Rabu, 18 Januari 2012

Genne Netto : Mencari Tuhan menemukan Allah

al-islahonline.com :
Dalam Islam hanya Tuhan yang bisa mengampuni dosa, bukan Pendeta atau Pastor
Saya tidak diusir, tidak dimusuhi dan tidak dikeluarkan dari keluarga saya. Keluarga juga tidak pernah menyatakan kata buruk tentang Islam di depan saya. Hanya saja saya dianggap “gila”. Tidak apa apa. Nabi Muhammad (s.a.w.) juga dianggap “gila” oleh kaum Quraisy jadi saya tidak boleh sakit hati karena sebenarnya enak kalau bisa masuk kategori yang sama dengan Nabi (s.a.w.)

Berikut penuturan beliau :
Nama saya Genne Netto, sejak tahun 1995 saya telah menetap di Jakarta, Indonesia, dan pada saat saya bertemu dengan orang baru, mereka selalu penasaran tentang latar belakang saya. Mereka ingin tahu tentang bagaimana saya bisa belajar bahasa Indonesia dengan baik, pindah ke Indonesia dan akhirnya masuk Islam. Lewat bab ini, saya ingin menjelaskan latar belakang diri saya dan bagaimana caranya saya menjadi tertarik pada Islam. :foto

Masa kecil dan mencari tuhan

Saya lahir di kota Nelson, sebuah kota kecil di Pulau Selatan di Selandia Baru (New Zealand) pada tanggal 28 April, tahun 1970. Bapak dan ibu saya bertemu di Nelson, menikah dan mendapat tiga anak; saya nomor dua. Bapak berasal dari Birma (yang sekarang dinamakan Myanmar) dan setelah Perang Dunia II, kakek saya pindah ke Selandia Baru.

Ibu lahir di Selandia Baru dan leluhurnya adalah orang Inggris dan Irlandia. Ibu dibesarkan di sebuah perternakan domba dan sapi di pulau selatan Selandia Baru.

Pada usia kecil saya sudah merasa kurang betah di Selandia Baru. Keluarga saya beragama Katolik dan Ibu saya berkulit putih tetapi saya masih merasa berbeda dengan orang lain. Kakak dan adik saya mendapatkan mata biru dan rambut coklat yang membuat mereka lebih mirip dengan orang berkulit putih yang lain. Tetapi mata saya berwarna coklat-hijau dan rambut saya hitam, dan hal itu memberi kesan bahwa saya bukan orang berkulit putih asli. Jadi, saya orang mana? Orang barat? Atau orang Asia? Saya sudah mulai merasa tidak betah dan oleh karena itu saya berfikir banyak tentang dunia dan siapa diri saya.

Saya membesar terus dan berfikir terus tentang berbagai macam hal, terutama tentang agama, dunia dan alam semesta. Seringkali saya melihat bintang dan dalam kesunyian larut malanm saya berfikir tentang luasnya alam semesta dan bagaimana diciptakan. Dari umur 9 tahun saya mulai membaca buku tentang agama dan topik serius yang lain. Saya ingin tahu segala-galanya: agama, dunia, budaya, sejarah, alam semesta… semuanya! Seingat saya, hanya saya yang tertarik pada dinosaurus pada usia itu. Teman-teman saya yang lain tidak mau tahu tentang dinosaurus karena saat itu film Jurassic Park belum muncul. Hanya saya yang sering membaca tentang topik serius seperti pembuatan piramida, agama Buddha dan Hindu, sejarah dunia, luasnya alam semesta dan sebagainya.

Seperti anak kecil yang lain, saya juga diajarkan agama oleh orang tua saya, karena mereka sebelumnya juga diajarkan oleh orang tua mereka. Di dalam ajaran agama Katolik ada banyak hal yang membingungkan saya. Setiap saya bertanya tentang Tuhan dan agama Kristen, saya seringkali mendapat penjelasan yang tidak memuaskan. Saya menjadi bingung dengan konsep Trinitas, di mana ada Tuhan, Yesus, dan Roh Kudus, dan semuanya Tuhan tetapi Tuhan hanya satu. Tuhan menjadi manusia, dan manusia itu mati, tetapi Tuhan tidak bisa mati, tetapi manusia itu adalah Tuhan. Saya menjadi bingung dengan pastor yang mengampuni dosa orang dengan mudah sekali tanpa bicara kepada Tuhan terlebih dahulu.

Bagaimana kalau pastor salah dan dosa saya belum diampuni? Apakah saya bisa mendapatkan bukti tertulis dari Tuhan yang menyatakan bahwa saya sudah bebas dari dosa? Bagaimana kalau saya bertemu dengan Tuhan di hari akhirat dan Dia menyatakan bahwa dosa saya belum diampuni? Kalau saya berprotes dan menunjuk pastor yang meyakinkan saya bahwa tidak ada dosa lagi, Tuhan cukup bertanya “Siapa menyuruh kamu percaya pada omongan dia?” Siapa yang bisa menyelamatkan aku kalau pastor keliru dan dosa aku tetap ada dan dihitung oleh Tuhan?

Saya mulai berfikir tentang bagaimana saya bisa mendapatkan penjelasan tentang semua hal yang membingungkan saya. Akhirnya jalan keluar menjadi jelas: saya harus bicara empat mata dengan Tuhan! Hanya Tuhan yang bisa menjawab semua pertanyaan saya.

Pada suatu hari, saya menunggu sampai larut malam. Saya duduk di tempat tidur dan berdoa kepada Tuhan. Saya menyuruh Tuhan datang dan menampakkan diri kepada saya supaya saya bisa melihat-Nya dengan mata sendiri. Saya menyatakan bahwa saya siap percaya dan beriman kepada Tuhan kalau saya bisa melihatnya sekali saja dan mendapatkan jawaban yang benar dari semua pertanyaan saya. Kata orang, Tuhan bisa melakukan apa saja! Kalau benar, berarti Tuhan juga bisa muncul di kamar saya pada saat disuruh muncul. Saya berdoa dengan sungguh-sungguh dan menatap jendela di kamar, menunggu cahaya Tuhan masuk dari luar.

Saya menunggu lama sekali. Sepuluh minit. Lima belas minit. Mana Tuhan? Kata orang, Tuhan Maha Mendengar, berarti sudah pasti mendengarkan saya. Saya menunggu lagi. Melihat jendela terus. Menunggu lagi. Kenapa Tuhan belum datang? Barangkali Dia sibuk? Kena macet? Saya melihat jendela lagi. Setelah menunggu sekian lama dan benar-benar memberi kesempatan kepada Tuhan untuk muncul. Tetapi Tuhan ternyata sibuk pada malam itu dan Dia tidak hadir.

Hal itu membuat saya bingung. Bukannya saya sudah berjanji bahwa saya akan percaya kepada-Nya kalau Dia membuktikan bahwa Diri-Nya benar-benar ada? Kenapa Dia tidak mau menampakkan Diri kepada saya? Bagaimana saya bisa percaya kalau saya tidak bisa melihat-Nya? Saya menangis dan tidur. Besoknya saya berdoa lagi dengan doa yang sama. Hasilnya pun sama: Tuhan tidak datang dan saya menangis lagi.

Ini merupakan contoh logika seorang anak kecil. Dalam pengertian seorang anak, apa yang tidak terlihat, tidak ada. Apalagi sesuatu yang begitu sulit didefinisikan seperti konsep “tuhan”. Pada saat itu, terjerumus dalam kebingungan, saya memutuskan untuk tidak percaya kepada Tuhan dan menyatakan diri “ateis” (tidak percaya kepada tuhan mana saja). Saya memberitahu kepada Tuhan bahwa saya sudah tidak percaya kepada-Nya. Dan saya memberitahu Tuhan bahwa Dia memang tidak ada dan semua orang yang percaya kepadanya adalah orang bodoh saja yang hanya membuang waktunya. (Dalam kata lain, saya ngambek terhadap Tuhan.) Di dalam hati, saya berbicara kepada Tuhan dengan suara yang keras supaya Dia bisa mendengar dengan jelas pernyataan saya bahwa Tuhan tidak ada!

Pada hari-hari yang berikut, saya memberi waktu kepada Tuhan untuk datang dan minta maaf karena tidak sempat datang dan menampakkan diri pada hari sebelumnya. Saya sudah membuat pernyataan yang jelas. Tuhan semestinya mendengar pernyataan saya itu dan memberi tanggapan. Tetapi tidak ada tanggapan dari Tuhan. Akhirnya saya mencapai kesimpulan bahwa Tuhan itu memang tidak ada. Sudah terbukti. Kalau ada Tuhan, Dia pasti akan mendengar doa saya dan menampakkan diri. Kenyataan bahwa Tuhan tidak menampakkan diri membuktikan bahwa Tuhan tidak ada!

Saya bersekolah terus dan sembunyikan kenyataan bahwa saya tidak percaya kepada Tuhan. Kalau ada yang menanyakan agama saya maka saya menjawab “Katolik” saja. Selama SD, SMP, dan SMA saya belajar terus tentang dunia tetapi sudah malas mempelajari agama secara serius, kecuali untuk mencari kekurangannya, karena saya menanggap agama itu sesuatu yang membuang waktu saja tanpa membawa hasil. Kebetulan, setelah lulus SMA, orang tua saya memutuskan untuk berpindah ke Australia. Kebetulan, saya memutuskan untuk ikut juga daripada tetap di Selandia Baru.

Di Australia, saya berusaha untuk masuk kuliah Psikologi di Universitas Queensland pada tahun 1990. Saya mau menjadi seorang psikolog anak. Kebetulan, lamaran saya itu tidak diterima karena nilai masuk saya kurang tinggi. Sebagai pilihan kedua, saya ditawarkan kuliah Pelajaran Asia di Universitas Griffith. Di Australia, seorang siswa yang tidak diterima di fakultas pilihan pertamanya, akan ditawarkan fakultas atau universitas yang lain. Setelah satu tahun, dia bisa pindah kembali ke pilihan pertamanya asal nilainya bagus. Kebetulan, saya menerima tawaran untuk masuk Fakultas Pelajaran Asia dengan niat akan pindah ke Fakultas Psikologi setelah satu tahun.

Kebetulan, di dalam Fakultas Pelajaran Asia pada tahun pertama semua siswa wajib mengambil mata kuliah Bahasa Asia. Ada pilihan Bahasa Jepang, Cina, Korea, dan Indonesia. Kebetulan, saya memilih Bahasa Indonesia karena sepertinya paling mudah dari yang lain. Saya hanya perlu mengikuti mata kuliah itu selama satu tahun saja jadi sebaiknya saya mengambil yang termudah. Kebetulan, dalam waktu enam bulan, nilai saya sangat baik, termasuk yang paling tinggi.

Tiba-tiba kami diberitahu ada 3 beasiswa bagi siswa untuk kuliah di Indonesia selama 6 bulan. Saya tidak mengikuti seleksi karena berniat pindah fakultas pada akhir tahun. Tiga teman dipilih. Kebetulan, salah satunya tiba-tiba menyatakan ada halangan dan dia tidak bisa pergi ke Indonesia. Proses seleksi dibuka lagi. Ada seorang dosen yang memanggil saya dan bertanya kenapa tidak mengikuti seleksi dari pertama kali. Saya jelaskan niat saya untuk pindah fakultas pada akhir tahun pertama.

Dia menyatakan “Gene, kemampuan kamu dalam bahasa Indonesia sudah kelihatan. Kenapa kamu tidak teruskan saja Pelajaran Asia. Dalam waktu 2 tahun kamu sudah selesai. Belum tentu kamu senang di bidang psikologi, tetapi sudah jelas bahwa kamu ada bakat bahasa. Coba dipikirkan kembali.”

Akhirnya saya memutuskan untuk meneruskan pelajaran saya di Fakultas Pelajaran Asia itu dan mengikuti proses seleksi untuk beasiswa tersebut. Kebetulan, setelah proses selesai, saya dinyatakan menang dan akan diberangkatkan ke Indonesia pada tahun depan (1991). Sekarang saya menjadi lebih serius dalam pelajaran saya karena sekarang ada tujuan yang lebih jelas.

Dalam Islam hanya Tuhan yang bisa mengampuni dosa, bukan Pendeta atau Pastor
.
Pada suatu hari diadakan acara barbeque (makanan panggang) untuk Klub Indonesia. Semua orang Indonesia di kampus diundang untuk bergaul dengan orang Australia yang belajar tentang Indonesia. Pada saat saya sedang makan, ada orang Indonesia yang datang dan kebetulan dia duduk di samping saya. Dia bertanya “Kamu Gene, ya?” Ternyata dia pernah dengar tentang saya dari seorang teman. “Apakah kamu pelajari agama Islam, Gene?” Saya jelaskan bahwa memang ada mata kuliah tentang semua agama di Asia termasuk agama Islam. “Apakah kamu juga tahu bahwa dalam Islam hanya Tuhan yang bisa mengampuni dosa? Tidak ada pendeta atau pastor yang boleh mengampuni dosa orang!”

Saya begitu kaget, saya berhenti makan dengan hotdog di tengah mulut. Saya suruh dia menjelaskan lebih mendalam lagi. Ini bukan sebuah kebetulan! Inilah sebuah jawaban yang telah saya cari selama 10 tahun. Di dalam Islam hanya Tuhan yang berhak mengampuni dosa. Apakah mungkin di dalam agama Islam ada logika dan ajaran yang bisa saya terima? Apakah mungkin ada agama yang benar di dunia ini? Dari semua kebetulan yang membawa saya ke titik itu, tiba-tiba semuanya terasa sebagai sesuatu yang terencana, dan sama sekali tidak terjadi secara tidak sengaja. Yang saya lihat adalah serangkaian kebetulan yang membawa saya ke kampus itu dan bahasa Indonesia. Tetapi dari pandangan orang yang percaya kepada Allah, tidak ada kebetulan sama sekali di dunia ini!

Masuk Islam

Dari saat itu saya mulai mempelajari dan menganalisa agama Islam secara mendalam. Saya mulai membaca buku dan mencari teman dari Indonesia yang beragama Islam. Secara pelan-pelan saya mempelajari Islam untuk mencaritahu apakah agama ini benar-benar masuk akal atau tidak.

Pada tahun 1991, saya dan dua teman kuliah menjalankan beasiswa untuk kuliah di Indonesia. Saya belajar di Universitas Atma Jaya di Jakarta dan kedua teman yang lain itu dikirim ke Salatiga dan Sulawesi. Pada saat saya di Atma Jaya (sebuah universitas Katolik), sebagian besar teman saya adalah orang Islam. Kenapa bisa begitu? Memang ada orang Islam yang kuliah di Atma Jaya, dan saya merasa sudah paham semua kekurangan yang ada di dalam agama Kristen, jadi saya tidak tertarik untuk bergaul dengan orang yang beragama Kristen. Saya lebih tertarik untuk menyaksikan agama Islam dan pengikutnya dan oleh karena itu saya menjadi lebih dekat dengan beberapa orang yang beragama Islam. Kalau ada teman yang melakukan sholat, saya duduk dan menonton orang itu dan memikirkan tentang apa yang dia lakukan dan kenapa.

Pada saat kembali ke Australia setelah 6 bulan di Jakarta, saya menjadi salah satu siswa yang bahasa Indonesianya paling lancar di kampus. Oleh karena itu, saya sering bergaul dengan orang Indonesia. Secara langsung dan tidak langsung saya pelajari agama Islam terus. Saya membaca buku dan berbicara dengan orang Indonesia di mana-mana. Setelah selesai kuliah Bachelor of Arts, saya mengambil kuliah tambahan selama satu tahun di fakultas pendidikan untuk menjadi guru bahasa. Pada saat yang sama saya mengikuti seleksi untuk beasiswa kedua, kali ini dari Perkumpulan Wakil Rektor Australia (Australian Vice Chancellors Committee). Beasiswa ini hanya untuk satu orang per bagian negara dan, kali ini, saya bebas memilih lokasi kuliah di Indonesia.

Sekali lagi, saya terpilih, dan mendapatkan beasiswa untuk kuliah satu tahun di Universitas Indonesia. Setelah selesai kuliah tambahan di Fakultas Pendidikan, Universitas Griffith, pada tahun 1994 saya berangkat sekali lagi ke Jakarta untuk belajar di Fakultas Sastra di UI. Selama satu tahun di UI, seperti waktu saya ada di Atma Jaya, saya bergaul terus dengan orang Islam.

Pada bulan Februari, tahun 1995, saya duduk sendiri di lantai pada tengah malam dan menonton shalat Tarawih, tayangan langsung dari Mekah. Saya melihat sekitar 3-4 juta orang melakukan gerakan yang sama, menghadap arah yang sama, mengikuti imam yang sama, berdoa dengan ucapan yang sama, berdoa kepada Tuhan yang sama. Saya berfikir: Mana ada hal seperti ini di negara barat? Orang yang berkumpul untuk pertandingan bola yang paling hebat di dunia cuma beberapa ratus ribu. Tidak pernah ada orang sebanyak ini berkumpul si suatu tempat untuk menonton bola, mengikuti suatu pertandingan, atau bahkan mendengarkan Paus bicara. Ini benar-benar luar biasa! Dan tidak ada tandingnya.

Selama satu tahun itu saya teruskan pelajaran agama saya. Tidak secara formal atau serius, tetapi dengan memantau dan mencermati. Kalau ada ceramah agama di TV, dari Kyai Zainuddin MZ atau Kyai Anwar Sanusi dan sebagainya, maka saya mendengarkannya dan memikirkan maknanya. Dan secara pelan-pelan saya mendapatkan ilmu agama dari berbagai macam sumber. Pada akhir tahun 1995 itu saya sudah merasa sulit untuk menolak agama Islam lagi.

Tidak ada yang bisa saya salahkan dalam ajaran agama Islam karena memang Islam didasarkan logika. Semua yang ada di dalam Islam mengandung logika kalau kita mau mencarinya. Apa boleh buat? Saya mengambil keputusan untuk masuk Islam. Akan tetapi, saya seharusnya kembali ke Australia dan mengajar di sekolah di sana. Saya mulai berfikir tentang bagaimana saya bisa mempelajari agama Islam di sana? Ada masjid di mana? Dari mana saya bisa mendapatkan makanan yang halal? Dari mana saya bisa mendapatkan guru agama?

Sepertinya saya akan sulit hidup sebagai orang Islam kalau harus hidup di luar negeri. Kalau saya mau menjadi orang Islam dengan benar maka saya harus menetap di Indonesia untuk belajar. Akhirnya saya mengambil keputusan untuk menetap di Indonesia dan masuk Islam.

Saya kembali ke Australia dan pamit dengan orang tua. Saya memberitahu mereka bahwa saya mau kerja di Indonesia untuk beberapa waktu. Ibu berpesan: “Silahkan kembali ke Indonesia, tapi jangan masuk Islam, ya?”

Dari pandangan orang barat, Islam tidak bagus jadi wajar kalau Ibu menyuruh saya untuk menjahui sesuatu yang dianggap buruk. Saya lupa kapan saat persisnya saya memberitahu orang tua bahwa saya sudah masuk Islam. Kalau tidak salah, saya sudah kembali ke Indonesia, mendapatkan pekerjaan, masuk Islam, dan sudah mulai sholat, sebelum saya memberitahu mereka. Tentu saja mereka menanggap bahwa saya kehilangan akal. Tetapi alhamdulillah, mereka masih berbuat baik kepada saya.

Saya tidak diusir, tidak dimusuhi dan tidak dikeluarkan dari keluarga saya. Keluarga juga tidak pernah menyatakan kata buruk tentang Islam di depan saya. Hanya saja saya dianggap “gila”. Tidak apa apa. Nabi Muhammad (s.a.w.) juga dianggap “gila” oleh kaum Quraisy jadi saya tidak boleh sakit hati karena sebenarnya enak kalau bisa masuk kategori yang sama dengan Nabi (s.a.w.)


Sejak tahun 1995, saya telah menetap di Jakarta dan bekerja sebagai seorang guru bahasa Inggris. Saya belum ada niat untuk kembali hidup di tengah-tengah orang kafir. Saya berniat untuk menetap di sini terus (selama belum diusir) dan mempelajari agama Islam dengan sebaik-baiknya. Banyak orang asing menanggap saya aneh karena mau menetap di negara yang miskin, kotor, penuh dengan korupsi dan sebagainya. Mereka itu memiliki pandangan yang keliru. Komentar mereka benar, tetapi saya juga melihat masjid, orang yang sholat, adzan, Al Qur'an di rumah orang, makanan yang halal, anak-anak yang tidak mau bezina atau menjadi mabuk, dan banyak hal yang lain yang jauh lebih besar manfaatnya. Oleh karena itu, semua kekurangan yang disebut-sebut oleh orang kafir itu menjadi tidak bermakna dan kurang terasa. Keindahan Islam bisa menutupi semua kekurangan yang diciptakan oleh manusia di negara ini.

Dan Alhamdullilah, di sini saya mendapatkan teman-teman yang terbaik di dunia. Belum pernah saya mendapatkan teman seperti teman yang saya jumpai di sini. Bagi saya, persahabatan mereka adalah suatu hal yang sangat nikmat, apalagi saya harus tinggal di sini tanpa keluarga. Karena takut memalukan mereka, saya tidak akan sebutkan namanya. Semuanya memiliki kedudukan sebagai saudara di dalam hati saya. Mereka yang membantu saya sehari-hari untuk selalu ingat kepada Allah dan tidak menyimpang dari jalan yang benar. Mereka yang menjadi contoh konkret bagi saya tentang kehidupan seorang Muslim. Mereka yang menggantikan keluarga yang menganggap saya gila, karena teman-teman ini justru bangga dengan usaha saya untuk menjadi orang yang beriman. Sering ada orang bertanya “Kenapa kamu tidak pulang ke Australia dan berdakwa di sana?” Jawabannya adalah: belum tentu di sana ada orang yang mau mendengar kalau saya bicara, tetapi di sini, justru banyak yang tertarik karena jarang ada orang bule yang masuk Islam, menetap di sini dan bisa berbahasa Indonesia. (Secara kebetulan!) Saya juga tidak mau kembali ke sana karena dengan demikian, saya harus tinggalkan teman-teman saya di sini dan juga guru-guru agama saya. Semoga semua yang mereka lakukan untuk membantu saya belajar agama dibalas Allah swt. karena saya sama sekali tidak sangup menjadi orang baik tanpa bantuan terus dari mereka.

Semoga sisanya dari buku ini adalah sesuatu yang menarik bagi anda yang membacanya. Semoga lewat tulisan ini, semua yang saya pahami sebagai seorang Muslim di Indonesia akan menjadi bahan pikiran untuk kita semua. Perjuangan saya dari luar negeri sampai masuk Islam dan menetap di sini adalah sebagian dari rencana Allah. Saya belum tahu kenapa Allah membawa saya ke Indonesia dan memberi saya kelancaran dalam bahasa Indonesia. Apakah semua itu hanya untuk diri saya sendiri? Atau apakah ada tujuan Allah yang lebih luas yang belum saya pahami? Apa yang Allah inginkan dari saya? Apa yang bisa saya lakukan untuk ummat Islam dan Allah sebagi balasan terhadap semua nikmat yang telah Allah berikan kepada saya?

Barangkali, lewat buku ini, ada beberapa hamba Allah yang akan mulai memikirkan Islam dengan cara baru. Barangkali akan ada beberapa orang yang menjadi lebih dekat kepada Allah setelah membaca dan memahami pikiran saya. Saya bukan seorang ustadt. Saya bukan ahli agama. Yang bisa saya berikan kepada ummat Islam untuk membantu kita semua menjadi ummat teladan di dunia hanya sebatas komentar saja. Barangkali Allah memberikan saya kehidupan sampai sekarang supaya saya bisa bicara kepada anda lewat buku ini. Insya Allah ada tujuan Allah yang membawa hikmah buat ummat Islam lewat komentar saya ini. Saya juga mohon Allah mengangkat semua sifat sombong dan takkabur dari hati saya dan menjadikan saya seorang hamba Allah yang bermanfaat bagi Allah dan bermanfaat bagi ummat Islam. Amin amin ya robbal alamin. Semoga menjadi rahmat bagi kita semua (mualaf.com)

Beliau sekarang ini aktif dalam kegiatan "Pengajian Mualaf Bule di daerah Kuningan". Yang bersangkutan Mr. Genne Netto tinggal di Jakarta, saat ini telah menjadi anggota milist mualafindonesia@yahoogroups.com bergabung dengan yang lainnya dalam membantu mualaf dan calon mualaf … Blogs ybs http://genenetto.blogspot.com

Kisah Ketua Paderi Seluruh Sabah Masuk Islam

al-islahonline.com : Menjelang Perhimpunan Agung UMNO Mei 11 - 13 dan dengan gejala murtad terus bergolak agak elok perwakilan UMNO merenung kembali temuramah ekslusif oleh Jamilah Aini Mohd. Rafiei bersama Ustaz Tajuddin Othman Abdullah (Reverend Thomas Laiden), bekas Paderi Besar Gereja-Gereja Seluruh Sabah. BEKAS Paderi Besar Sabah, TAJUDDIN OTHMAN ABDULLAH, mengupas perbandingan yang cukup ilmiah di antara agama Islam dan Kristian berdasarkan pengkajian yang cukup mendalam lagi terperinci berasaskan pengalaman menjadi Paderi Besar Kristian selama 12 tahun. Apa yang dihuraikan beliau itu adalah iktibar buat mereka yang MURTAD DARI AGAMA ISLAM.

Kristian menurut kitab Injil yang asal jika dikaji sedalam-dalamnya, maka jawapan akhir yang akan ditemui adalah ISLAM. Hakikat ini telah dibuktikan oleh ramai orang Kristian yang akhirnya mendapat hidayah Allah dan kemudiannya memeluk agama Islam.

Tetapi apa yag paling menakjubkan kali ini, kita berpeluang berkongsi pengalaman hidup yang tiada tolok bandingannya bersama USTAZ TAJUDDIN OTHMAN ABDULLAH, seorang bekas paderi besar di seluruh Sabah, yang dilahirkan sebagai seorang Kristian dan menghabiskan sebahagian besar dalam hidupnya untuk belajar menjadi paderi. Beliau yang selama ini berada di tahap paling tinggi dan mulia sekali di Sabah kerana berkedudukan untuk mengampunkan segala dosa yang dilakukan oleh orang-orang Kristian Sabah, contohnya orang yang paling berpengaruh ketika itu, Pairin Kitingan.

Pengalamannya sebagai Bekas Paderi di sekitar 80-an membuatkan beliau banyak mengetahui selok belok agama termasuk agama Islam. Setelah puas mengkaji, akhirnya Allah memberikan hidayah kepadanya dengan memilih Islam sebagai jalan hidup. Beliau kini bertugas di Majlis Agama Islam Melaka di bahagian Unit Kristianologi. Bersama seterusnya dengan JAMILAH AINI MOHD.

RAFIEI, turut hadir SUZILAWATI ROZAINOR ABBAS dengan jurufoto WAN ZAHARI WAN MOHD. SALLEH yang berdialog dengan beliau di Masjid Al-Azim (Negeri), Air Keroh, Melaka, baru-baru ini.

SEMASA KRISTIAN saya dikenali sebagai Paderi Thomas Laiden. Saya berasal dari Sabah dan berketurunan Solok. Agama asal saya ialah Roman Katholik. Saya mendapat pendidikan di Seminary Kepaderian Vatican Itali, iaitu institusi kepaderian terulung di Itali dan di dunia dengan dibiayai oleh Persatuan Kristian Sabah. Saya tamat pengajian pada tahun 1985 seterusnya bertugas sebagai paderi di Vatican. Seterusnya saya memohon untuk kembali ke negeri asal saya, iaitu Sabah.

Pada tahun 1988 saya ditukarkan ke Sabah dan berkhidmat sebagai paderi. Saya bertugas di Gereja St. Mary dan Persatuan Gereja Roman Katholik Sabah seluruh Sabah yang berpusat di Kota Kinabalu.

Keluarga saya terlalu kuat berpegang pada agama Kristian. Itulah sebabnya bapa menghantar saya ke Vatican, dengan harapan agar saya menjadi seorang paderi yang dikira jawatan yang terlalu mulia. Saya mempunyai ramai adik-beradik tetapi kesemuanya perempuan. Saya adalah anak lelaki tunggal dalam keluarga.

Semasa menjadi paderi, saya banyak membuat kajian mengenai agama Kristian, Buddha, Hindu dan Islam. Ketika itu saya tidak tahu langsung tentang keindahan dan kecantikan Islam dan tidak pernah terlintas di fikiran untuk ke situ. Tambahan pula saya dibesarkan di dalam keluarga yang kuat mengamalkan agama Kristian. Saya aktif bergiat dalam dakyah Kristianisasi yang cenderung kepada banyak buku-buku Islam.

Setelah banyak membuat kajian, saya terfikir apabila saya dilantik menjadi paderi, saya mendapat kesimpulan yang saya sudah mula meragui agama yang saya anuti. Konflik Diri Yang Tidak Terbendung, ianya ketara di sekitar 1988, apabila sebagai seorang paderi diberi tanggungjawab yang besar iaitu untuk mengampunkan dosa manusia. Timbul di fikiran saya bagaimana saya sebagai manusia biasa bisa mengampunkan dosa manusia lain sedangkan para Nabi dan Rasul yang diutuskan Allah, mereka ini tidak sanggup mengampun dosa manusia dan tidak mampu mengampunkan dosa manusia. Saya mula serius membuat kajian mengenai Islam.

Apabila saya diberi tanggungjawab mengampun dosa orang-orang Kristian seluruh Sabah, jadi masa itu saya rasakan seolah-olah agama ini sengaja direka-reka oleh manusia. Seterusnya pada tahun 1989 saya kembali ke Vatican untuk membuat Kursus Kepaderian di sana selama tiga tahun.

Dialog Dengan Pope John Paul

Di sana saya telah berjumpa dengan ketua paderi tertinggi seluruh dunia iaitu Pope John Paul. Saya telah berdialog dengannya dan bertanya akan perkara yang memusykilkan saya sepanjang saya menjadi paderi.

Saya berkata kepadanya, "Paul, saya sekarang rasa ragu dengan agama yang kita ini". Dia terkejut dan bertanya, "Apa yang kamu ragukan?" Saya berkata, "Cuba John Paul fikirkan sendiri, kita ini seorang manusia biasa. Di negeri saya Sabah, di negeri saya sendiri setiap malam Ahad saya mengampunkan dosa orang Kristian yang beratus-ratus orang yang datang mengaku buat dosa. Mereka harap saya yang mengampunkan dosa mereka sedangkan para Nabi pun tidak pernah melakukannya." Beliau berkata, "Wahai Paderi Thomas, kamu ini dilantik menjadi seorang paderi, maka kamu ini seorang yang suci dan tidak mempunyai sebarang dosa," Saya katakan yang saya merasakan diri saya mempunyai dosa. Beliau seterusnya menyambung, "Memang kita manusia ini mempunyai dosa. Nabi Adam sendiri mempunyai dosa. Apabila seseorang yang telah dilantik menjadi paderi bermakna kamu ini telah dilantik oleh Jesus Christ. Jesus Christ tidak ada dosa maka kita sebagai paderi ini tidak mempunyai dosa."

Di situlah saya mula tidak percaya pada agama Kristian yang mengatakan ulamak-ulamak Kristian tidak mempunyai dosa. Saya katakan pada Paul yang ulamak Kristian itu pembohong. Dia terkejut lalu berkata, "Thomas, kamu telah dihantar hingga ke peringkat tertinggi untuk menjadi paderi, kenapa kamu berkata demikian. Cuba kamu jelaskan kenapa kamu kata agama Kristian pembohong".

Saya menyoalnya, "Jesus Christ itu Tuhan atau Nabi?" Beliau menjawab, "Dia Tuhan." "Saya bertanya kembali, Pernahkah orang nampak Tuhan? Bagaimana wujudnya Tuhan? Siapa Tuhan kita sebenarnya, Jesus Christ (Nabi Isa) atau Allah bapa? (Allah)." Beliau mengatakan Jesus itu Tuhan. Saya menyoal kembali, "Apa matlamat utama Jesus Christ diutus ke dunia?" Beliau menjawab, "Untuk menebus dosa bangsa manusia, semua bangsa dan agama."

Jadi saya katakan padanya kenapa perlu ada paderi tukang ampun dosa jika Jesus Christ sudah menebus dosa semua manusia. Di situ dia mula pening dan terpinga sambil berkata, "Paderi Thomas awak ini telah dimasuki iblis sehingga berani mempertikaikan Kristian." Saya katakan padanya,"Kita seorang paderi yang suci, bagaimana iblis boleh masuk?" Saya juga katakan padanya saya mempunyai ibu-bapa dan adik-beradik, apabila ibu-bapa saya membuat dosa mereka mengaku di hadapan anak, kerana kedudukan saya ketika itu sebagai seorang paderi. Jadi saya terfikir bagaimana saya seorang anak boleh mengampunkan dosa ibu-bapa. Sepatutnya seorang anak yang meminta ampun dari ibunya.


7 Rukun Kristian

Selepas perdebatan itu Pope John Paul meninggalkan saya, sebagai seorang paderi beliau tidak boleh marah kerana marah merupakan satu dosa. Di dalam Kristian mempunyai tujuh rukun iaitu:-

i). Ekaristi Pembaptisan - seseorang yang ingin memeluk Kristian, mereka mesti dibaptiskan air suci.
ii). Ekaristi Pengakuan - mengaku dosa di hadapan paderi
iii) Ekaristi Maha Kudus - memakan tubuh Tuhan (Khusti kudus)
iv) Ekaristi Minyak Suci - air suci
v). Ekaristi Krisma - penerima ekaristi Maha Kudus layak menerima Krisma
vi) Kristi Imaman - menjadi paderi
vii). Ekaristi Perkahwinan - hanya untuk penganut awam (Paderi tidak menerima ekaristi ini)

Air Suci (Holy Water)

Dalam Kristian air suci atau lebih dikenali sebagai Holy Water, adalah paling bernilai sekali. Untuk menjadi seorang Kristian, seseorang perlu menjalani Ekaristi Pembaptisan iaitu meminum air ini. Ia diperolehi dari proses uzlah yang dijalani sebelum menjadi paderi. Jika tidak mempunyai akidah yang benar-benar kuat, akidah boleh rosak disebabkan air ini. Contohnya ialah seperti apa yang berlaku ke atas seorang doktor perempuan Melayu di Selangor. Setelah minum, beliau langsung tidak boleh mengucap, hatinya telah tertutup. Menurutnya beliau sudah tidak yakin lagi dengan agama lain kecuali Kristian sahaja kerana melalui Kristian beliau boleh melihat Tuhan Jesus yang turun setiap malam. Itulah permainan iblis. Sesiapa yang meminum air tersebut dapat melihat apa sahaja. Sebaik sahaja doktor tersebut meminumnya, akhirnya beliau memeluk Kristian. Saya pergi menemuinya, dia katakan kepada saya Islam tidak benar, hanya Kristian agama yang benar kerana umatnya boleh melihat Tuhan. Apabila saya tunjukkan air itu kepadanya sambil bertanya pernahkah beliau meminumnya. Beliau menjawab memang pernah meminumnya semasa beliau belajar di Indonesia; apabila pergi ke gereja beliau akan diberi minum air tersebut.

Beliau menyatakan kepada saya beliau akan hidup dan mati dalam Kristian. Saya membacakan kepadanya surah Al-Kahfi di samping memintanya mengamalkan surah tersebut setiap masa. Alhamdulillah ama-kelamaan keadaannya semakin pulih.

Inilah permainan sihir sebenarnya. Tidak siapa dapat melawan ilmu Allah, hanya ilmu Allah sahaja yang berkesan menghapuskan permainan sihir. Tidak lama kemudian beliau kembali mengucap dan terus menangis. Saya katakan kepadanya saya sudah terlalu berpengalaman dengan taktik Kristian. Itulah, cara memikat orang untuk ke agama Kristian cukup mudah, tidak mengapa jika tidak percaya kepada agama Kristian, tetapi apabila minum air itu segala-galanya akan berubah. Setelah saya mempelajari Islam barulah saya tahu rupanya iblis ini boleh menyerupai bermacam rupa. Kekuatannya hanya pegangan akidah.. Tetapi Holy Water ini sekarang tidak boleh lagi diedarkan di Malaysia kerana orang yang pembuatnya di biara Vatican telah memeluk Islam dan membongkar rahsia ini. Ramai orang sudah tahu mengenai air ini dan mula berhati-hati dengan setiap apa yang meragukan.

Ekaristi Maha Kudus

Rukun yang kedua pula iaitu Ekaristi Maha Kudus bermaksud memakan tubuh Tuhan. Saya pernah berhujah dengan John Paul mengenainya. Saya katakan padanya sedangkan Firaun yang zalim itupun tidak pernah memakan tubuh tuhan kenapa pula kita sebagai ulamak Kristian boleh makan tubuh tuhan?.
Saya jelaskan kepadanya, apabila semua paderi memakan Khusti Kudus (sejenis makanan yang diimport khas dari Itali) bermakna itu satu penghinaan kerana tubuh tuhan boleh dimakan. Kata beliau, itu memang sudah menjadi rukun Kristian dan tidak boleh dipertikaikan lagi.

Apa yang paling merbahaya ialah Holy Water. Khusti Kudus tidak mempunyai rahsia apa-apa, ia seolah-olah seperti roti yang dicampur dengan bahan lain. Berlainan dengan Holy Water yang kesannya cukup kuat. Bayi-bayi yang baru dilahirkan pun dibaptiskan. Terdapat sesetengah klinik yang membaptiskan bayi walaupun bayi tersebut Islam. Bagi kepercayaan Kristian setiap bayi yang baru lahir wajib dibaptiskan kerana ia mempunyai dosa, ia menyimpan dosa pusaka yang ditinggalkan datuk-moyang mereka. Ia berlainan dengan Islam, Islam meletakkan bayi yang baru lahir itu adalah dalam keadaan fitrah (bersih).

Sebenarnya agama Kristian ini salah. Di dalam semua kitab tidak ada mengenai agama Kristian. Kristian ini baru sahaja berkembang oleh seorang Paul yang pertama di zaman Julius kemudian beliau mengembangkannya. Asal agama Kristian ialah dari agama Yahudi dan Nasara. Tetapi di Romawi ia dinamakan Kristianisasi. Jika kita meneliti didalam kitab Nabi Isa (Injil) tidak ada disebut Kristian.

Sebenarnya semua ulamak Kristian tahu mengenai kedudukan agama Islam. Pernah terjadi dalam tahun '78, semasa itu saya terjumpa kitab yang menyatakan kebenaran dan Nabi Muhammad. Tetapi semasa itu saya tidak begitu memperdulikannya. Di dalam kitab tersebut ada menyebut mengenai Ahmad iaitu Nabi Muhammad s.a.w
.
Ketika itu saya masih belajar di Vantikan, oleh kerana saya kurang sihat saya tidak dapat mengikut kelas pengajian. Saya diberi tugas oleh seorang paderi untuk menjaga sakristi perpustakaan yang terdapat di gereja untuk menjaga kitab-kitab di situ. Paderi tersebut mengatakan kepada saya,Thomas, kamu perlu menjaga kesemua kita-kitab di sakristi ini tetapi kamu tidak boleh membuka almari." Beliau menunjukkan kepada saya almari yang dimaksudkan. Saya hairan kerana beliau melarang saya membuka almari tersebut sedangkan kuncinya diserahkan kepada saya. Sifat manusia, apabila dilarang maka itulah yang ingin dibuatnya. Ketika itu semangat saya terlalu berkobar-kobar untuk mengetahui isi kandungan kitab yang diturunkan kepada Nabi Isa a.s. Saya mengambil kitab itu dan menyembunyikannya.

Kitab tersebut ditulis di dalam bahasa Hebron. Ia masih saya simpan hingga ke hari ini dan saya dalam proses untuk
menterjemahkannya ke dalam bahasa Melayu. Ia menjadi rujukan kepada saya, dan sebagai bukti untuk berdebat dengan orang-orang Kristian. Saya telah utarakan kepada Majlis Agama Islam Melaka, jika boleh saya ingin menterjemahkannya dan sebarkan kepada orang ramai. Pihak Majlis tidak berani melakukannya, menurut mereka ia akan mengancam nyawa saya kerana dengan pendedahan kitab tersebut rahsia Kristian akan tersebar.

Isi kitab tersebut sama dengan al-Quran. Rupa-rupanya barulah saya mengetahui semasa upacara mengangkat sumpah dalam proses beruzlah pada hari yang ke 39, setiap paderi akan meletakkan tangan mereka ke atas kitab yang dibalut dengan kain putih yang diletakkan di atas bantal. Tidak siapa dibenarkan membukanya dan lihat isi kandungannya. Berbalik kepada kisah saya mencuri kitab tersebut, selepas kehilangannya paderi yang menyerahkan kunci kepada saya dahulu memanggil saya dan bertanya apakah saya ada mengambilnya. Saya menafikan dengan mengatakan tidak pernah mengambil kitab tersebut. Hati saya nekad untuk tidak mengaku dan menyerahkannya kerana saya ingin mengkaji kitab tersebut.

Disebabkan seseorang bakal paderi tidak boleh berbohong, beliau mempercayai pengakuan saya. Akhirnya pada keesokannya iaitu pada hari mengangkat sumpah, disebabkan Injil tersebut telah hilang, mereka meletakkan kitab suci al-Quran (yang dibalut dan sentiasa tersimpan di almari) sebagai ganti kitab yang hilang.

Al-Quran digunakan di dalam upacara mengangkat sumpah? Semua paderi tidak tahu hal ini kecuali saya. Pada masa itu saya terfikir, apa gunanya jika kita bersumpah di atas kitab al-Quran tetapi masih tidak beriman dengannya? Bermakna semua paderi telah bersumpah di atas al-Quran tetapi kufur selepas itu.

Hidayah

Menyingkap saat saya didatangkan hidayah ialah ketika saya sudah tamat belajar dan bertugas di Gereja St. Mary, Sabah. Pada suatu malam Ahad pada tahun 1991, saya bersembahyang dengan cara Kristian di hadapan tuhan-tuhan saya iaitu. Tuhan Bapa, Ibu Tuhan (Mary) dan Anak Tuhan (Jesus Christ). Ketika itu saya terfikir di dalam hati, patung-patung ini diukir oleh manusia, saya menyembahnya setiap hari di dalam bilik.' Apabila saya selesai sembahyang saya meletakkannya di bawah tempat tidur. Hati saya berkata, alangkah hinanya Tuhanku.
Kenapa aku boleh meletakkannya di bawah tempat tidur yang boleh aku baringkan dan letak sesuka hatiku?

Turunnya Hidayah Malam itu, selesai sembahyang saya mengambil sehelai kertas dan saya tulis diatasnya, "Tuhan, diantara agama Islam, Kristian, Hindu dan Buddha aku telah mengetahui semua agama ini. Malam ini tolonglah tunjukkan kepadaku manakah di antara tiga agama ini yang benar bagiku". Setelah itu, tak tahulah saya katakan bagaimana mengantuknya mata saya yang tak pernah-pernah saya alami rasa mengantuk yang lain macam, mata saya langsung tidak boleh terangkat.

Akhirnya saya tertidur. Pada malam itu, pada saya mungkin bagi para Nabi boleh dianggap mimpi tetapi menurut saya mungkin Tuhan ingin memberikan hidayah kepada saya. Di dalam tidur, saya merasakan seolah-olah saya menaiki lif dari satu tingkat ke tingkat lain sehingga tingkat tujuh, ketika itu mata saya tidak boleh dibuka kerana di hadapan saya ada satu cahaya yang terang benderang menyuluh. Saya bertanya kepada seorang yang berdiri di hadapan saya, orangnya MasyaAllah terlalu tinggi. Jarak diantara kaki dan kepala umpama langit dan bumi.

Saya bertanya kepadanya, Negeri apakah ini?" Beliau berkata kepada saya, "Awak tidak layak masuk ke negeri ini, ini negeri umat Nabi Muhammad s.a.w." Saya meminta keizinannya sekali lagi untuk masuk tetapi beliau tetap tidak membenarkan. Dari luar saya dapat lihat di dalamnya ada satu jalan umpamanya titi yang halusnya seperti sehelai rambut. Saya tak berani katakan ia Titian Sirat atau apa-apa kerana tidak mengetahui apa-apa ketika itu. Saya hairan kenapa orang yang berjubah dan bertudung mereka melintas jalan itu dengan mudah sedangkan saya langsung tidak boleh mengangkat kaki. Penjaga itu berkata lagi, "Awak tidak boleh masuk, tetapi awak lihatlah bagaimana keadaan mereka yang beragama Yahudi dan Nasara (Kristian)."

Alangkah terkejutnya saya apabila melihat orang-orang Kristian yang kepalanya dimasukkan ke dalam api umpama dijadikan kayu api. Saya terkejut dan sedar hanya Islam agama yang benar. Akhirnya saya tersedar seelok sahaja azan subuh dilaungkan dari masjid berhampiran.

Saya bangun dan membersihkan badan saya. Saya menuju ke kereta. Pemandu telah bersedia membawa saya tetapi saya menolak pelawaannya dan katakan kepadanya saya ingin pergi ke satu tempat yang orang lain tidak boleh ikut serta. Saya memandu kereta menuju ke sebuah masjid di atas bukit. Ketika saya tiba, mereka sedang berjemaah menunaikan fardu Subuh, saya menanti seketika sebagai menghormati agama mereka. Setelah selesai, saya pergi menemui imam yang bertugas ketika itu. Saya katakan kepadanya yang saya ingin memeluk Islam hari itu juga.

Beliau terkejut dan berkata kepada saya, "Awak ini di bawah Pairin Kitingan, Ketua Menteri Sabah, susah kami hendak Islamkan awak, tambahan pula awak paderi besar seluruh Sabah." Saya katakan padanya," Awak jangan bimbang sebab dosanya saya yang ampun, hal dia tidak perlu dibincangkan. Apa yang saya mahu, hari ini saya mahu peluk Islam."

Peluk Islam

Seterusnya imam tersebut berkata lagi, "Awak tak boleh masuk Islam sekarang sebab awak perlu mengisi borang, tandatangan surat akuan sumpah dahulu, baru awak boleh masuk Islam." Dengan agak kasar saya katakan kepadanya, "Kalau beginilah caranya untuk memeluk Islam, lebih baik orang masuk Kristian. Kalau masuk Kristian, hari ini terus dibaptiskan dan menjadi Kristian. Untuk masuk Islam pun perlu isi borang ke? Baiklah, jika hari ini saya turun ke bawah dan ditakdirkan tiba-tiba saya dilanggar kereta dan mati, maka apa akan jadi kepada saya dan siapa yang akan bertanggungjawab?" Akhirnya imam tersebut menyuruh saya mengucap dua kalimah syahadah. Maka pada pagi Ahad itu saya telah sah sebagai Islam.

Dengan Kekuatan Diri setelah selesai mengucap, saya kembali ke rumah saya. Ketika saya melalui kawasan gereja, orang ramai sudah penuh menunggu saya untuk upacara pengampunan. Mereka melambai tangan ke arah saya. Saya membalas kembali lambaian mereka. Ketika itu seakan ada satu kekuatan dalam diri saya. Saya keluar dari kereta dan membuat pengumuman di hadapan mereka. Saya katakan kepada mereka, "Kamu ini jika sembahyang pun berdosa, kalau tak sembahyang lagi bagus." Kemudian saya meninggalkan mereka yang kelihatan seperti kehairanan. Saya meneruskan perjalanan menuju ke rumah.

Di dalam rumah semua ahli keluarga sudah bersedia menanti saya untuk ke gereja. Jubah saya sudah siap diseterika. Saya panggil semua ahli keluarga sambil bertanya apakah mereka sudah makan atau belum. Mereka katakan yang mereka sudah makan kecuali Khusti Kudus sahaja yang belum dimakan. Saya katakan itu tidak payah dimakan pun tidak mengapa kerana di kedai banyak roti untuk di makan. Saya membuat pengumuman kepada mereka, saya berkata sambil memandang ke arah bapa saya, "Saya hendak memberitahu kamu sesuatu perkara. Saya belajar di Vatican selama 12 tahun dan sudah terlalu banyak menghabiskan wang bapa. Selama 12 tahun saya belajar, saya tahu bahawa agama yang saya anut ini adalah agama yang salah, agama yang betul adalah Islam."

Diperangi Keluarga

Ketika itu saya lihat tidak ada apa-apa riak di wajah bapa dan ahli keluarga saya, tetapi mereka semua terdiam. Saya menyambung kembali, "Tadi saya telah memeluk Islam di masjid bandar sana dan menyuruh saya mengucap. Bermakna hari ini saya sudah menjadi orang Islam." Bapa saya berkata kepada saya, "Oh! kamu sudah Islam! Tidak mengapa!" Seterusnya beliau menuju turun ke dapur. Saya ingatkan tidak ada apa-apa ketika itu. Saya tidak sedar rupa-rupanya beliau pergi mengambil parang panjang dan cuba menyerang saya. Saya yang kebetulan duduk di tepi tingkap di tingkat satu terus terjun ke bawah. Saya melompat dari tingkat atas dengan berkaki ayam. Tuhan masih mahu memanjangkan umur saya. Saya turun dan terus meninggalkan rumah sehelai sepinggang hingga ke hari ini.

Dari segi pengamalan kedua ibu-bapa saya yang memang cukup kuat berpegang pada agama, apabila seorang anak murtad (keluar Kristian) mereka tidak lagi mengaku anak.

Selepas itu saya pergi ke Jabatan Agama Islam Sabah. Demi keselamatan diri saya, salah seorang pegawai di sana
menasihatkan saya agar pergi belajar dan keluar dari Sabah. Akhirnya saya merantau ke Semenanjung dan menyambung pengajian saya di Institut Dakwah Kelantan pada tahun 1992 dan seterusnya saya menyambung pula ke Nilam Puri sehingga tahun 1995. Ketika itu saya adalah pelajar yang paling tua sekali. Setelah tamat pengajian, saya menganggur sekejap. Tidak lama kemudian saya diterima bertugas di Majlis Agama Islam Melaka hingga ke hari ini. Kemungkinan juga selepas ini saya akan dipindahkan ke majlis Agama Islam Kelantan.

Di sini (Melaka) saya ingin menerbitkan buku mengenai kajian Kristian. Tetapi terlalu banyak banyak prosedur yang perlu dijalani. Kini setelah hampir sembilan tahun saya memeluk Islam dan meninggalkan Sabah, saya masih diugut dan dikecam. Namun saya tidak khuatir kerana yakin Allah tetap melindungi hamba-Nya dan yakin ajal maut itu tetap datang walaupun bersembunyi di ceruk mana sekalipun. Kini saya bahagia setelah mendirikan rumah tangga bersama isteri yang cukup memahami jiwa saya. Dalam usia 49 tahun, saya baru mempunyai seorang cahaya mata berusia satu tahun setengah. Islam tidak menyusahkan penganutnya. Jika menjadi paderi perkahwinan tidak dibenarkan tetapi setelah Islam, baru saya tahu betapa indahnya perkahwinan dan zuriat yang merupakan rezeki dari Allah (SWT).

Di Vatican, orang Kristian yang keluar agama kemudian masuk ke negara tersebut, mereka akan bunuh. Bagi mereka seseorang yang murtad dianggap kotor dan mencemarkan maruah agama. Tetapi adakalanya saya terfikir, jika di sana orang Kristian murtad kenapa ianya tidak terjadi di negara yang pemerintah dan majoriti penduduknya beragama Islam. Itulah yang susahnya.

Saya membuat kajian hampir empat tahun baru mendapat nikmat Islam. Terlalu sukar saya mengecapi nikmat Islam tetapi orang di sini yang memang lahirnya dalam Islam dengan mudah mahu membuang Islam. Di sini saya bertanggungjawab terhadap mereka yang murtad, jika yang tidak berpengetahuan tidak mengapa tetapi yang sedihnya yang murtad ini ialah mereka yang mempunyai pendidikan hingga ke peringkat tertinggi dan mempunyai pendapatan yang melebihi dari keperluan bulanan.

Pernah saya katakan kepada seorang doktor, "Doktor, suatu ketika dahulu saya menerima gaji bulanan sebanyak RM5,000 sebulan, dilengkapi dengan pembantu rumah, pemandu dan rumah serba lengkap. Kehidupan saya terlalu mewah di Sabah. Tetapi doktor, kenapa saya sanggup melepaskan itu semua semata-mata kerana Islam! Gaji doktor sekarang terlalu mencukupi tetapi mengapa perlu tinggalkan Islam?" Saya memang cukup marah dan terkilan apabila mendengar orang yang ingin murtad. Minta maaf jika saya katakan, mengapa terlalu bodoh sangat sehingga sanggup menanggung dosa besar? Umat Islam dari segi ekonomi sebenarnya terlalu mencukupi cuma cara pelaksanaannya yang agak longgar.

Kesatuan gereja

Kita lihat Kristian, dari segi kerjasama dan ukhuwah mereka begitu kuat. Semasa saya menjadi paderi dahulu, apabila saya masuk ke sesebuah kampung untuk berdakwah saya dibekalkan beberapa ribu wang. Ini kerana gereja di seluruh dunia bersatu padu. Meskipun dari segi politik berbeza dan bermusuh tetapi untuk menghancurkan Islam mereka mesti bersatu. Mereka berkata jika di negara Barat, penduduk penganut Kristian tidak bersembahyang pun tetapi mereka tetap Kristian. Gereja di sana setiap hari Ahad kosong kerana setiap hari Ahad diadakan acara perlawanan bola sepak di kalangan paderi. Orang ramai pergi menyaksikan acara tersebut. Itu yang mereka minat. Oleh sebab itu peruntukan untuk di sana sudah tidak ada lagi. Sebagai alternatifnya mereka akan mengalihkan peruntukan itu untuk disalurkan ke negara Asia terutamanya ke Indonesia dan Malaysia.

Begitulah kuatnya kerjasama di antara mereka. Bagi mereka tidak perlu berdakwah untuk orang Barat yang sudah sedia Kristian sebab untuk mereka memeluk Islam sukar. Yang lebih penting ialah misi mengkristiankan orang Islam.

Bagi pandangan saya, saya lihat orang Islam agak susah untuk bersatu. Masing-masing mempunyai fikrah yang berbeza dan hidup dalam kelompok sendiri. Kadangkala di kalangan orang Islam sendiri bergaduh. Ini berlainan dengan orang Kristian yang amat menitikberatkan soal kebajikan. Namun bukan semua orang Islam begitu, masih ramai di kalangan mereka yang bijak. Semasa saya menjadi paderi, saya memberikan tumpuan kepada orang miskin. Pernah terjadi di Perak, saya telah menghabiskan beratus ribu untuk mereka, mereka mengambil wang tersebut tetapi tidak memeluk Kristian. Selepas saya Islam, saya pergi menemui mereka, senarai nama mereka masih ada dalam simpanan saya. Setelah saya periksa rupa-rupanya mereka ini masih Islam walaupun pada awalnya mereka berjanji untuk memeluk Kristian.

Alhamdulillah mereka tidak berdendam pada saya sebaliknya mereka membelanja saya makan setelah mengetahui saya telah memeluk Islam.

Masalah Kelemahan Pendakwah Islam

Adakalanya saya terfikir kenapa ketika Barat menjajah kita, orang Melayu tidak murtad sedangkan pada hari ini negara yang pemerintahnya Islam tetapi orang Melayu boleh murtad dengan begitu mudah sekali. Kelemahan kita ialah pendakwah Islam kadang-kadang boleh kalah dengan pendakwah Kristian. Saya beri contoh seorang kawan saya yang pernah sama-sama belajar dengan saya semasa di Vatican dahulu. Beliau pernah menyatakan kepada saya, orang Yahudi sekarang sedang memberi tumpuan kepada kajian al-Quran dan Hadis.

Dia mengatakan pada saya; "Wahai Thomas, (dia tetap memanggil saya dengan nama Kristian walaupun saya telah Islam), Allah ada mengatakan di dalam salah sebuah ayatnya yang bermaksud; "Tidak akan masuk syurga melainkan orang-orang yang beragama Yahudi dan Nasara." Sekarang kami pendakwah Kristian mahu pandai membaca al-Quran, terjemahan dan hadis. Kami mempunyai kursus khusus mengkaji al-Quran dan Hadis. Awak lihatlah apa yang telah dikatakan oleh Tuhan mu itu." Saya katakan kepadanya, "Betul apa yang awak baca ini. Kami membaca al-Quran bukanseperti apa yang awak faham. Memang benar awak membaca ayat itu tetapi al-Quran ini jika awak tafsir separuh-separuh itu tidak betul. Al-Quran bukan seperti Injil yang boleh ditafsir separuh-separuh. Saya dahulu apabila belajar al-Quran mengambil masa sehingga tiga tahun baru khatam. Saya ucapkan terima kasih pada awak kerana hanya enam bulan awak sudah boleh membaca al-Quran." Saya katakan lagi padanya, "Sebenarnya awak tidak tahu tafsir al-Quran. Maksud sebenar ayat tersebut ialah "Telah berkata mereka (orang-orang Yahudi dan Nasara), tidak akan masuk syurga melainkan orang Yahudi dan Nasara, sedangkan semua itu hanyalah merupakan angan-angan kamu yang kosong." Itu bukan firman Allah, kata-kata itu adalah keluar dari mulut orang-orang Yahudi sendiri. Paderi tersebut masih belum faham lalu bertanya, "Apakah angan-angan kosong itu?" Saya katakan,"Setiap hari Ahad kamu makan tuhan kamu. Apabila kau menghadap Khudsi Kudus sambil berdoa bermakna kamu telah memakan tuhan kamu. Untuk apa kamu berbuat demikian?" Beliau tidak boleh berkata apa-apa walaupun mukanya telah merah padam. Saya katakan kepadanya, "Kamu tidak boleh marah. Kalau kamu marah, siapakah yang akan mengampunkan dosa kamu?"

Hal itu tidak mengapa jika diutarakan di hadapan mereka yang faham, tetapi apa yang saya bimbangkan bagaimana jika ayat itu dibacakan di hadapan mereka yang tidak faham dan rendah pengetahuan agamanya?

Siapakah Sasaran Kristian?

Program mereka kini ialah berdakwah kepada orang Islam yang menghabiskan masa di kaki-kaki lima terutamanya golongan remaja yang bermain gitar. Mereka akan katakan, jika bermain di kaki lima tidak mendapat apa-apa bayaran, lebih baik bermain lagu di gereja setiap hari Ahad dengan pendapatan lumayan. Dari situ ramai yang tertarik.

Dari segi wanita Islam pula, yang saya perhatikan senarai namanya terlalu ramai orang Melayu yang memohon menukar nama di Jabatan Pendaftaran Negara (JPN). Itu yang menyedihkan saya. Di JPN, beratus nama sedang menunggu, apabila pihak JPN meluluskan nama- nama tersebut, maka akan murtadlah nama-nama itu. Itu kelemahan undang-udang negara, kami tidak boleh berbuat apa-apa kerana mereka ini berpegang pada peruntukan yang mengatakan apabila seseorang yang berumur 18 tahun ke atas bebas beragama.

Apa ikhtiar kita?

Ada seorang wanita berjumpa saya tetapi keadaannya meragukan. Beliau memakai tudung. Saya menggunakan isteri saya untuk memerhatikan wanita ini. Bila mereka tinggal berdua, barulah saya tahu di dalam tudungnya itu ada salib. Isteri saya memberitahu saya. Saya memanggilnya. Saya katakan kepadanya, "Kamu tidak sayangkan Islam ke? Tolong buang benda yang ada di dalam tudung kamu itu". Dia tidak mengaku, tetapi saya yakin beliau memakainya. Sejurus kemudian beliau mengeluarkan rantai salib di lehernya dan mengatakan beliau sengaja memakainya tanpa mempunyai niat apa-apa. Saya katakan padanya yang saya dahulu memakai rantai yang lebih besar daripadanya.

Akhirnya saya megambil rantai tersebut dan menyimpannya di pejabat saya untuk dibawa ke pihak atasan dan menerangkan bagaimana seriusnya penyakit ini di kalangan anak remaja kita. Wanita jika tidak kuat pegangan memang mudah dipengaruhi.

Ada juga taktik orang-orang Yahudi yang menjadikan perkahwinan sebagai langkah paling mudah untuk memurtadkan gadis Islam. Untuk berkahwin, mereka (lelaki Kristian) akan memeluk Islam, kemudian akan membawa isterinya ke negara asalnya dan memurtadkan isterinya itu. Kemenangan Islam, Keadilan Sejagat 'Sesungguhnya orang-orang yang berkata: Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka beristiqamah, turun kepada mereka malaikat Allah berkata: jangan kamu takut dan jangan berdukacita, dan bergembiralah dengan syurga yang dijanjikan kepada kamu.'

Oleh JAMILAH AINI MOHD. RAFIEI,
turut hadir SUZILAWATI ROZAINOR ABBAS
dengan jurufoto WAN ZAHARI WAN MOHD. SALLEH
Terbitan : 24 Mei 2002

http://myquran.org/forum/index.php/topic,853.240.html?PHPSESSID=ubdfi8jvk3cse15blo37b55890

Adrie Oral Lolowang : Islam agama terakhir dan pelengkap

al-islahonline.com : Nama lengkap saya Adrie Oral Lolowang, saya dipanggil Adrie tetapi lebih banyak orang memanggil saya Oral karena nama tersebut adalah nama kesayangan. Saya dilahirkan di Tompasa Baru, sebuah desa di daerah kabupaten Minahasa Selatan - Manado - Sulawasi Utara pada tanggal 5 -10-1972. Saya lahir dari keluarga Pendeta atau keluarga Pelayan Rumah Tuhan yang sering disebut Keluarga Lewi, ka-rena bapak saya pendeta, kakek saya pendeta dan buyut saya-pun Pendeta.

Setamat SMA th. 1991, saya melanjutkan belajar di Sekolah Alkitab di kota Malang- Jawa Timur, dan setelah tamat dari Sekolah Alkitab saya langsung ditugaskan di daerah Cileungsi sebagai Pengerja atau Pembantu Pendeta. Selama bertugas di Cileungsi, saya tinggal di Kenari Mas hingga saat ini.

Pada tahun 1997 saya melanjutkan belajar ke Sekolah Alkitab di Cianjur-Jawa Barat., Pada tahun 2003, saya melanjutkan pendidikan di salah satu sekolah tinggi Theologia di Jakarta untuk mendapatkan kesarjanaan dibidang theologi - S1/Sth- namun tidak sampai selesai. Pada tahun 2005 saya kembali melanjutkan pendidikan tinggi di Sekolah Tinggi Theologia di Lampung cabang Bekasi.

Pada tahun 1995 saya menjadi Pengajar Pendidikan Agama Kristen di SMA Negeri 1 - Cileungsi dan telah mengikuti Penataran Guru-Guru Agama Kristen tingkat Propinsi sebanyak tiga periode yaitu pada tahun 1995, 1999 dan 2003 yang dilaksanakan oleh Bimas Kristen Jawa Barat, dan berhenti menjadi penga-jar setelah memeluk agama Islam. Setelah menjadi guru honorer selama 10 tahun, seharusnya pada tahun 2006 ini, saya akan mengikuti pengangkatan PNS sebagai guru agama Krsiten tetapi batal karena memeluk agama Islam.

Pada tahun 2003, saya dipercaya memimpin Badan Kerja Sama Gereja yaitu gereja-gereja di tingkat Kecamatan sebagai Sekretaris untuk periode 2003-2007, namun pada tahun 2004 saya memutuskan untuk tidak aktif dalam Badan Kerja Sama Gereja tersebut. Jabatan terakhir saya adalah sebagai Gembala atau Pimpinan salah satu Jemaat sebuah Gereja dan berhenti setelah memeluk agama Islam.


Islam agama terakhir dan pelengkap

Selama dua sampai tiga tahun saya memendam dan mengubur gejolak dan pemberontakan dalam batin saya, saya merasakan bahwa pemahaman yang saya dapatkan dalam agama Kristen, sepertinya harus ada sesuatu yang melengkapi semua yang aku yakini. Semakin menyelidik kebenaran tentang Alkitab dalam pelajaran Theologia semakin saya mendapatkan kemungkinan kekeliruan dalam Alkitab. Semakin saya belajar tentang Alkitab semakin saya mendapati Islam agama yang dapat menyempurnakan keyakinan yang selama ini saya pelajari dalam Perbandingan agama.

Dan akhir dari semua gejolak dan pemberontakan yang ada dalam batin saya adalah saya menyadari dengan sendirinya bahwa saya merasa yakin dan menyimpulkan Islam sebagai Agama Terakhir dan Agama Penyempurna.

Namun, apakah lantas saya langsung memutuskan untuk memeluk Islam dan meniggalkan agama kebanggaan saya, bapak saya, kakek saya dan buyut saya ?


Itu tidak mtngkin??.

Kata hati kecil saya : ?Lihatlah jabatanmu dan lihatlah keluargamu, yang telah memberikan kecukupan dan kebanggaan hidup selama ini, apakah kamu akan meninggalkan semua itu untuk memeluk agama Islam ? Apakah Islam dapat mengganti pekerjaan dan jabatan untuk masa depan kamu ??

Betul apa kata hati kecil saya, apakah setelah memeluk Islam saya dapat memperoleh kecukupan hidup atau bahkan kebanggaan, apakah saya bisa mendapatkan pekerjaan setelah saya masuk Islam, atau siapkah saya mengambil semua resiko yang mungkin terjadi karena memutuskan untuk masuk Islam ?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus bergejolak, melahirkan keraguan dan pemberontakan dalam batin saya, walaupun saya telah mengetahui kebenaran Islam, tetapi, saya tidak berani mengambil resiko untuk keluar dari Kristen dan melepaskan apa yang telah saya dapat selama ini.

Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan, tetapi saya mulai melakukan perlawanan dan pemberontakan yang sebetulnya tidak perlu, mulai dari melawan pimpinan gereja yang menurut saya beliau keliru dalam mengambil kebijakan hingga pemberontakan yang saya lakukan dalam keluarga, misalnya saya sering tidak di rumah hingga berbulan-bulan hanya untuk menyembunyikan gejolak kebenaran dalam batin dan saya sering melakukan hal yang tidak baik, misalnya saya pernah mendekati seorang perempuan muslim yang tidak mungkin akan diterima oleh Gereja karena jabatan Pendeta dan Guru Agama. Kristen tidak bisa dikotori dengan pergaulan dengan wanita yang bukan istrinya. Saya sering mengambil barang milik keluarga sebagai pelampiasan ketidak puasan dalam beberapa hal yang saya temui dalam keluarga saya.

Namun, saya masih tetap melakukan tugas sebagai Pendeta dan Guru Agama seperti sebelumnya, dan apa yang saya lakukan pasti semua itu dapat dikatakan penuh dengan kemunafikan. Hingga pada akhirnya, sebagai Pimpinan Jemaat dan seorang guru, saya mulai melakukan hal-hal yang tidak benar karena saya mulai ragu terhadap apa yang selama ini saya yakini dan tidak dapat menyembunyikan sikap keraguan saya tersebut.


Keputusan masuk Islam

Jumat 18-11-2005 sekitar jam 15.00 WIB, seusai mengajar Pendidikan Agama Kristen dan mengarahkan Panitia Natal Pelajar Kristen 2005 yang saya pimpin, dengan pikiran dan batin berkecamuk, yang seharusnya selesai tugas itu saya langsung pulang ke rumah, tetapi saya justru berbalik arah untuk mencari masjid dan seorang ustadz atau kiai yang bisa memberi jawaban terhadap apa yang saya cari selama ini dan setidaknya mengislamkan saya.

Sampai di sebuah masjid, saya masuk lihat kanan-kiri sambil menunggu orang yang bisa saya temui untuk menyelesaikan pergolakan hidup ini. Ternyata sudah hampir 2 jam saya di masjid itu, tidak ada seorangpun yang saya jumpai yang kira-kira bisa memberi petunjuk bagi saya. Lalau saya memutuskan keluar dari masjid tersebut untuk mencari masjid yang lain dengan harapan dapat menjumpai seseorang yang dapat memberi petunjuk kepada saya.

Tidak terlalu lama akhirnya nampak menara masjid yang tingi, maka langsung saya langkahkan kaki menuju masjid tersebut dan melakukan hal sama seperti pada masjid yang pertama, yaitu tengok kanan-kiri sambil menunggu seseorang yang dapat diharapkan bisa memberikan petunjuk atas permasalahan yang saya alami. Rupanya Allah SWT masih memperpanjang jalan saya untuk mendapatkan jawaban kebenaran, karena hingga beberapa jam tidak seorangpun yang saya jumpai yang kira-kira bisa memberikan petunjuk bagi saya.

Karena tidak mungkin saya terus menunggu, maka saya coba menuju ke warung samping Masjid dan memberanikan diri bertanya kapada penunggu warung tersebut apakah ada kiai atau ustadz di sekitar masjid ini.

Tetapi, rupanya Allah SWT masih memperpanjang jalan usaha saya, karena ternyata penunggu warung tersebut baru sebulan bekerja di tempat itu sehingga tidak dapat memberikan jawaban seperti yang saya inginkan, bahkan nama daerah tempat dia tinggalpun tidak tahu.

Akhirnya, saya teringat bahwa di depan jalan ada plang sebuah yayasan dan terdapat nomor Telepon Yayasan Pengobatan. Karena yayasan tersebut berada dekat dengan masjid, pikir saya, tentulah orang yang ada dalam yayasan tersebut mengetahui ada tidaknya kiai atau ustadz di sekitar masjid tersebut. Maka saya beranikan untuk menelpon yayasan tersebut dan langsung menanyakan tanpa basa-basi apakah ada kiai atau ustadz yang dapat membimbing saya untuk masuk Islam.

Dari seberang telepon yang saya hubungi memberi jawaban bahwa kebetulan pemilik yayasan itu sudah biasa meng-Islam-kan orang. Akhirnya dengan diantar oleh penerima telepon tadi, saya menemui pimpinan yayasan itu untuk mau meng-Islam-kan saya. Kata hati saya, untuk sementara saya akan merahasiakan ke-Islam-an kepada orang lain, cukup diri saya telah meyakini Islam.

Rupanya Allah SWT masih memperpanjang tekad saya untuk sampai kepada Islam, karena ternyata, setelah saya kemukakan keinginan saya, pimpinan Yayasan tidak langsung mau menerima niat baik saya, padahal menurut prasangka saya dan mungkin juga menurut prasangka kebanyakan orang, saya akan langsung diterima dengan sambutan hangat bagai orang yang baru lahir bahkan seperti raja baru yang dihormati dan dihargai, tetapi justru tidak.

Mereka mengintrogasi saya seperti seorang tersangka, bertanya tentang indentitas, latar belakang dan banyak hal tentang saya secara detil dan teliti, mereka tidak langsung meng-Islam-kan saya seperti yang saya harapkan, tetapi mereka mempersilahkan saya untuk datang kembali besok hari untuk di-Islam-kan.

Sabtu 19-11-2005 saya kembali ke tempat itu, dan karena saya belum di khitan, sebagai bagian dari jalan saya untuk memeluk agama Islam, hari itu juga saya dikhitan, dan pada hari Minggu 20-11-2005 jam 18.30 WIB saya dibimbing membaca dua kalimat syahadat dan sekaligus memakai nama Islam Muhammad Syawaludin.

Sampai kisah ini ditulis, pihak gereja telah mengetahui ke-Islam-an saya, saya masih tinggal di gereja bersama istri yang juga pimpinan jemaat, tentu saja saya tidak bisa selamanya tinggal di dalam gereja, karena geraja tersebut adalah rumah dinas saya dari ke-gereja-an dan gereja hanya diperuntukkan bagi orang-orang Kristen, dan saya harus siap terusir dari gereja tersebut yang berarti saya akan terpisah dengan keluarga saya untuk menempuh jalan yang lain yaitu jalan menuju keselamatan dunia-akhirat.

Doa dan dukungan dari saudara-saudaraku sesama muslim, sangat saya harapkan, agar saya tegar berada di jalan Islam hingga matiku.

Penuturan Bapak Adrie Oral Lolowang - Muhammad Syawaludin kepada team al-islah.


Untuk Bapak Syawaludin yang dikasihi Allah SWT?.,

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. 31:14)

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. 31:15)

Allah Maha Kuasa lagi Maha terpuji

http://myquran.org/forum/index.php/topic,853.240.html?PHPSESSID=ubdfi8jvk3cse15blo37b55890

Gejolak Iman Gadis Filipina

al-islahonline.com : “Thanks Flor!” kataku sambil membukakan pintu kepada tamu yang baru saja pamitan pulang. Tamu ini saya undang untuk kepentingan interview dalam rangka menyelesaikan sebuah tugas Qualitative Research. “You know what..?” lanjutnya sebelum melangkahkan kakinya ke lift “I will tell you something. A surprise. Very surprising..!” lanjutnya sambil memberikan teka-teki yang membikin saya jadi semakin penasaran saja. “I will embrace Islam!”. Sambil tersenyum, diutarakan kalimat terakhir ini dengan mata yang berbinar, menyuarakan ungkapan kebahagiaan.

“What?” tanyaku seolah tidak percaya dengan kata-katanya. “You are going to be a Moslem?” “Yes! You don’t believe it?” “I can read even Surah Al Ikhlas!” Subhanallah! Flor, begitu saya biasa memanggil nama singkatnya, membacakan ‘Qul huwallahu ahad…….dan seterusnya hingga ayat yang keempat. Sempurna!

Rasanya hari itu saya tertimpa bulan purnama! Rejeki yang sangat besar, yang diturunkan oleh Allah SWT dari langit. Kebahagiaan itu tidak terkira, meskipun Flor belum benar-benar menjadi seorang Muslimah. Dia belum membacakan Syahadat di kantor pengadilan. Tapi saya yakin bahwa yang diungkapkan kepada saya, terucap dari hati yang paling dalam. Segera aku hubungi sejumlah rekan-rekan, memberitahu kabar gembira ini. Beberapa sms saya terima mengungkapkan syukur, ‘Alhamdulillah’.

Florence tidak main-main. Gadis asal Visayas, negerinya Presiden Aroyo ini, sudah lima tahun lebih saya kenal. Kami bekerja di sebuah rumah sakit umum. Selama itu pula saya mengenalnya sebagai seorang Katolik yang taat. Saya melihat Flor tidak seperti kebanyakan perempuan asal Filipina lainnya yang cenderung ‘bebas’. Ia membatasi diri dari pergaulan yang cenderung menghilangkan ‘jati diri’ orang-orang asli Filipina. Flor tadinya memang rajin ke gereja. Namun dalam 4 tahun terakhir ini, dia tanpa saya ketahui, ternyata sudah banyak belajar tentang Islam.

“One day...” katanya. “Saya seperti umumnya anak-anak muda Filipina yang menggandrungi musik, sedang berjalan-jalan ke kota. Saat itu, saya melewati sebuah toko kaset yang saya pikir jual lagu-lagu” ceritera Flor memulai perkenalannya dengan Islam. “Saya amati semua kaset-kasetnya berbahasa Arab. Tadinya saya tidak ambil peduli, toh banyak lagu-lagu yang memang berbahasa Arab kan?” begitu jelasnya. “We are not selling songs !” kata sang penjual, seorang Arab setengah baya menjawab pertanyaan Flor yang meminta jika ada kaset lagu-lagu Barat. “Terus kaset-kaset apa ini?” tanya Flor ingin tahu. “Ini kaset-kaset tentang Islam!” jawab sang penjual. “Alright! Give me something good!” pinta Flor. Orang Arab tersebut bukannya memberikan kaset, namun beberapa brosur tentang Islam. Katanya “Kalau anda mau belajar tentang Islam, jangan belajar Al Quran terlebih dahulu. Masih sulit. Anda pelajari buku-buku yang ‘ringan’ ini!” Maka, diberikanlah sejumlah buku-buku kecil yang berisi informasi tentang Islam kepadanya.

Sejak itulah Flor semakin bimbang dengan keyakinannya sebagai seorang Katolik. Sebaliknya, dia makin rajin mengkaji Islam. Mempelajarinya, bahkan belajar Bahasa Arab. Suatu hari Flor pernah mendatangi sebuah kantor pengadilan untuk bertanya kepada seorang ahli hukum agama. Padahal orang tersebut sedang sibuk mengurusi klien-kliennya. Saat itulah Flor mendekat, dan ditanya “Yes... young lady?” kata sang hakim. “I want to know about Islam!” jawab si Flor. Mendengar jawaban Flor, sang hakim langsung menunda klien-kliennya, kemudian mempersilahkan Flor duduk didepannya, sambil berkata “Sit..here...please!” Flor pun gembira. Demikian pula sang hakim.

Flor mengaku tidak mengalami hambatan mempelajari Islam ini. Tantangan yang dihadapi bukan datang dari keluarganya, namun justru yang dia lihat di lapangan.”People are not practcing Islam!”Begitu tuturnya, jujur.

“Mom... I have a very good news for you...” kata Flor suatu hari ketika dia menelepon ibunya di Filipin sana. “Tentu saja saya bisa menduga anakku!” Jawab ibunya yang mengungkapkan kegembiraan. “Aku tahu kamu punya teman laki-laki ya?” kata ibunya mencoba menerka berita gembira tersebut, yang ternyata salah. Sebagaimana biasa, di Filipina (Baca: juga di Indonesia!), pacaran diantara anak-anak muda bukan hal yang asing. Dan para orangtua justru menyetujuinya begitu saja! Astaghfirullah! “No Mom..!”kata Flor. “Bukan itu yang saya maksud. Aku sedang menemukan jalan hidup baru...agama baru...!”

Diluar dugaan, ibunya Flor justru mendukung. Subhanallah!. “Anakku...” kata sang ibu. “Kamu sudah dewasa dan bisa berdiri sendiri. Aku serahkan kepadamu tentang jalan hidup yang bakal kamu tempuh. Jika itu yang membuat kamu bahagia...maka jalanilah...! “ Dan..Florence menangis.......Haru!

Florence hanyalah satu diantara sekian ratus ribu orang-orang Filipina yang ‘kembali’ ke pangkuan Islam. Kalau anda membaca (http://www.geocities.com/WestHollywood/Park/6443/Philippines/mt1.html), akan anda dapatkan ceritera dimana seorang bekas reporter televisi juga ‘kembali’ ke Islam. Rivera namanya, Filipin asalnya, mengatakan “Sebelum saya menjadi seorang Muslim, konsentrasi saya hanyalah uang, serta bagaimana agar hidup ini enak. Namun sekarang saya bertanya kepada diri saya sendiri ‘untuk apa semua ini?’ kata Rivera. Seperti halnya Flor, Rivera juga satu diantara sekian ratus ribu orang yang mulanya Kristen dan kemudian memeluk Islam sejak tahun 1990.

Sebuah kantor pusat Islam yang bernama The Office of Muslim Affairs memperkirakan sedikitnya 20 ribu orang Filipina kembali ke Islam. Oarng yang memeluk Islam mereka sebut dalam Bahasa Tagalog, Bahasa Nasional Filipina sebagai ‘Balik Islam’. Tidak jauh dengan Bahasa Indonesia kan? Mereka lebih suka disebut sebagai istilah ini dibanding ‘Riverts’dalam Bahasa Inggris. Mereka tinggal di Luzon, ditengah kehidupan tradisi Katolik yang kuat.

Catatan menunjukkan diantara 6, 599 juta orang local komunitas Islam disana, 200 ribu diantaranya adalah kaum Balik Islam ( http://www.manilatimes.net/others/special/2003/nov/17/20031117spe1.html ).

Sejak peristiwa September 11 yang menyerang Amerika Serikat, jumlah mereka yang ingin mempelajari Islam lebih dalam memang semakin banyak. Bahkan menurut Shariff Solaiman Gonzales, pemimpin International Worldwide Mission, mereka sempat kehabisan buku karena jumlah permintaan yang meningkat tajam.

Orang-orang Filipina yang pertama memeluk Islam dimulai dari mereka yang bekerja di Timur Tengah, khususnya Saudi Arabia dimana diterapkan hukum syariah. Mereka begitu terkesan dengan apa yang ditemui disana, sehingga ketika kembali ke Filipina, mereka terapkan pola kehidupan serupa didalam keluarga, bahkan diperkenalkan kepada teman-temannya, juga lingkungan mereka. Demikian pengakuan Ahmad Santos, Presiden Balik Islam Unity Congress yang memeluk Islam di tahun 1991.

Dalam sebuah artikel yang berjudul ‘The Philippines Historical Overview’ ( http://www.hawaii.edu/cseas/pubs/philippines/philippines.html ), disebutkan lebih dari 60 juta penduduk Filipina saat ini, 5-7% diantaranya Muslim. Muslim Filipina ini lebih memiliki kesamaan dengan negara tetangganya Malaysia dan Indonesia dibanding saudaranya sendiri Kristen Filipina. Kaum Kristen Filipina telah ‘dididik’ Spanyol lebih dari 400 tahun lamanya untuk memerangi kaum Muslim disana. Oleh karena itu, hingga sekarang pun, Muslim Filipina tidak lebih diperlakukan layaknya mimpi buruk. Bahkan menurut rekan kerja saya Hermie de Villa, seorang mekanik mobil asal Manila yang Katolik, para orangtua sering menakut-nakuti anak-anaknya dengan gambaran sadis perilaku kaum Muslimin Mindanao. Meskipun kenyataannya, Spanyol lah yang harus menjadi ‘hantu’ bagi anak-anak Filipina.

Khadijah Potter, gadis Filipna lainnya, yang memeluk Islam ketika di California (AS), mengaku tidak pernah berhubungan dengan orang-orang Islam, kecuali sesudah memeluk Islam ( http://forums.gawaher.com/index.php?act=ST&f=115&t=981& ). Praktek keagamaan Katolik di Filipina menurutnya tidak lebih dari praktek perdukunan selama ini. Karena banyak orang-orang Kristen yang tidak memahami ajaran mereka. Khadijah akan memberikan sumbangan informasi tentang Islam dan Muslim Filipina lewat internet. Islamlah yang menurut dia telah mengajarkan bahwa praktek perdukungan adalah haram.

Sebagaimana ceritera Flor, beragam latar belakang mengapa orang-orang Filipina mulai tertarik terhadap Islam. Ditengah-tengah hujatan bahkan oleh Presiden Filipina sendiri yang secara tidak langsung ingin ‘memberangus’ keberadaan Abu Sayyaf, dan kaum Muslimin Mindanao, ternyata Islam adalah agama yang tercepat pergerakan pertumbuhannya di Filipina, sesuai pengakuan Balik Islam diatas.

Tidak hanya di Filipina, di Australia pun dalam 25 tahun terakhir ini komunitas Islam telah berlipat ganda. Menurut sensus tahun 2001, terdapat sedikitnya 281.578 orang Islam, atau 40% kenaikannya dibanding sensus 1996, atau 91% meningkat dalam dekade terakhir ( http://www.geocities.com/WestHollywood/Park/6443/Fastest/australia.html ). Diperkirakan saat ini umat Islam di Australia berjumlah 350-450 ribu.

Di Perancis, menurut Hadi Yamid, koresponden Islam Online (IOL), dalam 50 tahun terakhir setidaknya terdapat 50 ribu warga Perancis memeluk Islam. Mereka katakan Islam telah berhasil mengisi kevakuman kebutuhan spirual mereka ( http://www.geocities.com/WestHollywood/Park/6443/Fastest/french.html ).

Di Mexico, Islam juga mulai dikenal. Kota Mexico yang berpenduduk terpadat di dunia dan didominasi Katolik ini, kini mulai mengenal trend baru, refleksi dari kejadian yang serupa di Amerika Latin, yakni ribuan orang Katolik memeluk Islam. Demikian menurut Centro Cultural Islamico de Mexico yang membuka pintu untuk Islam 6 tahun yang lalu. Baca selengkapnya di ( http://www.geocities.com/WestHollywood/Park/6443/LatinAmerica/mexico1.html ).

Dalam sebuah artikel yang berjudul ‘Islam Lure More Latinos’, karya Christ L. Jenkins, di Washington Post, edisi 7 Januari 2001, Islam disebut sebagai agama yang mulai menjalar dalam kehidupan orang-orang Amerika Latin. Di Amerika Serikat, negara adidaya yang paling berpengaruh di muka bumi ini, kenaikan jumlah penganut Islam lebih mengejutkan lagi. Dalam artikel yang berjudul ‘The Fastest Growing Religion ‘ karya Moon Lion ( http://druidry.org/obod/news/growth_paganism.html ), dari tahun 1990 hingga 2001, Islam tumbuh sangat mengesankan: 109%! Lihat di http://www.gc.cuny.edu/studies/key_findings.htm Bahkan hal ini diakui oleh Hillary Clinton (Istri Bill Clinton) di Los Angeles Time, 31 Mei 1996. Pengakuan yang sama datang dari ABC News, NEWSDAY, New York Times, USA Today, Encyclopedia Britannica, CBS News, Times Magazine, CNN, dan masih banyak lagi ( http://www.geocities.com/Pentagon/3016/fastest.htm ).

Ditengah hujatan terhadap kaum Muslimin sebagai dalang teroris, agama Islam dianggap sebagai agama pedang, bahwa jenggot dan jilbab sebagai simbol kekolotan, ironisnya telah membuktikan diri sebagai agama yang paling populer dan banyak diminati. Subhanallah!

“Rasanya bisul ini sudah pecah!” begitu pengakuan Flor saat menentukan pilihannya bahwa Islam lah yang tepat. Menyimpan keyakinan dalam diri namun tidak sesuai dengan suara hati memang seperti halnya menyimpan bisul dalam tubuh. Sakit sekali! Sekali bisul merekah dan pecah, hilanglah rasa sakit tersebut.

Tidak seperti agama lain yang berupaya menarik perhatian kaum Muslimin dengan berbagai materi duniawi, Islam tidak lah demikian. Florence, Rivera, Khadijah Potter, dan Sharif Gonzales hanyalah segelintir dari ratusan ribu ‘mantan’ kaum Nasrani Filipina yang tidak tertarik oleh Islam karena bujukan materi. Sebaliknya, kemurnian ajaran Islam telah mampu membawa jiwa mereka untuk kembali berpikir bahwa ajaran yang satu ini memang benar-benar bagi orang yang mau menggunakan akalnya. Islam, the fastest growing religion! (eramuslim)

Xenia Dituntun Anaknya Menemukan Islam di Usia Senja

ATHENA - Sebelum pergi ke Inggris, Xenia hanya mengenal satu agama, Kristen Ortodoks. Dia lahir, dibesarkan, dan tinggal di Athena, Yunani, Sebelum akhirnya terbang ke Inggris tahun 1970-an untuk melanjutkan pendidikannya.

Di negeri inilah, cakrawalanya terbuka. Ia mengenal ada banyak agama di dunia ini. Islam salah satunya. Namun, ia tak berniat mempelajarinya, karena nyaman dengan agama yang dianutnya sejak kecil. "Saya dibesarkan dalam keluarga yang hangat walau tak begitu taat beribadah," ujarnya.

Usai kuliah, ia tak kembali ke negerinya. Seorang pemuda setempat memikat hatinya, dan mereka menikah. Belakangan, ia baru tahu suaminya sangat berminat pada Islam. "Agama tak begitu berperan dalam kehidupan keluarga saya...maka saya pun tak ambil pusing dengan orientasi keyakinan suami saya," ujarnya.

Di rumah, mereka tak pernah mendiskusikan agama. "Dia menghargai keyakinan saya, demikian pula sebaliknya," katanya. Belakangan ia tahu, suaminya telah menjadi Muslim.

Bersuami seorang Muslim, cakrawalanya tentang Islam terbuka. Di sekolah, ia hanya tahu hal negatif tentang agama ini. Begitu juga di media yang dia baca. Namun di rumah, ia menemukan oase yang berbeda, melalui suaminya. Namun, ia masih belum tergerak hatinya belajar Islam.

Ia hanya mempelajari Islam sedikit, demi menjawab pertanyaan anak-anaknya. Seiring berjalannya waktu, sang anak lebih condong memilih Islam, mengikuti agama sang ayah. "Saya mengantar mereka ke masjid, tapi saya tak ikut turun. Saya menunggu di mobil saja," ujarnya.

Saat dua anaknya menginjak remaja, suaminya meninggal dunia. Xenia sungguh terpukul. Ia memutuskan untuk pulang ke negeri asalnya, Yunani. Anak-anaknya, memilih tetap tinggal di Inggris.

Di bandara, ia menerima SMS anak lelakinya yang termuda, "Mum, kami mencintaimu dan kami tak ingin engkau berbeda dari kami ketika kelak kau berpulang seperti papa. Please, jadilah Muslimah."

Ia merenungi SMS sang anak. "Untuk pertama kalinya setelah 30 menikahi pria Muslim, saya membaca isi Alquran," katanya, yang mengaku awalnya ogah-ogahan membacanya.

Dia mengaku takjub dengan kitab suci almarhum suaminya itu, kendati hanya membaca terjemahannya saja. Untaian kata-katanya sungguh indah, katanya, begitu untaian ceritanya. "Itu bukan bahasa manusia. Itu bahasa Tuhan semesta alam," katanya.

Dari membaca Quran pula ia tahu, Islam bukan agama baru. Islam telah dianut oleh nabi-nabi terdahulu. "Ini lebih mudah dimengerti, bahwa hanya ada satu Tuhan, tanpa partner, dan para nabi adalah utusan-Nya," katanya.

Tiba-tiba, ia merasa tak berperantara antara dirinya dan Tuhan. "Hanya saya dan Pencipta saya," kata Xenia yang kini berusia 60 tahun lebih.

Dia mengaku mulai rajin "curhat" pada Tuhan. "Aku berbicara pada Alllah dimana saja. Dia mendengar saya, dan memantapkan hati saya," ujarnya. Sampai di satu titik, ia bulat tekad untuk bersyahadat.

Bagi Xenia, Islam adalah sistem yang sempurna. Allah tak hanya menurunkan Alquran, tapi juga mengutus Muhammad SAW untuk menjadi "contoh nyata" bagaimana Alquran diaplikasikan. "Jalan menuju surga itu berliku. Allah mengirim panduan menuju ke sana, melalui Alquran dan Muhammad," katanya.

Xenia juga menyatakan, beda dengan agama lain yang penuh doktrin, Islam mengajak umatnya untuk berpikir. "Islam tak bilang, 'Inilah dia, kau harus mengikutinya sekarang!' Tapi Allah bilang, 'Lihat, lihatlah sekelilingmu. Lakukan perjalanan, lihatlah tubuhmu, langit, alam, mengapa kau tak melihatnya (sebagai tanda-tanda kebesaran Allah?)," katanya, yang mengaku bersyukur telah menemukan islam, kendati memulianya di usia senja.

Redaktur: Siwi Tri Puji B
Sumber: Greek Rethink, New Convert

Menjadi Muallaf Melalui Penelitian Ilmiah

PILIHAN menjadi muallaf bagi Alex Hendra Lukman, bukanlah sebuah keputusan yang terjadi tiba-tiba. Namun, proses itu telah dilaluinya sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Bergaul dengan banyak sahabat muslim, membuatnya tertarik mempelajari agama Islam lebih dalam. Rasa ketertarikannya pada agama Islam itulah akhirnya mengubah keyakinan yang sejak kecil telah dianutnya. Setelah melakukan penelitian panjang terhadap Islam, ia pun mantap memilih Islam sebagai agamanya.
Sejak kecil Alex –panggilan Alex Hendra Lukman– lahir dalam keluarga Pancasilais. Masing-masing anggota keluarga memiliki keyakinan yang berbeda. Menariknya, semuanya tetap menghargai apa pun keyakinan yang dianut anggota keluarga yang lain. Rasa toleransi telah hidup dalam keluarga besar Alex.
“Saat saya sekolah di Pemancungan, saya banyak bergaul dengan teman-teman muslim. Dari merekalah saya belajar Islam sedikit demi sedikit. Keputusan mengubah akidah saya bukan terjadi secara instan, tapi melalui proses cukup panjang. Tak mudah bagi saya membuat keputusan tersebut, mungkin bagi orang-orang yang sejak kecil sudah beragama Islam tak merasakan apa yang saya rasakan. Saya menjadi muallaf lewat proses pemilihan bukan terlahir sebagai muslim,” ujar Alex.

….Saya menjadi muallaf lewat proses pemilihan bukan terlahir sebagai muslim…

Meski banyak bergaul dengan muslim, tak berarti Alex langsung mengubah keyakinannya. Ia mulai melakukan perbandingan dengan agama yang dianutnya, serta agama lainnya. Menurutnya, pada dasarnya setiap agama mengajarkan kebaikan. Namun, ia merasakan ajaran Islam jauh lebih komprehensif membahas tatapergaulan di masyarakat. Ia pun terus menggali informasi dan pengetahuan tentang ajaran Islam dari berbagai sumber. Semakin ia menggali ajaran Islam, rasa ketertarikannya terhadap Islam semakin kuat.
“Rasa ketertarikan mempelajari Islam di saat SMA tak cukup membuat saya segera berubah keyakinan. Saya tetap dengan keyakinan saya. Saat kuliah di Luftanza, Jerman, saya juga bergaul dengan banyak orang muslim ditempat itu. Terkadang saya juga ikut-ikutan puasa kalau teman-teman berpuasa. Hal itu terjadi secara otomatis saja, karena saya menghormati agama mereka,” ucapnya.
Ketua Umum DPD PDIP Sumbar ini berada di Luftanza dari tahun 1990 sampai 1996. Di sana ia bekerja sambil kuliah. Di tempat itu pun ia kembali menggali ajaran Islam dari rekan-rekannya. Baginya semakin ia mengenal lebih banyak soal ajaran Islam, rasa ketertarikannya semakin kuat. Namun, saat menempuh pendidikan di tempat itu, ia masih saja belum berani membuat keputusan berpindah agama.
Tahun 2007, setelah melalui proses yang cukup panjang, Alex memutuskan berpindah agama. Ia pun menghubungi Buya Masoed Abidin untuk mengislamkan dirinya. Keinginan berpindah agama tersebut didukung Buya Masoed Abidin dan juga Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang kala itu masih menjabat sebagai Gubernur Sumbar. Waktu itu, Gamawan Fauzi dan mantan Wakil Gubernur Sumbar Marlis Rahman, jadi saksi.

…Tahun 2007, setelah melalui proses yang cukup panjang, Alex memutuskan berpindah agama…

“Prosesi saya menjadi muallaf dilakukan di Gubernuran, disaksikan banyak orang. Sebetulnya, saya tak mau juga perpindahan keyakinan diketahui banyak orang. Bagi saya, urusan agama adalah urusan individu dengan tuhan. Tak ada korelasinya dengan sesama manusia,” ucapnya
Jika sebelumnya Alex hanya belajar ajaran Islam, setelah masuk Islam ia mulai melaksanakan ajaran secara sungguh-sungguh. Bagi Alex menjalankan shalat dan ibadah puasa pertama di bulan Ramadhan, bukanlah suatu hal yang berat. Sebab, ia telah terbiasa berpuasa.
“Jika semuanya berasal dari hati tak ada yang sulit. Misalnya saja saat ada orang nonmuslim merokok dan makan di depan saya, tak ada sedikit pun niat saya untuk membatalkan puasa. Bagi saya itulah hakikat dari puasa, yakni menahan diri dari berbagai macam godaan termasuk godaan dari penjual-penjual makanan,” ucapnya.
Empat tahun Alex resmi menjadi muallaf, ia terus menggali pengetahuannya soal ajaran Islam. Jika ada ajaran Islam yang tidak dimengertinya, ia akan langsung menanyakan persoalan itu pada buya Masoed Abidin. Sebut saja menghitung zakat mall dari harta yang ia miliki. Termasuk menghitung fidyah yang harus dibayarkan istrinya. “Kalau saya bingung, langsung saya koordinasikan bagaimana cara pembayarannya. Sampai hari ini saya masih terus belajar agama Islam. Untuk belajar tentunya tak akan pernah ada kata cukup,” katanya.
Saat memutuskan memeluk agama Islam, Alex mengaku, keluarga besarnya tak mempersoalkan agama baru yang dianutnya. Keluarganya tetap menghargai apa pilihan hidupnya. Bahkan, saat ia belum menikah orangtuanya kerap membuatkan makanan untuk sahur baginya. Padahal, orangtuanya tak muslim. Demikian juga saudaranya yang lain, sangat menghargai agama barunya.
“Kalau mereka makan, minum atau merokok saat saya sedang puasa, biasanya mereka akan sembunyi dari saya. Tapi, kalau mereka tak ingat, ada juga yang makan, minum dan merokok di depan saya. Setelah teringat, dia berhenti makan, minum dan merokok,” katanya.
Alex juga merasa miris atas tudingan sejumlah pihak padanya yang mengatakan kepindahan keyakinannya adalah sebagai salah satu cara menarik dukungan politik. Padahal, pandangan tersebut adalah pandangan keliru. Sebab, hal tersebut tak pernah sama sekali terlintas dalam pikiran dan hatinya. Bahkan, ia baru menjabat sebagai ketua partai setelah cukup lama ia memeluk Islam.
“Saya tak pernah menarik dukungan dengan mendatangi masjid atau pun mengucapkan selamat saat momen-momen perayaan agama Islam. Bagi saya, semua itu sangat prinsip sekali. Ibadah adalah urusan saya dengan tuhan, orang lain tak perlu tahu bagaimana hubungan saya dengan tuhan. Sekarang dari segi mana saya memanfaatkan agama untuk kepentingan politik? Tidak ada kan? Keputusan saya menjadi muslim itu adalah pilihan hati saya, bukan karena adanya embel-embel tertentu,” jelasnya.
Alex juga menyesalkan anggapan miring sekelompok orang yang mengaitkan kepindahan agamanya dikarenakan agar ia bisa menikah. “Memang untuk sesuatu yang baik itu keimanan kita selalu diuji, termasuk saya. Berbagai tudingan miring saat saya baru memeluk Islam kerap datang. Namun, saya berusaha untuk ikhlas menerimanya. Mungkin, itu adalah ujian juga terhadap keimanan saya,” jelasnya.

….Berbagai tudingan miring saat saya baru memeluk Islam kerap datang. Namun, saya berusaha ikhlas menerimanya. Mungkin, itu adalah ujian keimanan saya…

Meski banyak anggapan orang yang meragukan alasannya untuk berpindah keyakinan, Alex mengaku tidak terpengaruh dengan semua itu. Sebab, kata hati seseorang hanya orang tersebut dan tuhan mengetahuinya. Sementara orang lain hanya bisa menerka-nerka. Manusia dapat saja membohongi orang lain dengan perkataan dan perbuatannya, namun manusia atau muslim tentu tak dapat membohongi penciptanya.
“Makanya, saya tak ambil pusing soal itu. Hanya saya dan tuhan yang tahu apa yang ada dalam pikiran dan hati saya. Manusia lain tidak akan pernah tahu apa yang saya rasakan dan pikirkan. Biarlah itu jadi rahasia saya dan tuhan saja,” ucapnya. [voa-islam.com]

dikutip dari :
http://kristenisasi.wordpress.com/2011/08/24/alex-hendra-lukman-ketua-pdip-sumbar-menjadi-muallaf-melalui-penelitian-ilmiah/
Diposkan oleh PCM KEDUNGGALAR

Bukan Emosi, Melainkan Logika Rasional yang Antarkan Abdallah pada Islam

REPUBLIKA.CO.ID, Ketika memutuskan memeluk Islam, ia tak mendapat dukungan dan panduan khusus dari Muslim lain. Namun tekadnya bulat untuk tetap belajar dan berkontribusi dalam dakwah demi bisa membantu mualaf lain menjalani transisinya dengan lebih mudah.

Itulah Abdallah, lelaki berdarah India yang lahir dan besar di Toronto. Kehidupan dia sebelum Muslim adalah campuran antara India, agama Hindu dan budaya barat ala Kanada. "Sehingga ketika saya besar, saya masih mengenal baik budaya, bahasa saya dan juga agama orang tua," tuturnya.

Ia juga kerap mendatangi kuil, selalu pergi ke kemah musim panas, sekolah Minggu dan mengikuti kegiatan keagamana. "Jadi saya melalui semua adat istiadat dan ritual baik milik orang tua saya di rumah maupun di sekolah," ungkapnya.

Sewaktu menjadi pelajar, Abdallah mengaku tipe yang serius, terutama saat duduk di bangku SMA. Namun ia juga tetap suka bersenang-senang. "Saya sangat suka musik, bahkan pada usia 11 tahun saya bisa bermain gitar," katanya.

Perjalanannya menuju Islam, menurut Abdallah jauh dari kebanyakan mualaf lain. "Saya merasa tidak memiliki masalah secara emosional yang mendorong saya menuju kebenaran," tuturya. "Hanya saja sewaktu muda saya sudah merasa tidak cocok dengan agama orang tua," imbuhnya.

Meski, ungkapnya, ada suatu saat ia begitu membela dan taat terhadap agama orang tuanya. "Saya begitu taat seperti kerang. Namun saat itu yang terasa kosong, karena saya sadar bahwa saya hanya mencoba membela diri dan berpikir orang-orang akan menyerang keyakinan ini dari berbagai aspek," ujarnya.

Abdallah sulit menerima gagasan banyak tuhan untuk disembah. "Itu rasanya tidak cocok untuk saya. Selain itu banyak pemaparan berbeda yang sama sekali tak logis apalagi ilmiah," ujarnya. "Saya tidak puas dengan kebenaran yang saya yakini saat itu."

Ia pun memutuskan untuk meninggalkan agama orang tua pada usia remaja. Keluar dari Hindu ia pun menuju Injil. "Saya membaca kitab itu dan begitu indah karena saat itu ada konsep satu Tuhan. Kalau tidak salah saya temukan itu pada Kitab Perjanjian Lama," tutur Abdallah.

Tuhan yang Abdallah kenal dari Injil, menurutnya sangat baik hati dan di saat bersamaan, hadir konsep nabi, seorang manusia pembawa pesan tuhan dan ia bukanlah entitas Esa. "Bisa saya bilang konsep itu sangat menarik hati saya. Setelah itu pencarian saya terus berjalan."

Ia pun membuka bagian Kitab Perjanjian Baru. "Lagi-lagi saya bahagia dengan nilai-nilai yang saya temukan. Saya jatuh cinta dengan karakter Yesus. Namun sosok dia sebagai entitas lain Tuhan, sulit saya terima dalam hati, tidak cocok bagi saya," tuturnya.

Saat itulah ia mulai menolak semua agama dan menjadi atheis untuk beberapa saat. Namun ia pun sulit untuk bisa menerima konsep atheisme. "Karena saya tahun, dari dalam hati ataupun dari logika yang saya temukan di sekitar, semua ini pasti diciptakan oleh sesuatu yang luar biasa. Jadi saya pun terus berjalan dari satu agama ke agama lain, Budha, Katholik, kuil Sikh, bahkan juga kembali berdoa bersama orang tua saya," ungkapnya.

Satu-satunya agama yang tak pernah ia usik dan ia lihat saat itu adalah Islam. Mengapa? "Orang tua saya dari India dan tinggal di kota Muslim di sana. Jadi ketika kami dewasa kami bersentuhan dengan Islam, meski mungkin bukan ajarannya, melaikan gaya hidup Muslim di sana," tutur Abdallah.

Ia merasa memiliki pehamaman selip. "Setiap kali berpikir tentang Islam maka saya memiliki pandangan mereka adalah teroris, atau menindas hak wanita. Itulah yang menahan saya untuk melihat agama itu lebih jauh," ujarnya.

Sebenarnya ia memiliki beberapa teman Muslim di SMA, bahkan ada yang menjadi teman baiknya. Namun karena mereka bukan tipe yang taat beribadah, Abdallah mengaku tak menangkap pesan-pesan Islam lewat perilaku mereka.

Akhirnya saat ia masuk universitas, Abdallah menemukan tempat di mana ia bisa membuka diri dari gagasan apapun. "Saya bisa mempertanyakan apapun dan bahkan diri saya," ujarnya. Hingga akhirnya ia menemukan buku tentang sains dalam Al Qur'an saat hendak menulis tugas akhir untuk gelar sarjana. "Baru itulah saya benar-benar mengkritisi dan melihat apa yang diajarkan oleh Islam."

Saat mengkaji, Abdaallah mengaku dalam kondisi sangat rasional. Ia ingin berpikir berdasar fakta alih-alih emosi. "Karena saya telah melibatkan banyak emosi dalam aktivitas keagamanan sebelumnya dan tak ada yang mengena, sementara yang saya pahami, kebenaran bukan hanya perkara emosi, tapi juga mengandung komponen logis dan rasional," paparnya.

Pada momen penentuan itulah justru Abdallah menemukan pencerahan. "Semua bahan bacaan mengenai sains dalam Al Qur'an mulai mendorong saya dengan kuat. Tapi yang pasti momen penentuan itu terjadi ketika akhirnya saya mengucapkan syahadat," aku Abdallah.

Kehidupan seusai Memeluk Islam

"Setelah menjadi Muslim, Abdallah bercerita kepada orang tuanya dan orang-orang di dekatnya. Ia juga mulai memelihara janggut. "Mereka pun memiliki pandangan selip terhadap saya, seperti yang pernah saya punya," ungkapnya.

Namun Abdallah tak menyalahkan mereka. "Sebenarnya itu disebabkan murni ketidaktahuan dan tak ada seorang pun yang menjelaskan kepada mereka, tak ada yang merangkul mereka untuk memaparkan seperti apa kebenaran dan betapa indahnya Islam itu," kata Abdallah.

Begitupun saat orangtuanya sedikit bereaksi negatif, Abddalah melihat itu sekedar reaksi emosi. "Mereka toh akhirnya tidak memandang rendah ketika saya akhirnya menjadi orang lebih baik dan mengapa saya memutuskan berubah," ujarnya.

Saat menjadi Muslim, Abddalah tidak menemukan jaringan dukungan atau bahkan web sosial yang bisa memandunya sebagai Mualaf. "Tak ada mesin besar untuk menyebarluaskan kebenaran tentang agama. Karena itu saya berpikir kontribusi pribadi saya akan bermanfaat, sekaligus jalan bagi saya untuk memahami agama ini setiap hari," ujanya.

"Saya melakukan ini agar bisa memberi panduan pula bagi mualaf lain, membantu mereka melakukan transisi semulus dan semudah mungkin dan membuat mereka memahami bahwa ketika mereka menjadi Muslim, mereka tak akan kehilangan identitas."

Abdallah ingin memastikan bahwa mereka masih tetap diri mereka yang dulu dengan kesukaan, ketertarikan dan hobi masing-masing.

"Saya pikir hal terbesar yang saya dapat dari Islam adalah kepuasan dalam hati. Saya akhirnya memahami mengapa saya di sini dan mengapa alam semesta diciptakan. Saya merasa menyatu dan sejalan dengan alam di sekitar saya, menyatu dengan setiap manusia, bahkan makhluk-makhluk tuhan," ungkap Abdallah.

"Sungguh menimbulkan perasaan indah setiap kali bangun pagi, mengingat Tuhan dan mengingat anugerah yang telah Ia berikan kepada manusia. Itulah yang memunculkan sikap hormat saya terhadap setiap manusia, setiap makhluk, hewan, tumbuhan, apa saja. Islam adalah sistem kebenaran di banyak hal. Saya kini belajar untuk lebih menghormati orang tua, tetangga saya, orang-orang dari keyakinan lain dan dari budaya lain,

"Saya kira ini adalah jenis rasa hormat yang diperlukan, terutama di kekinian di mana kita masih perlu menyembuhkan luka dari masa lalu,"

Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Onislam.net

Minggu, 08 Januari 2012

Berawal dari Lapangan Sepakbola, Pemuda Prancis Mantap Jadi Seorang Muslim

Matthieu Cioccocini. pemuda berusia 22 tahun asal Prancis ini pertama kali belajar agama adalah agama Islam. Sejak kecil, kedua orang tuanya tidak pernah menanamkan pendidikan agama, karena ayahnya seorang ateis dan ibunya yang beragama Katolik juga jarang ke gereja.
Beruntung, Cioccocini yang lahir di kawasan timur laut Prancis--sebuah wilayah yang berdekatan dengan Belgia--sejak usia 13 tahun pindah ke South Western Coast yang banyak komunitas imigran muslimnya. Diantara teman-temannya di kalangan imigran muslim, hanya Cioccocini yang asli orang Prancis.
"Pertama kali menerima pelajaran agama, adalah tentang agama Islam. Terima kasih buat teman-teman dan keluargaku, serta semua kawan-kawan muslim dari Maroko, Turki, Aljazair dan Tunisia," ungkap Cioccocini.
Bersama mereka, Cioccocini sering berolahraga bersama. Suatu hari ketika sedang bermain sepakbola, anggota dari kelompok dakwah Fi Sabilillah datang ke lapangan, dan memberikan ceramah agama Islam. Cioccocini dan teman-temannya menghentikan permainan, dan mendengarkan ceramah itu. Itulah awal Cioccocini mengenal Islam.
Mulanya, Cioccocini menghindar ketika kelompok itu datang dan memberikan ceramah agama Islam. Salah seorang anggota Fi Sabilillah lalu memanggil Cioccocini untuk ikut mendengarkan, kemudian mengundangnya datang ke masjid untuk melihat dan mengetahui sendiri apa dan bagaimana agama Islam.
"Saya datang ke masjid dan mulai tertarik. Saya memutuskan untuk datang lagi ke masjid untuk ikut salat, bertanya pada banyak orang tentang Islam dan saya makin jauh terlibat dalam agama ini," ujar Cioccocini, yang sekarang sedang mengambil gelar master di bidang administrasi bisnis di Universitas Victoria, Selandia Baru.
"Bisa dikatakan, saya sangat tertarik dengan agama Islam, karena sebelumnya saya tidak tahu apa-apa tentang agama. Saya terkagum-kagum, misalnya melihat orang berpuasa, tidak makan apapun di siang hari selama satu bulan. Saya bertanya-tanya, bagaimana bisa orang-orang itu melakukannya," imbuhnya.
"Bahkan hanya selama Ramadan, bahkan dalam beragam manifestasi dalam agama Islam setelah Ramadan, seperti Hari Raya Idul Fitri dan sejenisnya, buat saya sangat menakjubkan. Saya lalu memutuskan untuk mendalami agama Islam," sambung Cioccocini yang bercita-cita ingin terjun ke bidang bisnis internasional.
Usia Cioccocini mungkin masih sangat muda ketika akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Namun kedua orang tua Cioccocini tidak keberatan puteranya masuk Islam. Teman-teman muslim Cioccocini agak terkejut melihat sikap orang tuanya itu, "Oleh sebab itu mereka menganggap saya sebagai anak sendiri, dan ingin banyak membantu saya. Mereka tidak mau saya kecewa. Mereka menganggap saya sebagai bagian dari keluarga besar. Ini sangat mengesankan," ungkap Cioccocini.
Cioccocini memang beruntung karena tidak harus menghadapi penolakan dari kedua orang tuanya, seperti yang sering dialami para mualaf. Kedua orang tua Cioccocini memberikan kebebasan baginya untuk memilih. Di sisi lain, orang tua Cioccocini ingin putra mereka berada di lingkungan yang aman dan bagi ayah-ibu Cioccocini masjid adalah tempat yang aman, tidak seperti jalanan dimana anak-anak bisa saling memaki, mencuri dan tawuran.
"Mereka lebih senang saya berdiam diri di masjid daripada sering keluyuran di jalanan," kata Cioccocini tentang sikap ayah dan ibunya.
Cioccocini berpendapat bahwa Islam adalah hal terbaik untuknya. Islam mengajarkannya untuk saling menghormati pada setiap orang, membentuk pola pikirnya dan mengajarkan bagaimana ia harus berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Islam juga mendorong umatnya untuk selalu belajar dan menuntut ilmu.
"Sayang sekali, beberapa teman saya tidak tertarik atau tidak mau melibatkan diri dengan Islam. Mereka akhirnya menjadi pecandu narkoba atau pecandu minuman keras ... menjalin hubungan pria dan wanita sebelum menikah ... Beruntung saya menemukan Islam dan Islam banyak menolong saya dalam menjalani kehidupa sehari-hari," tukas Cioccocini.
Ia juga berpendapat, Islam "obat penyembuh" bagi mereka yang membutuhkan. Cioccocini mencontohkan, para tahanan di dalam penjara yang berusaha untuk belajar Islam, mereka akhirnya menjadi orang-orang yang sangat baik. Mereka yang kecanduan narkoba atau minuman beralkohol, ketika mengenal Islam mereka bertobat dan menjadi bersih kembali.
"Islam adalah obat penyembuh yang paling manjur, dan Allah Swt. adalah dokter yang paling hebat yang bisa kita temui untuk merawat kita. Jika kita sungguh-sungguh menemukan-Nya, Dia akan banyak membantu kita," kata Cioccocini.
Sejak memutuskan menjadi bersyahadat, Cioccocini mengaku tidak pernah menghadapi persoalan terkait jadi dirinya sebagai orang Prancis sekaligus sebagai seorang muslim. Namun ia tak mengelak, bahwa sekarang ini di Eropa, orang mulai ketakutan melihat perkembangan Islam yang begitu pesat. Mereka melihat Islam sebagai agama yang terlalu cepat masuk ke Eropa dan khawatir melihat banyak orang Eropa yang masuk Islam.
Masyarakat Prancis, kata Cioccocini, pada umumnya percaya saja dengan apa yang diberitakan media massa tentang Islam, bahwa Muslim itu teroris dan senang berpoligami, bahwa perempuan itu direndahkan dan citra negatif lainnya yang ciptakan media tentang Islamd dan Muslim.
"Mereka percaya saja dan tidak berusaha mencari kebenarannya. Mereka tidak berusaha membuka buku dan percaya saja dengan apa yang mereka dengar ..."
"Tapi untungnya, orang-orang di sekeliling saya mulai memahami bahwa Islam tidak seburuk yang mereka sangka, karena mereka melihat perilaku dan sikap saya pada mereka, dan melihat bahwa saya bisa menjadi seorang mahasiswa yang baik, dan Islam tidak sejahat seperti yang mereka yakini selama ini," papar Cioccocini.
"Begitu pula dengan kedua orang tua saya. Saya sempatkan berdiskusi dengan mereka, dan mereka mengatakan bahwa akhirnya mereka tahu kalau Islam adalah hal terbaik untuk saya, bahwa saya sangat beruntung telah menemukan Islam, padahal kedua orang tua saya bukan seorang muslim," sambungnya.
Cioccocini menyatakan sangat bahagia menemukan Islam dan berharap ia bisa istiqomah sebagai seorang muslim. Islam akan menjadi bagian pendidikan untuk anak-anak, istri dan seluruh aspek kehidupannya kelak.
"Saya cuma ingin berpesan pada semua orang, berusahalah dari diri sendiri untuk mengenal Islam. Bukalah buku. Membaca dan belajar bukan hal yang sulit. Anda bisa buka internet atau Youtube dan sejenisnya untuk menemukan Islam. Insya Allah, Allah Swt akan menolong kalian," tandas Cioccocini.

http://okepress.blogspot.com/2011/10/berawal-dari-lapangan-sepakbola-pemuda.html