan ‘Operasi Simpati’, yaitu agar memperoleh simpati orang-orang Islam dengan jalan menolong fakir miskin. Dana yang kami peroleh cukup besar, karena di samping bersumber dari jemaat sendiri juga dari luar negeri seperti : Belanda, Amerika dan Australia. Saya juga berpesan kepada anggota misi agar segala sesuatunya tidak berkesan menarik orang masuk Kristen. Yang kesulitan biaya untuk sekolah di beri bea siswa, yang sakit diberi obat-obatan, yang susah dihibur, yang lapar diberi makan, yang lemah ekonomi diberi modal, bahkan yang keluarganya matipun ditolong dalam biaya dan pelaksanaan pemakaman, maka operasi simpati ini tampak dari luar sebagai operasi kemanusiaan, sehingga orang Islam banyak yang tertarik masuk Kristen tanpa dipaksa.

Hasilnya sangat mengagumkan, dalam waktu singkat dapat memurtadkan hampir 1000 orang. Namun saya belum puas dengan hasil ini, saya meragukan kemurtadan mereka, apakah karena ekonomi atau benar-benar iklash masuk Kristen. Maka saya bikin formula baru yaitu saya kembangkan pergaulan bebas muda-mudi ala barat, saya kenalkan valentine day, pakaian dan kesenian barat, kebudayaan hingga olahraga dan kegiatan-kegiatan lainnya yang mencuri waktu sholat hingga banyak anak-anak tidak sholat dan mengaji, padahal, hal tersebut sebelumnya telah menjadi budaya umat Islam.

5. Usaha saya melemahkan pondok pesantren

Penyusunan sistem, metode, personil untuk pelayanan pekerjaan Tuhan juga telah saya persiapkan sangat matang, bahkan gerejapun sudah saya dirikan lengkap dengan sekedul kegiatannya. Dalam perjalan-an pengkabaran Injil ke daerah Jember saya rencanakan hendak melemahkan pondok-pondok pesantren, terutama pondok pesantren Kyai Haji Ahmad Shiddiq”. Di sinilah saya bertemu dengan gadis berkerudung putih, pertemuan yang kemudian membuahkan pernikahan antara pendeta dan gadis muslimah. Saya dapat menikahinya karena berpura-pura telah masuk Islam dengan surat palsu yang saya bikin di penghulu Jatiroto.

Rumah tangga berjalan aman hanya beberapa hari saja. Sebab masing-masing punya akidah yang tidak bisa dipertemukan, kebencian saya terhadap Islam makin lama semakin tidak bisa ditutup-tutupi, terjadilah pertengkaran demi pertengkaran dan setiap kali saya marah, istri saya tidak pernah melawan, yang dilakukannya yaitu langsung shalat dan baca Al-Qur’an. Dari sinilah timbul keinginan saya yang makin lama makin keras untuk mengetahui kandungan Al-Qur'an, maka saya pinjam AL-Qur'an yang ada terjemahannya terbitan dari DEPAG.

5. Hatiku mulai mendapat petunjuk

Terus terang saya belum pernah membaca Al-Qur’an, kalau membuang hampir tiap hari, pada suatu malam terjadilah sesuatu yang aneh, saat semua orang tidur nyenyak, sepi dan hening, Al-Qur’an saya buka dan seluruh tubuh saya seolah gemetar semua, ketika saya buka persis pada halaman yang ditandai benang pembatas yaitu surat Ar-Rahman, saya terpana dengan keindahan bahasa Al-Qur’an yang di ulang-ulang walau kalimatnya sederhana ‘Nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan”.

Lembar demi lembar saya buka, dan sampailah pada ‘surat Maryam’, Maryam ibunya Yesus dikisah-kan dalam Al-Qur’an lebih terhormat, suci, luhur dan mulya dari pada kisah Maryam dalam Alkitab.

Begitu juga dengan sifat Tuhan dalam Al-Qur'an, Tuhan itu Esa adanya, ini berarti tidak boleh ada alternatif lain selain Allah SWT. Berbeda dengan Alkitab yang menyatakan Tuhan itu tiga yang amat tidak logis, apalagi doktrin Tuhan trinitas tersebut baru ada 325 tahun setelah Yesus diangkat kelangit. Al-Qur’an mengisahkan Allah itu kekal, yang membedakan antara mahluk dengan Tuhan, tetapi dalam Alkitab dikisahkan Tuhan telah mati di salib dan Tuhan dikisahkan kalah berkelahi dengan Ya’kub. Masih banyak hal-hal logis yang tidak saya jumpai dalam Alkitab yang membuat imanku mulai goyang.

Hari masih pagi ketika itu, langit tampak cerah dan matahari begitu hangatnya, semalaman saya tidak dapat tidur dengan pikiran yang kalut. Kemarin saya bertengkar dengan istriku, seperti biasa karena keyakinan yang berbeda. Pagi itu istriku minta dipulangkan ke rumah orang tuanya, karena tidak kuat menahan perasaan karena suami selalu memojokkan bahkan menghina keyakinan.

“Maaf mas, saya mau nikah sama mas karena kehendak orang tua. Di Islam hukumnya anak harus nurut sama orang tua. Saya sudah taat, tetapi rupanya saya mau di-Kristenkan, maaf mas, bagi saya lebih baik kehilangan Mas dari pada harus kehilangan Iman-Islam, Besok setelah sholat subuh antarkan saya kembali ke orang tua.”

Besok harinya, tiba-tiba istri saya sudah siap untuk minta dipulangkan ke orang tuanya. “Kamu harus tetap tinggal di rumah ini bersama saya” kata-kataku memulai dan dia menatapku dengan tajam. “sampai perasaanku hancur…sampai imanku hancur..??” tanyanya. “..Tidak..!!, aku tidak akan berbuat sekasar itu lagi terhadapmu, aku berjanji didepan Tuhan, kau bebas dengan agamamu, bahkan kau bebas membaca kitab sucimu. Tadi malam kitab itu telah aku baca, isinya luar biasa dan benar mutlak. Tapi maaf…aku masih belum yakin, bahwa Islam agama yang benar, aku akan menyelidiki” jawabku menjelaskan pada istriku. “Kalau Islam yang benar mas ?” tanya istriku. “Kalau Islam yang benar maka aku akan masuk Islam, tetapi kalau ternyata Islam yang salah atau keliru, maka kamu haarus masuk gereja” jawab saya menantang.

7. Iman saya mulai goyang dan tertarik dengan agama Islam

Saya mulai membeli buku-buku Islam, minta bantuan ke kedutaan-kedutaan Islam, bagian penerangan Kerajaan Islam Saudi Arabia. Saya datang ke pondok-pondok pesntren mulai dari Banyuwangi sampai ke Kediri. Tidak ada waktu yang berlalu kecuali saya isi dengan belajar perbandingan agama, saya bertekad mencari kebenaran. Saya tidak ingin membohongi hati nurani.

Banyak sekali kebenaran hakiki yang saya jumpai dalam Al-Qur’an, semakin lama semakin nampak kejanggalan-kejanggalan dalam Alkitab, dalam Alkitab banyak sekali pertentangan antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya, banyak juga berkisah tentang pornografi dan mensifati Tuhan dengan sifat yang mustahil, belum lagi Alkitab tidak ditulis dalam bahasa Yesus. Kejanggalan-kejanggalan ini membuat saya semakin bernafsu mencari sampai dimana kekeliruan-kekeliruan Alkitab.

8. Aku resmi keluar dari Gereja Protestan

Pada suatu malam saya bermimpi melihat menara gereja saya yang dikerubuti burung-burung. Langit mendadak terbuka, Para malaikat dan bidadari turun, dan seorang bidadari cantik menyanyikan lagu yang amat merdu, sampai saya terjaga dari tidur, dan masih kedengaran suara bidadari itu. Setelah saya amati, ternyata suara itu adalah suara istri saya yang sedang membaca Al Qur’an. Sejenak kemudian istri saya membangunkan saya ”Mas… katanya ingin ketemu Tuhan, mari silakan”. Malam itu saya bangun, di luar hujan deras diselingi petir menyambar-nyambar. Saya bangun dan cuci muka lalu duduk di atas sajadah yang biasa digunakan istri saya sholat. Saya memang sering bangun tengah malam. Kalau istri saya sholat, saya cuma berdoa saja. Sementara hujan belum reda saya khusu’ berdoa sampai tidak terasa air mata saya berlinang, saya memohon kepada Tuhan, ”..Ya Tuhan tolonglah saya, berilah petunjuk kepada saya, kalau memang benar Yesus itu Tuhan, tetapkan hati saya, akan tetapi kalau bukan, tolong beri saya petunjuk kepada siapa saya harus menyembah”. Tiba-tiba badan saya menggigil, keringat dingin mengucur amat derasnya, kembali terngiang suara kiai-kiai, ulama-ulama, yang pernah berdialog dengan saya bahkan suara dari buku-buku Islam yang saya pelajari, seolah semua berkata ”Islam adalah agama yang benar”.

Lalu secepatnya saya menulis surat kepada Dewan Gereja Jatirto-Lumajang dengan tembusan ke Jakarta, saya menyatakan keluar dari gereja protestan, dan ketika membaca surat saya, istri saya terkejut dan berkata, “Terlalu cepat pernyataan ini, sudahkah Mas pikirkan benar?”. Saya jawab, ”Bagiku bahkan terlalu lamban, sekian lamanya aku terombangambing antara kebenaran dan ketidak benaran, aku sudah tak sanggup lagi membohongi diri sendiri”. “Sudah mantap benar Mas?”, tanya istri saya, ”Yah, aku mantap bahwa Islam adalah agama yang benar!”. Jawab saya, ”Kalau begitu mari saya bimbing membaca syahadat”. Lalu istri saya berwudhu dan sholat dua rakaat. Sementara itu saya melihat lonceng di dinding menunjuk pukul 02.10 WIB dini hari. Usai ia sholat, tangan saya dijabat, katanya, “Mari saya bimbing masuk Islam, disaksikan oleh Allah, seluruh malaikat, Nabi dan Rasul, termasuk junjungan kita Nabi Muhammad saw, coba tirukan: Asyhadu Alla Ilahaillallah, Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah”. Istri saya tak kuat menahan air matanya jatuh bercucuran. Dan sejak itu tersiarlah berita dari mulut ke mulut, ”..Jonathan masuk Islam..!”. Majalah dan surat-kabar juga turut meramaikan. Ayahpun akhirnya mengetahui kalau saya masuk Islam dan memanggil saya pulang, ayah menyodorkan majalah ke hadapan saya dan saya menganggukkan berita tentang saya. Ayah marah sekali dan wajahnya nampak merah padam.

Ayah saya marah sekali, “Terlalu gila kamu..Biaya ayah habis banyak karena kamu. Ini berarti kamu telah mengkhianati cita-cita orang tua. Sekarang aku perintahkan kamu pulang kembali ke Malang dan kembali ke Gereja!”. Saya hanya dapat menundukkan kepala dan ti-dak berani menatap wajah ayah yang merah padam itu. Saya jawab, ”Tidak ayah, saya sudah menyatakan masuk Islam dan saya sudah berjanji mati bersama Islam”. Ayah saya semakin berang dan tiba-tiba menggedor meja, “Terlalu gila..jadi kau sudah benar-benar hendak meninggalkan gereja?”. Saya hanya bisa menganggukkan kepala, langsung ayah saya menyahut tidak senang, ”Baiklah kalau kamu sudah tidak bisa diatur lagi, kamu tidak usah mengaku orang tua di sini, keluar! Dan jangan menginjakkan kakimu lagi di rumah ini!”.

9. Saya diusir dan kerja di pabrik gula

Sejak itu saya diusir dan sayapun meninggalkan rumah . Di Jatiroto, saya ajak istri saya untuk segera meninggalkan rumah dinas Gereja. Tidak ada yang saya bawa dari rumah itu, sebab saya memang merasa semua kekayaan di rumah itu milik gereja. Selanjutnya, saya ditolong oleh orang-orang Islam, ditempatkan di rumah dinas PG. Jatiroto yang kebetulan tidak ada yang menempati.

Alhamdulillah, berkat perjuangan tokoh-tokoh Islam akhirnya saya masuk dan menjadi karyawan PG.Jatiroto. Saya mulai belajar sholat dan membaca Al-Qur’an, dibawah tuntunan istri saya sendiri.

Satu ketika, disaat lagi asyik-asyiknya belajar sholat, datanglah adik saya yang anggota marinir dua jip lengkap dengan anggota-anggotanya. Agaknya keluarga saya di Malang tetap akan memaksa saya kembali ke Malang dan kembali mengelola gereja. Saat itu dengan tegas saya jawab,”Maaf, saya sudah memilih Islam dan berjanji mati dengan Islam!”. Agaknya sudah diatur sebelumnya, begitu mendengar jawaban saya, ia langsung membuka sabuk kopelreim dan dipukul-pukulkan di kepala saya dan saya terjatuh ke lantai dengan berlumuran darah. Saya baru sadar kembali setelah di RS Jatiroto.

Kala itu, ulama-ulama dan tokoh-tokoh agama Islam sama berdatangan menjenguk saya di RS. Jatiroto. Setelah peristiwa itu, beberapa ulama dan kyai mulai menampilkan saya di masjid-masjid untuk memberikan kesaksian tentang kebenaran ajaran Islam. Atas bimbingan dan dorongan dari mereka itulah saya akhirnya lebih giat lagi mempelajari, memperdalam Al-Qur’an dan Hadits.

Saya mulai dikenal masyarakat Islam secara luas, waktu-waktu saya terisi dengan acara-acara pengajian, dari kampung ke kampung, dari pesantren ke pesantren, dari kota ke kota, Jawa Timur, Bali, Lombok, Sumatera Selatan, Kalimantan dan Alhamdulillah sampai ke Malaysia.

Bapak M. Nasir dengan Dewan Dakwah Islamiyah (DDII) nya mendengar cerita tentang saya dan pada tanggal 29 Agustus sampai dengan 8-9-1991 saya mendapat kehormatan diundang pada kesempatan Silaaturrahmi Jamaah Muhtadien di Cisalopa, Bogor Jawa Barat, dimana pada kesempatan itu dihadiri pula oleh para Pengurus Rabithah Al Alam Islamy dari Saudi Arabia.

10. Bergabung ke jamaah Muhtadien

Forum silaturrahmi Jamaah Muhtadien ini adalah suatu acara yang diselenggarakan oleh orang-orang yang telah mendapat hidayah dari Allah SWT yang kemudian masuk Islam, mereka terdiri dari bekas orang-orang Kristen, Pendeta maupun Pastur.

Sejak itu, setiap kali diundang pengajian, saya selalu dipanggil dengan “Haji Muhammad Abdillah” sebenarnya saya merasa sangat malu, karena saya belumlah menunaikan ibadah haji ke tanah suci.

Pada suatu malam, sepulang dari acara pengajian, sebelum berangkat tidur saya menyempatkan diri untuk melaksanakan sholat tahajjud. Pada saat sholat itulah, sengaja saya menangis dihadapan Allah SWT, saya bermunajat, memohon kemurahan Allah SWT agar saya dapat menunaikan ibadah haji.

Setelah sekian puluh kali hal ini saya lakukan, Allah Yang Maha Rahman dan Rahim mendengar munajat saya dan Alhamdulillah pada musim haji tahun 1992, di suatu pagi sekitar tiga hari setelah hari raya Idul Fitri, datang kepada saya sepucuk surat undangan dari Raja Fadh Arab Saudi yang isinya mengundang saya untuk menunaikan ibadah haji.

Allah sungguh Maha Besar, saya seolah dalam mimpi ketika tiba-tiba saya sudah bersujud di Masjidil Haram persis di muka Ka’bah. Kala itu air mata saya tak terbendung lagi, mengalir deras membasahi pipi dan seolah-olah menjeritkan suara hati saya, ”.. Yaa Allah, pada akhirnya telah sampailah perjalanan saya yang sangat meletihkan dari Yerusalem ke Tanah Suci Mekkah, ampuni dan terima taubat hambamu ini dan jadikan hambamu ini termasuk golongan haji yang mabrur…amien Ya Robbal Alamin..”.

sumber : http://al-islahonline.com/bca.php?idartikel=41
http://geocities.com/risanuri/agama/Jonathan.html

Kisah Orang Inggris yang Diislamkan oleh Rumi

Sufi Habibullah Lovegrove, dari abad ke-20 M, adalah orang Inggris yang diislamkan oleh Maulana Jalaluddin Rumi yang hidup pada abad ke-12 M, lewat kontak-kontak spiritual yang awalnya dalam mimpi dan kemudian dalam keadaan terjaga. Kisah keislamannya dituturkan oleh H. Lovegrove sendiri dalam salah satu surat dia kepada syaikh Maulana Syed Mohammad Zauqi Shah, yang akhirnya menjadi Syaikh dia juga, sebagai berikut:

Yang terhormat Mr. S.M. Zauqi, saudara dalam Islam,
Assalamu'alaikum,
Saya telah membaca tulisan anda tentang sufisme dalam Islamic Review dan saya sangat tertarik sekali. Saya baru saja memeluk Islam dan dituntun ke dalam Islam lewat bimbingan suara roh. Saya tertarik untuk menulis dan meminta bantuan serta bimbingan anda dari sudut pandang seorang sufi.
Pertama-tama teman roh ini menuntun saya kepada spiritualisme dan kemudian membimbing saya ke masjid, dan setelah beberapa tahun berpikir maka saya menjadi seorang muslim (1916), sejak itu saya sangat tertarik dengan hal-hal yang islami. Buku saya What is Islam? sangat terkenal ... rasanya saya ditakdirkan untuk melakukan hal-hal yang lebih besar dan saya haus akan ilmu. Saya melakukan perjalanan di atas astral (bintang-bintang) dan melakukan penyembuhan. Orang-orang melihat bentuk astral saya di samping tempat tidur pasien. Kendali roh saya telah difoto dan dikenal oleh seorang India sebagai Jalaluddin Rumi. Mr. A.G. Usman dari Kathiawar diberi pesan tentang saya dan perempuan muda di toko saya. Mr. Usman datang dari India untuk menemui saya, dan meskipun ia sama sekali asing bagi saya namun kami saling mengenal. Lewat pandangan batin saya melihat diri saya sediri bekerja untuk Islam dengan sangat baik sekali.

Jawaban Syed Mohammad Zauqi terhadap surat di atas diantaranya adalah paragraf berikut:

Bentuk astral anda yang memiliki kemiripan dengan Maulana Jalaluddin Rumi, cukup menjadi jaminan akan keaslian spiritualitas anda, karena , dalam hierarki petunjuk Ilahi, Maulana Rumi telah ditugaskan oleh otoritas-otoritas yang lebih tinggi untuk menuntun orang Barat. Ia mengambil murid-murid yang cocok dan mengikuti mereka. Segala sesuatu yang berasal dari dia adalah asli.

Habibullah Lovegrove berkata dalam surat lainnya:

Teman roh saya duduk sekat saya ketika saya sedang menulis surat ini kepada anda. Ia berkata, "anda (S>M> Zauqi) adalah seorang sahabat yang baik dan itulah sebabnya saya harus terus berkorespondensi dengan anda." Ia tidak pernah menyesatkan saya. Saya pergi menghadiri suatu pertemuan pada hari Senin. Teman saya Jalaluddin Rumi bersama saya. Ia juga terlihat oleh seorang perempuan Yahudi Nyonya Kellend namanya. Surat Nyonya Kellend terlampir, mohon dikembalikan.

Dalam surat lain Habibullah berkata bahwa ketika sedang berpidato pada suatu perkumpulan spiritual, beberapa orang melihat dua malaikat dan Jalaluddin Rumi sedang berdiri di belakangnya mengenakan jubah yang bersinar. Nyonya Kellend adalah salah seorang dari yang melihat itu. Habibullah adalah anggota beberapa perkumpulan spoiritual dan ketua atau wakil ketua sebagian di antaranya. Tapi ia disarankan oleh S.M. Zauqi Shah untuk meninggalkan prkumpulan-perkumpulan ini dan mencurahkan diri sepenuhnya pada Tuhan karena merekalah yang menjadi rintangan di jalan kemajuan spiritualnya.

Kisah Dr. Abdul Aziz (Madan Das)

Madan Das adalah seorang bocah Hindu yang pergi bersama orangtuanya dari Peshawar ke Ajmer dalam perjalanan menuju sebuah kuil Hindu bernama Puskar sekitar 30 mil dari Ajmer. karena tempat suci Khawaja Muinuddin Chisti di Ajmer adalah sebuah tempat istirahat umum bagi kaum Hindu, Muslim, dan Kristiani, orangtua Madan Das pergi memberikan penghormatan kepada sang Khawaja dengan meninggalkan si bocah menangis, karena ia pun ingin melihat sang Khawaja, meskipun ditegaskan bahwa Khawaja sudah meninggal dan dikuburkan di tempat keramat itu. Sang bocah pergi ke tempat tidur sambil menangis dan akhirnya tertidur. Dalam mimpinya ia melihat Khawaja Muinuddin datang kepadanya dan berkata dengan penuh kasih sayang, "Aku telah datang melihatmu karena engkau ingin melihatku dan orangtuamu tidak membolehkan kau ikut. Jangan khawatir, aku akan mengirimmu setelah beberapa waktu."

Keluarga itu pulang ke Peshawar. Si bocah pun dewasa dan sudah tamat sekolah. Sebagai seorang pemuda kaya ia menjadi nggota klub tenis Angkatan Bersenjata, dan bermain tenis dengan tentara Inggris, di mana putri seorang mayor tentara juga bermain tenis. Madan Das jatuh cinta pada gadis itu yang membalas dengan perasaan yang sama. Tetapi karena perkawinan seorang gadis Inggris dengan seorang pemuda "asli" dianggap sebagai menjatuhkan martabat bangsa yang sedang berkuasa, maka ia dikirim ke Inggris untuk belajar lebih tinggi. Ia diterima di sebuah perguruan tinggi kedokteran dan membuka praktek di Inggris.

Ketika sang mayor pendiun dari dinas militernya dan pulang ke Inggris, pasangan itu bertemu lagi dan hubungan percintaan pun disambung lagi. Karena pada saat itu si pemuda sudah berkebangsaan Inggris dan beragama kristen pula, orangtua si gadis pun akhirnya merestui perkawinan mereka.

Setelah beberapa waktu Madan das melihat dalam mimpinya wali, yang dulu pernah menemui dia dalam mimpi ketika di Ajmer, datang kepadanya dan menyuruhnya untuk datang ke Ajmer. Tapi ia tidak memperhatikan panggilan mimpi itu yang muncul lagi berulang kali sampai akhirnya ia jatuh sakit, dan karena dokter-dokter tidak mampu mendiagnosa penyakitnya maka ia disarankan untuk pulang ke India barangkali perubahan suasana dapat menyembuhkannya. Ketika mendarat di Bombay ia sama sekali sembuh. Ia mengikuti misi Kristen dan ditugaskan untuk berkeliling negeri menyebarkan agama Kristen.

Selama salah satu perjalanan kelilingnya kebetulan ia pergi ke Ajmer dan memutuskan untuk mengunjungi tempat suci Khawaja Muinuddin Chisti. Begitu memasuki tempat tersebut ia diliputi oleg perasaan gembira yang luar biasadan begitu terpesona dengan hal itu sehingga ia memutuskan untuk memeluk agama Islam dan tinggal di sana selamanya. Ia diberi nama Abdul Aziz, dan sejak menjadi dokter yang berijazah, ia mulai berpraktik sendiri di Ajmer dan dikenal sebagai dr. Abdul Aziz Madan. Ia menjadi teman karib Syaikh Maulana Syed Mohammad Zauqi Shah.