Senin, 12 Desember 2011

Perjuangan Mempertahankan Keyakinan

Assalamualaikum Wr Wb.

Sebelum aku memulai cerita aku ini, izinkanlah aku untuk memohon maaf apabila ada pihak2 yang tidak berkenan dengan cerita aku ini, terutama keluargaku. Untuk itu nama2 orang dan tempat tidak akan aku sebutkan.
Aku ucapkan terimakasih untuk Retno (bukan nama sebenarnya) dari Univ. T. di kotaku yg mau  menuliskan kisah sejati aku ini. Semoga kisah sejati aku ini menjadi inspirasi buat orang yg membacanya atau mengalami hal yg sama.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan Hidayah pada kita semua.

Aku, panggil saja "Mawar", beurusia 30an thn dilahirkan di sebuah pulau di sebrang pulau jawa, di kota P. Aku lahir sebagai anak terakhir dari 4 bersaudara. Kakakku yg pertama dan kedua, laki2, sedangkan yg ketiga perempuan. Kami berasal dari keluarga keturunan dan kami merupakan generasi ke 4 yg sudah menetap di negri ini. Kakek buyut kami merupakan pendatang dari negri jauh dr sebrang di awal abad 20. Keluarga kami memulai bisnis benar2 dari bawah, menurut cerita orang tua kami, dulu kakek buyut kami hanya berjualan dengan pikulan bahan2 kebutuhan pokok seperti gula, garam, beras dll keluar masuk kampong. Usahanya baru berkembang dengan pesat setelah pada tahun2 awal setelah kemerdekaan, pemerintah pada waktu itu mulai menggalakan usaha yg dilakukan oleh bangsa sendiri/pribumi.

Waktu itu dikenal istilah Ali Baba. Ali untuk pangggilan pribumi, sedangkan Baba untuk warga keturunan seperti kami. Waktu itu pengusaha pribumi asli diberikan kemudahan perizinan usaha, bahkan mengimport dari negara2 lain, tapi umumnya mereka tidak punya banyak modal. Waktu itu banyak warga keturunan yg mempunyai banyak modal kemudian membeli ijin usaha yg diperoleh olah para bribumi tsb, sehingga mereka secara mudah melakukan export import dengan negri2 tetangga (singapura, Malaysia, hongkong, dll) yg pada waktu itu memang juga dikuasai olah warga dari etnis kami.

Singkat cerita, bisnis keluarga kami benar2 menjadi semakin besar dan merambah ke segala bidang, mulai dari pertambangan, tambang emas, property, perkebunan, dll. Boleh dibilang kekayaan keluarga kami sudah diatas rata2 dari orang kaya di negri ini, above than ordinary rich.

Harta kekayan kami yg amat melimpah itu sampai orang tua kami kadang kala risau seandainya tiba2 kami sekeluarga (tiba2) meninggal sehingga tak ada yg mengurus harta yg sedemikian banyaknya itu. Untuk itu kami sekeluarga tak pernah melakukan perjalanan dengan pesawat secara bersama2. Andai kami sekeluarga akan melakukan liburan pada saat dan tempat yg sama, maka biasanya kami dibagi menjadi 2 atau 3 penerbangan, Papa dan mama satu pesawat, dan kami sisanya juga dibagi 2 penerbangan yg lain. Sehingga apabila terjadi sesuatu musibah, maka akan tetap ada bagian keluarga kami yg masih selamat, dan tetap bisa mengurus bisnis dan kekayaan kami. Aku sengaja cerita panjang lebar latar belakang keluarga kami, sebab ini akan berhubungan sekali secara emosi dengan kisah aku selanjutnya.

Papa kami lahir dan dibesarkan di pulau ini, selepas sekolah menengah atas beliau melanjutkan sekolah bisnis di negri H, sehingga begitu kembali ke negri ini, beliau manjadi businessman yg amat handal, dan mempunyai banyak teman2 bisnis di berbagai negara. Papa sebenarnya orang yg rendah hati, pendiam, bicaranya terukur dan seperlunya, jarang marah pada anak2nya. Sedangkan mama, sebenarnya berasal dari pulau lain, dia dulu pernah bekerja pada perusahaan kakek kami (orang tua dari papa), sebelum akhirnya bertemu papa dan menikah. Mama orangnya keras, pintar, lincah, banyak pergaulan, sehingga kadang kami berpikir, papa seperti takluk pada mama. Banyak kebijakan perusahaan yg berasal dari ide mama, dan memang selalu sukses. Papa dan mama, memang pasangan yg serasi, saling mengisi kekurangan. Masa kecil aku lalui dengan penuh kebahagian, dan sejak SD sampai SMA aku disekolahkan di sebuah sekolah swasta terkemuka di kota kami, yg siswanya banyak berasal dari anak2 pejabat, bupati, gubernur, dll. Aku berbaur dengan siapapun tanpa memandang golongan, agama dan ras. Kadang aku diundang untuk mampir bermain ke rumah mereka (anak bupati, gubernur) sepulang sekolah, sehingga aku mengenal labih dekat dengan keluarga mereka. Ini pula yg kelak bermanfaat buat perusahaan keluarga aku.

Di sekolah kami, ada pelajaran agama untuk tiap2 pemeluknya. Pada saat itu tiap ada jadwal pelajaran agama tertentu, maka bagi pemeluk agama yg lain diperbolehkan keluar kelas, tapi boleh juga tetap tinggal dikelas apabila memang menghendaki. Jadi misalnya hari ini giliran pelajaran agama Islam, maka murid2 non muslim diperbolehkan meninggalkan kelas, begitupula sebaliknya apabila ada pelajaran agama lain. Tapi aku sendiri sering tetap tinggal dikelas mendengarkan apa yg diajarkan ibu guru agama Islam di kelas kami.

Saudara2 ku semua....

Entah kenapa aku yg sejak lahir dididik secara non muslim, bahkan tiap minggu aku beribadah di tempat ibadah kami, merasa tertarik dengan ajaran agama Islam. Aku sendiri tak tahu datangnya dari mana. Semacam ada panggilan dari hati aku yg paling dalam, tapi saat itu aku pikir mungkin itu hanya rasa keingintahuan semata, bukan mendalami secara jauh dan mendalam. Tiap mendengar azan, entah kenapa hati aku selalu bergetar.
Di rumah kami yg besar, kadang hanya aku seorang diri, orang tua kami selalu sibuk di Jakarta sehingga hanya beberapa hari dirumah dalam sebulan, kakak2 aku ada yg sudah kuliah di luar negri, sehingga rumah mempunyai 6 kamar yg besar2, yg seharusnya cukup untuk menampung 20 orang, hanya dihuni oleh aku sendiri. Pembantu, sopir, satpam, tinggal di pavilion khusus untuk mereka yg terletak terpisah dengan rumah induk. Dalam kesunyian itu hati aku merasa sejuk tiap mendengar ayat suci Al Quran yg kadang tak sengaja aku dengarkan di TV.

Kembali ke pelajaran agama di kelas. Entah mengapa aku makin tertarik untuk mendalami ajaran agama Islam tiap ada pelajaran agama dikelas. Melihat ibu guru yg mengenakan kerudung, dengan wajah yg bersih, bersinar, hati aku terasa sejuk. Dengan melihat wajah ibu guru itu saja aku sudah merasa damai. Tanpa aku sadari kadang aku mencatat apa yg ibu guru itu ajarkan, bahkan aku mulai hapal diluar  kepala ayat2 yg pendek2. Itu semua benar2 terjadi begitu saja, tanpa ada aku sadari dan tanpa bisa dicegah oleh diri aku sendiri. Pernah ibu guru tsb menghampiri aku yg tak sengaja, secara reflex mencatat pelajaran tetang haji yg dia tulis di papan tulis. Beliau tahu aku non muslim, dan menghampiri tempat duduk ku, jantung ku berdebar keras membayangkan kemungkinan aku diusir dari kelas.

Tetapi.....ternyata beliau dengan senyumnya ramah melihat catatan yg aku tulis, sambil berkata, "Insya Allah kelak suatu saat Mawar bersama dengan ibu melaksanakan ibadah Haji ya.."

Sejak saat itu hubunganku dengan Ibu guru (sebut saja ibu guru Aisyah) makin akrab, aku hampir tidak sabar menunggu datangnya hari pelajaran ibu Aisyah. Hubunganku dengan beliau bagai anak dan ibu. Tetapi saat itu aku juga tetap mengikuti pelajaran agama yg saat itu masih aku anut, walau lebih banyak melamun, bahkan tidak mencatat sama sekali apa yg diajarkan.

Sebagai gadis remaja, tinggiku sekitar 160cm, tentu sedang mekar2nya dan giat2nya mancari pacar. Teman2ku banyak yg mengatakan kalau tubuhku indah, proporsional, berwajah oriental, bakalan banyak menarik perhatian laki2. Plus dengan latar belakang keluarga ku yg amat berkecukupan, makin banyak laki2 yg tergila2 padaku. Entah kenapa saat itu aku tidak tertarik dengan laki2 yg berasal dari etnis ku. Tiap hari jumat melihat siswa2 pria melakukan ibadah shalat jumat, hatiku langsung bergetar,  membayangkan andai salah seorang dari mereka adalah pacarku, dengan wajah bersih bersinar dan masih basah tetesan air wudhu, berjalan ke masjid di seberang sekolah, ah...alangka indahnya membayangkan wajah2 tersebut. Tapi saat itu aku tahu diri, aku yg berasal dari etnis keturunan, apakah ada laki2 pribumi yg mau menjadikan aku pacarnya. Aku tahu masih banyak dari mereka yg membedakan ras, dan berpacaran dengan ras kami masih dianggap memalukan, bahkan bisa jadi ejekan dan gunjingan di lingkungan keluarganya.
Aku pernah berpacaran dengan anak bupati dikota ku, tapi kemudian dia memutuskan hubungan kami, dikarenakan ayahnya akan mencalonkan diri menjadi Gubernur, dan dia tidak mau ada anggota keluarganya yg bisa menghambat pencalonan tsb. Misalnya anaknya dengan berpacaran dengan ras lain (??). Walau alasan itu amat sangat mengada2 tapi aku terima dengan lapang dada. Memang aku sudah menyadari akan ada penolakan, karena aku berasal dari etnis non pribumi. Aku tahu orang tuanya tentu tak merestui anaknya berhubungan terlalu jauh dgn orang yg bukan dari ras mereka, dan berlainan agama.

Walau begitu hatiku sudah bulat untuk kelak memiliki pasangan hidup seorang pribumi, dan aku bahkan bersedia memeluk Islam sebagai agama ku. Kelak keputusan hidupku ini akan menjadi perjalanan panjang dan penuh cobaan dalam hidupku.

Selepas SMA aku melanjutkan study ke Ausie lalu ke negri Paman Sam, mengikuti kakak2 ku yg sudah berada disana. Tak banyak yg perlu aku ceritakan dgn masa2 studiku disana. Hampir 5 tahun kemudian aku kembali ke tanah air, dengan gelar master di tangan dan aku mengabdi ke perusahaan keluargaku untuk membesarkan bisnis mereka. Dalam waktu singkat perusahaan  kami memperoleh profit yg amat meningkat, dan terus membesar, serta mulai merambah ke banyak sektor bisnis. Aku banyak memiliki akses ke para petinggi di daerahku karena semasa sekolahku dulu aku sudah mengenal beberapa keluarga mereka. Semua urusan perijinan yg menyangkut perusahaanku, bisa aku selesaikan dengan mudah. Aku masih tetap melajang di pertengahan usia 20an tahun. Banyak pria2 yg berusaha menarik perhatian ku, dari pengusaha2 muda yg sukses bahkan sampai pemilik perusahaan2 besar. Tapi hatiku tak bergetar sama sekali. Aku belum menemukan seseorang yg benar2 menjadi soulmate ku. Sekedar mencari suami amatlah mudah bagiku, ibarat hanya menjentikan jari maka puluhan pria akan mendatangi ku. Tapi aku benar2 mencari seorang soulmate, belahan jiwa sejati untuk mendampingi ku.

Sampai suatu ketika perusahaan kami memperoleh karyawan baru dari kantor cabang kami di pulau Jawa. Orangnya 3 tahun lebih tua dari ku, wajahnya bersih, dia berasal dari etnis pribumi Jawa. Tutur katanya lemah lembut, sopan, tubuhnya tinggi, proporsional, dan ah...ini dia..dia seorang muslim yg shaleh. Sejak kedatangan dia dikantor kami, para wanita gak habis2nya membicarakan tentang dia, dan berlomba bisa mendapatkan dia. Menurut laporan kantor kami, dia amat rajin, jujur dan berprestasi di kantor yg lama, sehingga dia dipromosikan pekerjaan yg lebih tinggi dan menantang di kantor kami ini. Kebetulan kerjaan yg akan dia kerjaan akan menjadi satu divisi dengan ku. Sehingga aku akan banyak berhubungan dengan dia.

Mula2 di bulan2 pertama aku masih bersikap 'Jaim' jaga image, karena aku ini anak dari pemilik perusahaan ini. Tapi lama2, hatiku gak bisa berbohong,.. hatiku sedikit tapi pasti, luluh juga... aku mulai jatuh cinta. Pernah suatu ketika sehabis mengunjungi kantor gubernur aku satu mobil dengan dia. Ditengah jalan dia minta ijin padaku untuk berhenti sebentar di masjid raya di kota ku untuk shalat ashar. Dari dalam mobil, aku perhatikan gimana dia berwudhu, lalu melangkah masuk ke masjid dan melakukan ibadah....ahhh. .andai aku kelak bisa mengikuti di belakang..

Awal2nya aku memanggil dia dengan sebutan formal dikantor 'Pak' dan dia juga memanggilku 'Ibu'..tapi lama2 kelamaan secara tak sengaja aku mulai memanggil dia 'mas', karena aku sering lihat keluarga jawa memanggil orang yg lebih tua, suami, kakak, dengan sebutan mas. Mulanya dia agak rikuh tiap aku panggil demikian, tapi lama kelamaan mulai terbiasa,. Tapi itu  hanya aku lakukan apabila hanya sedang berdua dengan dia, tidak didepan orang2 kantor. Akupun mulai meminta dia memanggilku 'Dik', aku merasa risih tiap kali dia panggil aku 'Ibu Mawar'.

Seiring dengan waktu, sesuai pepatah jawa, "witing tresno jalaran soko kulino", cinta akan tumbuh karena terbiasa selalu bersama2.

Saudara2ku.. .

Bisa dibayangkan gimana awal kisah cinta kami...didalam mobil yg disupiri sopirku, kami sama2 duduk dibelakang. Awalnya kami hanya membicarakan dan membahas berkas2 pekerjaan, kadang secara tak sengaja tangan kami saling sentuhan. Dan dia secara sopan segera menarik, dan minta maaf..Ah..sebel rasanya..padahal akulah yg menginginkannya. Tapi itu tak berlangsung lama, pada akhirnya  dia takluk juga, kadang aku biarkan tangan dia memegang berkas, lalu aku pura2 membahasnya sambil tanganku menyentuh jari dan tangannya.

Kadang aku genggam jarinya,..dan lama kelamaan dia memberikan response..dia juga menggenggam tanganku...ahh. .

Kadang kalau mobil kami sudah mau sampai tujuan, aku pura2 minta supirku untuk kembali ketempat lain, aku pura2 ada yg tertinggal.. padahal aku hanya ingin berlama2 dengan dia (sebut saja mas Fariz) di mobil.

Pernah suatu ketika aku pura2 ada yg tertinggal dan suruh sopirku membawa kami berdua ke rumah ku. Begitu mobil kami memasuki halaman rumahku yg besar, wajahnya tampak pucat pasi. Dia tampak ketakutan dan gugup. Dia bilang nanti kalau papaku (alias big boss dia) akan marah kalau melihat dia jam kerja begini malah mampir kerumah dia. Aku bilang tak perlu takut, bukankah aku, anaknya big boss, yg membawa dia kesini.

Hampir setahun sudah dia bekerja bersama denganku, dan hubungan kami sudah makin erat, tapi dia belum menyatakan cintanya padaku. Mungkin dia takut aku akan menolaknya, apalagi keyakinan kami pada saat itu masih berlainan. Hingga suatu ketika dia menelponku, dan mengajak bertemu disuatu restoran di luar kota, dia memintaku datang tanpa sopir. Dia tidak mau ada orang kantor yg melihat kami berdua. Di restoran itu dia menyatakan cintanya padaku...langsung saat itu juga aku terima. Dan aku katakan pada dia, kalau aku merasa mas Fariz adalah soulmate ku. Aku akan bersedia memeluk Islam mengikuti agama yg dia anut. Aku juga katakan kalau memang aku sudah sejak lama tertarik dengan agama Islam, jadi mas Fariz semoga bisa menjadi pembimbingku. Aku bisa melihat air mata dia meleleh dari kedua matanya. Seumur hidupku baru kali ini aku melihat seorang laki2 berlinangan air mata karena aku, tak terasa akupun tak kuasa menahan airmataku meleleh dipipiku. Aku yakin aku sudah mendapatkan 'Soulmate' ku dan akan aku pertahankan sampai kapanpun dan dengan cara apapun.

Di kantor kami tetap bekerja seperti biasa, seperti tak ada hubungan suatu apapun. Tetapi diluar kantor kami benar2 sepasang kekasih yg lagi jatuh  cinta, dia mulai mengajariku shalat, dan sedikit2 bacaan doa. Dia memang benar2 lelaki yg taat, dia menjaga kesopananku, tak pernah melebihi batas, walau kadang aku yg menggoda, tapi dia selalu bilang, sabar..tunggu tanggal mainnya. Tapi serapat apapun kami tutupi hubungan kami, akhirnya sedikit demi sedikit bocor juga oleh orang2 kantor kami. Sampai akhirnya terdengar di telinga papaku.

Suatu hari tiba2 papaku datang ke ruanganku, padahal papaku amat sangat jarang datang ke ruang kerja ku, kalau ada keperluan biasanya aku yg dipanggil menghadap. Aku lalu diajak bicara berdua dengan beliau. Mula2 papa tidak menanyakan hubungan ku dengan Fariz, tapi sedikit demi sedikit dia mulai mengarahkan pembicaraan ke arah sana. Sampai akhirnya dia menanyakan kebenaran hubungan ku dengan Mas Fariz. Aku tak sanggup menjawab, wajahku tertunduk. Papaku terus menatapku, menunggu
jawabanku. Aku tak sanggup berbohong, kalau aku bilang tidak, itu bertolak belakang dengan hati ku, sebaliknya kalau aku bilang iya, aku khawatir kerjaan Mas Fariz akan manjadi taruhannya. Akhirnya aku hanya bisa menangis....

Keesokan harinya, Mas Fariz tidak hadir lagi dikantor, menurut orang2 kantor, dia dipindahkan kembali ke pulau Jawa mulai hari ini, dan aku mulai kehilangan kontak dengan dia.

Seminggu kemudian dia menelpon ku, dia cerita panjang lebar, bahwa pada hari itu, setelah papa menemui ku, ternyata papa langsung menemui dia, dan keesokan paginya dia sudah harus kembali ke kantor yg lama. Dia juga cerita kalau keadaan makin parah, karena nyaris tiap karyawan dikantornya sudah mendengar kabar hubungan dia dengan aku. Dan banyak yang menggunjingkan kalau mas Fariz, mengincar harta dan kedudukan, karena berpacaran dengan anak pemilik perusahaan. Dia sampai berulang kali menyebut nama Allah, dan bersumpah kalau dia mencintaiku bukan karena itu semua.

Dua minggu kemudian, dia memutuskan mengundurkan diri dari perusahan kami, tapi kami tetap saling berhubungan melalui telp. Dia berjanji mencoba mancari pekerjaan di perusahaan lain yg punya cabang di kotaku, sehingga bisa bekerja dikotaku dan kembali menemui ku. Tuhan memang sudah berencana, akhirnya 3 bulan kemudian mas Fariz sudah mendapat pekerjaan dan di tempatkan kembali di kotaku walau dengan gaji yang jauh lebih kecil. Dia bilang sekarang sudah bebas berhubungan dengan ku, dia tidak ada ikatan apa2 dengan perusahaan ku. Tak ada yg bisa melarang. Aku amat terharu, dia  korbankan karir pekerjaannya karena aku. Aku berjanji apapun yg terjadi aku tak akan tinggalkan dia.

Sekarang kami bebas behubungan tak perduli lagi dengan omongan orang2 kantor, karena dia toh tak lagi bekerja di perusahaan kami ini. Tapi ternyata papa kembali mengetahui ini, dan kali ini malahan mama ikut turun tangan. Aku diceramahi habis2an..

Mereka sebenarnya tidak membeda2kan ras, mereka tidak keberatan aku berhubungan dgn siapapun, tapi mereka mulai curiga kalau aku mulai akan pindah keyakinan. Dan itu mereka kurang bisa  menerima. Aku sudah jelaskan baik2 bahwa aku sudah cukup dewasa dan bisa mengambil keputusan buat hidupku sendiri tanpa tergantung papa dan mama. Ternyata jawabanku yg demikian itu membuat mereka tambah murka dan tersinggung. Mereka katakan bahwa tanpa mereka jalan hidupku tidak akan seperti ini. Banyak orang yg akan rela mati demi merasakan hidup seperti ku. Rumah mewah, sopir tersedia tiap saat, mobil mewah ada di garasi, uang melimpah, dihormati kemana aja pergi, dll. Mereka juga katakan, tanpa mereka aku tak akan pernah sanggup memperoleh kehidupan spt ini. Aku hanya menangis mendengar apa yg mama papa ku katakan. Tapi hatiku sudah bulat apapun yg terjadi aku tak akan tinggalkan Mas Fariz. Cinta pertamaku dan terakhir.Walau orang tua ku terus menentang, cintaku ke mas Fariz tak pernah surut. Akupun makin giat memperdalam agama Islam. Seringkali aku saat istirahat kantor, aku pergi ke toko buku besar di Mal. Aku baca2 buku tentang Islam. Pernah aku ajak orang kantor untuk ikut aku ke toko buku tsb. Dan dia tegur aku, karena dia pikir aku salah memilih bagian rak buku. Dia  ingatkan aku kalau aku di bagian rak buku2 Islam. Aku bilang memang benar, aku mau membaca buku2 tentang Islam.

Makin hari hubunganku dengan papa mama makin renggang. Padahal aku sudah bicara sebaik mungkin dengan mereka. Kakak2ku semuanya juga sudah terprovokasi. Mereka mulai menjauhiku. Kedua kakak laki2 ku sudah menikah dan menetap di Jakarta menjalankan perusaahan kami disana, sehingga papa dan mama sekarang lebih banyak menetap dikota kami.

Dirumah, perlakuan mereka makin hari makin berubah terhadap ku. Aku makin dianggap bukan lagi bagian keluarga mereka. Tiap makan malam, mereka tak lagi mengajakku makan bersama2 di meja makan. Pembantu dirumah baru disuruh memanggilku untuk makan apabila papa mama dan kakak perempuanku sudah selasai makan, dan makanan yg ada dimeja makan, sisa mereka, yg aku makan. Pembantu tidak diperbolehkan menambah makanan. Bayangkan, aku memakan seadanya sisa dari mereka. Andai mereka makan ayam, maka aku hanya tinggal kebagian ceker dan kepalanya saja. Bisa dibayangkan bagaimana sakit hatiku rasanya. Tapi aku tetap bersabar, dan mas Fariz selalu mengingatkan aku untuk tetap berbakti pada orang tua. Padahal kalau aku mau, bisa saja aku pergi ke restoran yg paling mahal di kota ku ini.

Puncak dari semua itu terjadi pada suatu malam.

Kakak perempuanku memang sebenarnya kasihan kepadaku, sehingga kadang dia menyimpan sebagaian makanan yg baru dimasak didapur. Sehingga pada saat mama papa selesai makan, dia diam2  menghidangkan untukku. Suatu ketika secara tak terduga, papa mama ku kembali ke meja makan, dan mereka memergoki kakak ku yg membawa makanan yg dia simpan di dapur untukku. Langsung mamaku merebut piring yg dibawa kakakku, dan melemparkannya ke lantai..Sambil menyindir, bahwa kakakku tak perlu kasihan pada ku, karena aku sanggup hidup tanpa diberi makan dari mama papa dan bisa hidup
mandiri tanpa mereka. Ohh....Mereka rupanya sudah amat membenciku.. .Hancur berkeping2 hatiku pada saat itu. Aku hanya bisa menangis, tapi aku tak menyesal, dan aku akan terus bertahan dengan pilihan hidupku.

Mas Fariz, menyarankan aku untuk bicara baik2 dengan mama dan papa, mudah2an mereka akan luluh dan mengerti. Suatu malam, aku berkesempatan mendatangi dan berbicara dengan mereka, dan aku secara baik2 dan sopan, tak lupa meminta maaf apabila aku salah pada mereka. Aku jelaskan baik2 pada mereka apa yg hatiku rasakan, aku tumpahkan semuanya. Tetapi justru itu membuat mereka tambah murka, mereka juga malah menuduhku telah diguna2, dan menyarankanku supaya sadar. Oh Ya Allah...Aku sehat wal afiat, Insya Allah saat itu tak ada satupun guna2 pada diriku. Semua keinginanku adalah murni dari hatiku, panggilan jiwaku, yg tak bisa lagi aku cegah. Aku jelaskan pada mama dan papa, bahwa aku sudah cukup umur, dan bukan lagi gadis remaja lagi, sehingga apapun keputusanku, aku bisa pertanggungjawabkan. Aku bisa mandiri andai keputusan hidupku itu memang menghendaki demikian. Papa dan mamaku tetap pada pendirian mereka, bahkan mereka menantangku, kalau sanggup hidup mandiri, sekarang juga serahkan seluruh harta ku yg aku punya selama ini, yg aku dapat selama hidup  dengan mereka.

Karena tekatku sudah bulat. Malam itu pula seluruh kartu credit, ATM, buku2 bank, aku serahkan pada mereka. Uang yg aku punya benar2 hanya tinggal yang ada di dompetku. Aku sepertinya tinggal  menunggu waktu saja untuk meninggalkan rumah ini. Keesokan paginya, karena ada suatu keperluan aku  ingin membuka lemari besi tempat penyimpanan surat2 berharga di rumah kami. Tetapi berulang kali aku mencoba, aku tak bisa membukanya. Ternyata nomor kombinasinya sudah diubah oleh mama papaku. Padahal didalamnya ada barang2 penting pribadiku, seperti Ijasah, perhiasan, dll. Aku mencoba menelpon papaku, menanyakan hal ini, dan lagi2 aku mandapatkan jawaban yg menyedihkan hatiku. Papaku menyindirku, kalau sanggup hidup mandiri, kenapa masih mau membuka lemari besi milik keluarga, pasti ada barang2 yg mau dijual didalamnya. Aku benar2 sudah dikucilkan, dan mereka benar2 mencoba menyiksaku dengan cara demikian, sehingga mereka pikir aku akan menyerah, dan akhirnya mengikuti apa yg mereka mau. Aku adukan semua itu ke mas Fariz, dan aku katakan kalau aku akan meninggalkan rumah orang tua ku. Dia tak bisa berkata apa2. Hanya ingatkan aku jangan sampai memutus silaturahmi dengan orang tua.

Saudara2 ku..

Beberapa hari setelah kejadian itu, aku benar2 meninggalkan rumah. Aku akan tinggal kost didekat kantorku. Aku berpamitan baik2 pada mama dan papa ku. Tapi mereka menolehpun tidak. Aku masih punya cukup uang di dompet. Aku bersumpah tak akan meminta uang lagi sepeserpun dari mereka.
Aku bertekad membuktikan kata2 ku untuk hidup mandiri tanpa harta siapapun demi mempertahankan keyakinan ku. Selama aku bekerja diperusahaan papaku, memang secara formal aku di gaji sesuai dengan posisi kerjaku di perusahaan.Tapi disamping itu tiap bulan, tentu diluar formal perusahaan, aku mendapat uang saku dari papa ku yg lumayan banyak, hampir 20x lipat dari gaji resmiku. Sehingga penghasilan total sebulan bisa cukup untuk hidup mewah setahun. Bahkan seluruh uang simpananku di bank, sudah mencapai 10 digit. Tentu bukan jumlah sedikit. Bahkan mungkin cukup untuk biaya hidup seumur hidupku tanpa bekerja.

Aku berharap perusahaan papaku masih memberikan gajiku, dan itu aku anggap memang uang hasil kerjaku, bukan pemberian. Tapi diakhir bulan aku tak memperoleh sepeserpun. Aku sudah meminta agar bisa diberikan cash. Ketika aku tanyakan ke bagian pembayaran gaji, ternyata mereka sudah diperintahkan papaku untuk menahan gajiku. Ya Allah, mereka benar2 melakukan cara apapun agar aku benar2 menderita dan pada akhirnya menyerah.

Saat itu juga aku langsung mengundurkan diri dari perusahaan papaku itu.  Aku tinggalkan perusahaan itu selama2nya.

Ketika aku adukan hal ini pada mas Fariz dia amat sangat sedih dan meminta maaf padaku, karena gara2 dia hidupku jadi menderita. Dia rela andai aku tidak kuat dan merubah keputusan. Aku peluk dia, dan aku pastikan keputusanku tak akan berubah, dan aku makin ingin bisa hidup bersama dia.
Saat itu hanya dialah sandaran hidupku. Dengan berlinangan air mata, dia sekali lagi menanyakan padaku, apakah aku menyesal dengan keputusanku, dan apakan aku rela bila menjadi muslimah dan menjadi istrinya. Saat itu juga aku cium tangannya, dan aku katakan, aku korbankan seluruh kehidupanku hanya untuk bisa hidup bersamanya, dan aku tak akan mudur ataupun menyesalinya, apapun yg terjadi aku akan hadapi iklas lahir dan batin.

Singkat cerita, dengan diantar mas Fariz aku mengucapkan 2 kalimah syahadat di sebuah masjid dikota kami, disaksikan imam dan beberapa jemaah masjid tsb. Akhirnya penantian panjangku tercapai sudah, walau harus mengorbankan kehidupanku. Tapi aku tak pernah menyesali. Mas Fariz lalu mengajakku segera menikah di kota kelahirannya, karena kebetulan perusahaan tempat dia bekerja akan  memindahkan dia ke pulau Jawa.

Sebelum menikah, kami berdua mendatangi rumah papa dan mama, kami akan mohon restu baik2 pada mereka. Tetapi bapak satpam yg berjaga dipintu gerbang mengatakan kalau dia diperintahkan untuk tidak membuka pintu apabila kami berdua datang. Sebenarnya bapak satpam tersebut bersedia membuka pintu karena dia masih mengenalku. Tapi aku melarangnya, karena khawatir akan mencelakakan pekerjaan dia. Biarlah cukup aku saja yg menderita, aku tak ingin orang lain ikut terkena akibatnya. Aku tinggalkan secarik surat, yg isinya memohon doa restu dari mama papa, bahwa aku akan menikah dengan mas Fariz, juga aku katakan kalau aku sudah jadi muslimah. Aku bisa lihat mata bapak satpam itu berkaca2 sewaktu aku katakan aku sudah jadi mualaf.

Awalnya keluarga mas Fariz menanyakan ketidakhadiran keluargaku di pernikahan kami. Tapi setelah mas Fariz ceritakan panjang lebar, akhirnya keluarga mau memahami. Kami menikah secara sederhana di kota tempat keluarga mas Fariz bermukim. Keluarganya amat sangat menerimaku dengan hangat, mereka sama sekali tidak mempermasalahkan ras keturunanku. Malah ibu mertuaku amat sayang padaku.

Setelah menikah, aku dan mas Fariz menetap di pulau Jawa. Aku amat sangat bahagia, bisa menjadi pendamping hidup dia. Aku merasakan dia bukan sekedar suami, tapi memang benar2 soulmate hidupku, yg aku cari2 sepanjang hidupku.

Aku hidup dirumah yg sederhana dan hari2ku aku lalui dengan penuh kebahagiaan, dan aku tak mengeluh sedikitpun dengan yg mas Fariz berikan untukku. Aku tak lagi bekerja, karena aku benar2 ingin mengabdi pada suamiku, dan disamping itu semua ijasahku masih tersimpan di lemari besi di rumah mama papa, aku tak bisa melamar pekerjaan dimanapun. Aku juga tak mau meminta surat keterangan bekerja di perusahaan papaku. Aku ingin buktikan bisa hidup mandiri dengan suamiku. Mas Fariz amat sangat menyayangiku, tiap pagi sebelum berangkat ke kantor dia memeluku. Tiap hari aku bawakan dia 'lunch box' untuk makan siang karena aku tak mau makanan yg masuk ke perutnya berasal dari masakan orang lain. Aku benar2 posesif, ingin memiliki dan melayani dia secara total. Setiap hari aku bangun sebelum dia bangun, dan aku baru tidur setelah dia benar2 tidur, untuk memastikan dia sudah benar2 tak perlu aku layani lagi. Aku siapkan celana, baju, kaus kaki dia tiap pagi sebelum berangkat kerja. Sehingga dia tak perlu lagi memikirkan pakaian apa yg harus dia pakai tiap pagi. Bahkan aku potongkan kukunya bila sudah panjang Pokoknya dia benar2 aku jadikan pangeran bagi diriku.

Tiap malam sebelum tidur, kami selalu mengobrol dan saling mengajarkan bahasa. Dia mengajariku bahasa jawa, sadangkan aku mengajari dia bahasa mandarin. Dia amat cepat belajar mandarin, dalam waktu singkat dia sudah menguasai beberapa kata2 yg umum diucapkan, kadang dia mengajak ku bicara mandarin dirumah. Memang perusahaan tempat dia bekerja milik keluarga dari etnis keturuan seperti aku, dan banyak behubungan dengan warga keturunan, sehingga bila mampu berbahasa mereka akan merupakan keuntungan tambahan.

Suatu ketika dia pulang membawa sepeda motor, dia katakan kalau kantornya memberinya pinjaman cicilan motor. Memang hanya sepeda motor, tapi aku sangat bahagia sekali dengan yg dia dpatkan. Berulangkali dia minta maaf tidak bisa belikan aku mobil mewah seperti yg aku pernah aku miliki dulu. Aku katakan pd dia motor yg sekarang kita miliki bagiku jauh lebih mewah  dari mobil yg dulu aku miliki. Karena motor ini bukan sekedar dibeli dengan uang, tapi juga cinta, yg tak akan ternilai berapapun banyaknya uang.

Kehidupan perkawian kami amat indah, kalau dirumah nyaris kami tak bisa berjauhan. Karena tiap hari bagi kami adalah bulan madu, maka hanya setahun kemudian lahirlah anak pertama (dan satu2nya) kami. Bayi laki2 itu kami namai, sebut saja 'Faisal'. Mas Fariz yg membacakan Azan dan qomat, ketika bayi kami lahir. Aku merasa lengkap sudah kebahagiaanku. Tiap hari aku tambah bahagia bisa merasakan ada 2 orang "Fariz" didalam rumahku. Saat mas Fariz ke kantor, aku di temani Fariz kecil, bayiku. Oh alangkah bahagianya. Aku mencintai 2 orang yg sama darah dagingnya.

Tiga tahun sudah anak kami hadir bersama kami. Mas Fariz terus bercita2 ingin mendatangi orangtua ku, oma opa si Faisal. Dia benar2 ingin memperkenalkan cucu mereka dan menyatukan aku dengan papa mama ku lagi. Dia berharap dengan kehadiran Faisal, akan meluluhkan hati orang tuaku.
Tapi tiap kali aku menelpon papa mama ku masih bersikap seperti dulu, bahkan waktu aku katakan bahwa mereka sudah mempunyai cucu dari ku, mereka hanya menjawab, kalau mereka tidak merasa mempunyai keturunan dari ku..Ohh malangnya anakku. Aku amat sedih, teganya papa dan mama ku berkata spt itu. Aku masih memaklumi apabila mereka membenciku, tapi jangan pada anakku, cucu mereka, darah daging mereka sendiri.

Mas Fariz hanya menyuruhku bersabar, dia percaya kelak papa dan mama akan menerima mereka. Tapi sebelum harapan mas Fariz terpenuhi, musibah mulai datang....

Suatu ketika, mas Fariz pulang kerumah lebih awal, dia cuma merasa gak enak badan seperti orang masuk angin. Aku menyuruhnya segera istirahat dan tidur, dan memberi obat penghilang sakit. Malam harinya, tubuhnya mulai panas dan menggigil. Keesokan paginya aku mengantar dia ke dokter, waktu itu dokter hanya katakan kalau mas Fariz hanya demam biasa sehingga hanya diberi obat penurun panas, dan disuruh istirahat. Tapi malamnya tubuh nya tetap panas, dan menggigil, bahkan sampai mengigau. Aku sudah ajak mas Fariz untuk ke rumah sakit keesokan harinya. Tapi dia menolak, karena dia bilang hanya demam biasa, dan tak apapa, beberapa hari pasti sembuh. Sampai hari ke empat kondisinya makin parah, akhirnya disampai tak  sadarkan diri, bahkan dari hidungnya kaluar darah. Dengan  pertolongan para tetangga, suamiku segera dibawa ke RS. Hasil pemeriksaan darahnya menunjukan trombositnya hanya tinggal 26ribu. Padahal orang normal harus diatas 150rb. Suamiku terkena demam berdarah, Dokter menyalahkan aku kenapa tidak segera dibawa ke RS lebih awal, karena serangan terberat demam berdarah adalah pada hari 5. Kalau kondisi tubuh tidak kuat, bisa amat berbahaya. Besoknya, hari ke 5, memang benar2 makin parah kondisi suamiku, napasnya makin berat, trombositnya belum beranjak naik, tubuhnya udah benar2 digerogoti penyakit itu, malam itu setengah mengigau, dia memanggil namaku, lalu aku genggam tangannya dan aku dekati telingaku ke mulutnya, aku bisa dengarkan dia mencoba mengucapkan sesuatu, dan air matanya meleleh. Dia coba ucapkan kata2 "Maafkan aku" lalu aku tenangkan dia, kalau tak ada yg perlu dimaafkan. Aku iklas lahir bathin mendampingi dia. Setelah mendengar kata2ku, dia tampak tenang, lalu dengan satu tarikan napas dia coba mengucapkan "Lailahailallah" lalu dia pergi selama2nya meninggalkan aku. Dia pergi di pelukan ku. Aku ingat suatu ketika dia pernah berucap, andai Tuhan mengijinkan, dia ingin meninggal terlebih dahulu dari aku, dan dalam pelukanku, sebab ia ingin aku menjadi orang terakhir dalam hidupnya yg dia lihat. Aku sempat memarahi dia, jangan bilang seperti itu. Tapi dia bilang serius, kalau dia gak akan sanggup kalau aku yg meninggalkan dia terlebih dahulu. Ternyata Tuhan benar2 mengabulkan  permohonan dia. Orang yg aku jadikan sandaran satu2nya dalam hidup ini telah pergi selama2nya. Tak terkirakan amat sedih dan hancurnya hatiku. Andai aku tak ingat dengan si kecil Faisal, mungkin aku sudah ingin segera mengusul mas Fariz dialam sana.

Mas Fariz benar2 orang yg jujur dan baik, waktu penguburan seluruh rekan2 kerja, bahkan big boss tempat bekerja hadir. Waktu aku tanyakan apakah ada hutang piutang mas Fariz yg harus aku selesaikan. Mereka katakan tidak ada sama sekali, bahkan kantornya memberikan santunan 4x gaji, ditambah uang duka dari rekan2nya. Aku juga ditawarkan bekerja di perusahaan tsb. Tapi untuk saat itu aku benar2 gak sanggup melakukan apapun. Aku merasa setengah dari nyawaku sudah hilang. Selama 3 bulan aku berduka, aku tak sanggup pergi dan melakukan apapun. Bahkan tiap tidur, aku masih
membayangkan mas Fariz disampingku. Akhirnya untuk semantara waktu aku tinggal dengan ibu mertuaku, supaya Faisal ada yg mengasuh. Rumah dan motor aku jual, karena aku tak sanggup membayangkan kenangan bersama mas Fariz tiap aku melihatnya. Hampir setengah tahun tinggal dengan mertuaku, sampai akhirnya aku putuskan kembali ke kota asalku. Sebenarnya ibu mertuaku amat baik dan sayang padaku. Tapi aku tahu diri gak mungkin selamanya bergantung pada siapapun. Aku harus bisa mandiri, membesarkan anakku, satu2nya hartaku yg tersisa.

Aku pulang ke kota asalku dengan sisa uang yg aku punya. Lalu aku mengontrak rumah, dan membuka toko kecil2an di depannya. Tetapi mungkin karena aku masih terus berduka dan terbayang suamiku, sehingga aku kadang kurang memikirkan usahaku ini, sampai akhirnya usahaku ini bangkrut.
Tokokupun aku tutup, uangku habis untuk membayar tagihan2 para suplier barang, semantara  penjualanku tak seberapa menguntungkan.

Aku sebenarnya tidak pernah putus asa, apapun aku jalani asal halal. Pernah aku coba jadi pelayan restoran, tapi hanya beberapa bulan, karena anakku tak ada yg jaga. Sampai akhirnya aku benar2 kehabisan uang, tak sanggup lagi membayar kontrakan. Dengan membawa koper isi pakaian, aku menggendong anakku, berjalan tanpa tujuan. Aku benar2 bingung akan kemana. Pernah terlintas di benakku untuk kembali ke keluargaku. Tapi justru dengan kondisi seperti ini mereka pasti akan merasa menang. Mereka akan tertawa terbahak2 dan terus bisa mengejek ku seumur hidupku, bahwa aku gagal dalam memilih jalan hidup. Akhirnya ditengah rasa putus asa, aku teringat masjid tempat dulu aku pertama kali mengucapkan kalimat sahadat. Masjid itu memang bukan masjid raya dikota kami, tapi karena masjid yg tua dan bersejarah, maka banyak jemaah yg datang. Aku berpikir, dulu aku memulai jalan hidupku dari masjid itu, sehingga kalaupun jalan hidupku berakhir aku ingin di masjid itu pula. Aku datangi masjid tsb. Dan aku shalat mohon petunjuk. Anakku karena kelelahan tertidur di  sampingku. Aku tak punya uang untuk membeli makanan. Akhirnya aku hanya bisa menangis.
Rupanya tangisku didengar oleh seorang bapak, dan beliau rupanya imam masjid tersebut, dan dia yg dulu membimbingku membaca syahadat. Aku tak lupa dengan wajahnya, tetapi dia pasti sudah tak ingat dengan wajahku, karena wajahku tak sesegar dulu lagi. Sewaktu aku perkenalkan diriku dan aku katakan bahwa aku dulu mualaf yg beliau bimbing, dia langsung ingat tapi juga kaget dengan kondisiku yg seperti ini.

Akhirnya aku ceritakan semuanya pada beliau, sebab aku merasa tak ada lagi orang di dunia ini yg aku jadikan sandaran hidupku.

Setelah selesai mendengar ceritaku, dia menyuruh aku agar jangan pergi kemana2, dan tetap tinggal di masjid, beliau juga menyuruh salah seorang jemaah untuk membelikan makanan untuk aku dan anakku. Sebentar kemudian  dia pergi meninggalkan ku, sambil berpesan akan segera kembali menemuiku (rupanya dia pergi mencari tempat untuk aku bisa tinggali). Tak lama beliau kembali menemui ku, sambil tersenyum dia katakan, mulai malam ini aku sudah memperoleh tempat tinggal. Aku diajak ke belakang masjid, disitu ada sebuah bagunan tambahan yg terdiri dari beberapa ruangan. Biasanya ruangan itu untuk gudang menyimpan peralatan masjid, seperti tikar, kursi2, dll. Salah satu ruangnya tampak sudah kosong, dan dia menunjuk bahwa itu lah rumah ku. Aku boleh menempatinya selama mungkin aku mau. Ruang disebelahnya ditempati olah pak tua penjaga masjid, sehingga aku ada yg menemani. Ruangan tsb hanya berukuran kurang lebih 2x2m. Pak Imam masjid itu juga menambahkan, kalau nanti aku diberikan honor sekedarnya, kalau mau membantu2 membersikan masjid, sehingga cukup untuk makan. Bahkan beliau menambahkan kalau aku bisa datang kerumahnya sekedar2 membantu2 istrinya memasak, kerena memang rumah beliau hanya beberapa ratus meter dari masjid.

Alhamdulilah, aku amat bersyukur ternyata Allah mendengar doaku. Aku ingat, bahwa Allah tak akan menguji hambanya dengan melebihi beban yg sanggup dia pikul. Aku sudah bersyukur bisa memperoleh tempat berteduh, walau hanya kamarnya kecil (jauh lebih kecil dibanding kamar mandiku, saat dirumah orang tuaku). Ada lagi yg membuatku merasa tenang, karena ku tinggal berdekatan dengan rumah Allah, tiap aku merasa sedih, aku tinggal masuk kedalam masjid, dan mengadukan langsung pada Allah. Karena tinggal dekat dgn masjid, otomatis shalatku tak terlewatkan sekalipun. Alhamdulilah hidupku sedikit2 demi sedikit mulai tenang. Aku sering membantu istri pak Iman memasak dirumahnya, dan sebagai imbalannya, beliau selalu membekali makanan untuk aku bawa pulang. Sehingga aku tak perlu risau memikirkan makanan sehari2. Kalau pak Imam sekeluarga ada keperluan keluar kota, akulah yang dititipi untuk menjaga rumahnya, dan aku bisa tinggal dirumahnya. Sebenarnya mereka sudah menawarkan aku untuk tinggal bersama  mereka. Tapi aku tahu diri tak mau terus menerus merepotkan orang lain.

Pekerjaanku rutinku tiap hari adalah, membersihkan halaman masjid, membersihkan kaca2 jendela, Sedangkan pak tua mengepel lantai masjid. Tiap minggu aku mendapakan honor sekedarnya dari hasil kotak amal di masjid, tapi kadang aku tak mendapatkan sepeserpun, karena kadang sudah habis untuk keperluan masjid, tapi aku lakukan itu dengan senang hati dan iklas. Sementara ini aku benar2 ingin mengabdi pada Masjid ini, sebagai tanda terimakasih ku. Aku tak mau bersusah payah kesana kemari mencari pekerjaan, Aku percaya kelak masjid ini pula yang akan memberiku jalan memperoleh pekerjaan.

Kadang malam hari aku duduk2 diteras masjid, mengobrol dengan pak tua. Dia bercerita kalau anak2nya masih ada di kampung, tapi dia juga tak mau merepotkan anak2nya. Selama masih kuat, dia tak mau merepotkan orang lain. Lalu saat giliran aku cerita, kadang aku bingung harus cerita apa..??? Apa aku ceritakan kalau dulu aku pernah naik kapal pesiar keliling eropa, atau aku pernah menginap di hotel mewah di las vegas, atau aku punya apartment mewah di Australia..Ahh pasti dia akan tertawa dan menganggap aku berhayal, sebab jangankan tinggal dihotel, sekarang ini uang yg aku punya tak lebih banyak dari 20ribu..

Dulu tiap minggu aku bisa membeli peralatan make up, eye shadow, lipstick, dll jutaan rupiah. Sekarang ini make up ku hanyalah air wudhu ku tiap aku shalat. Tetapi justru banyak yang mengatakan kalau wajahku tetap bersih, cantik, alami. Kadang orang berpikir aku masih memakai make up. Yah..mungkin Allah yang memakaikan make up untuk ku. Kecantikan datang dari dalam. Inner Beauty. Banyak yg bilang, dengan mata sipit ku dibalik kerudung, aku terlihat cantik.

Tak terasa aku sudah hampir 2 tahun menetap di masjid itu, anakku sudah sekolah di SD dekat masjid milik suatu yayasan dan tanpa membayar sepeserpun. Aku hanya membelikan seragam dan alat2 sekolah. Bahagianya hatiku melihat anakku sudah masuk sekolah..oh, seandainya mas Fariz masih ada dan melihat anak kita dihari pertama pergi ke sekolah.. Anakku rupanya tumbuh besar dalam keprihatinan, sehingga dia sangat tahu diri, dia tak pernah sekalipun merengek2 minta dibelikan ini itu seperti layaknya anak2 lain. Pernah hatiku amat terenyuh. Ketika dia pulang sekolah dengan kaki telanjang, sambil menenteng2 sepatunya. Sambil tertawa, tanpa mengeluh, dia malah menunjukan sepatunya kepadaku "Ma, sepatu Faisal udah minta makan". Maksudnya sepatunya udah robek depannya, seperti mulut minta makan. Melihat dia tertawa, akupun ikutan tertawa, walau hatiku rasanya ingin menangis. Andai dia tahu, dulu mamanya selalu memakai sepatu berharga jutaan rupiah, sekarang ini membelikan sepatu anakku yg murahpun aku belum sanggup. Alhasil selama 2 hari anakku kesekolah memakai sepatu yg robek itu, sampai akhirnya aku belikan sepatu bekas. yg lebih layak dipakai. Aku bersyukur mempunyai anak yg amat tahu diri. Tak mau membebani ibunya. Memang anak yg shaleh akan menjadi bekal yg amat bernilai buat orang tua. Pak Imam masjid kadang menengok kami, dan menanyakan keadaan kami. Dia sering cerita, gimana istri nabi Muhammad dulu hidupnya jauh lebih menderita, tetapi tetap tabah menghadapi cobaan dan tak goyah keimanannya. Beliau kadang bilang, kalau aku pasti akan jadi ahli surga. Berulangkali dia bilang, kalau orang lain gak akan mungkin sanggup menghadapi cobaan ini, tapi aku tetap bertahan memegang keyakinan, meninggalkan kenikmatan dunia yg justru pernah aku peroleh.

Suatu siang, aku melihat ada mobil datang ke halaman masjid, dari dalam mobil itu keluar 2 orang yg aku masih kenal. Yang satu perempuan bernama tante Grace, yg satunya lagi laki2 oom Albert. Mereka berdua merupakan lawyer untuk perusahaan dan keluarga kami. Entah gimana mereka bisa mengetahui aku ada disini. Mereka membawa sebundel amplop, dan mengajak aku berbicara. Aku bisa lihat mata tante Grace yg memerah menahan air mata sewaktu dia melihat tempat aku tinggal. Bahkan oom Albert suaranya bergetar seperti lehernya tersekat menahan sedih. Mereka katakan diutus oleh orang tua kami. Karena orang tua kami sudah tahu gimana keadaan ku sekarang. Mereka katakan didalam amplop yg mereka pegang isinya surat2 bank, ATM, Ijasahku, yg bisa aku miliki lagi. Bahkan aku dijemput untuk pulang ke rumah mama papa ku. Sejenak aku berbahagia, aku pikir orang tuaku sudah terbuka hatinya, aku bisa pergunakan uang yg cukup banyak itu untuk hidup yg lebih baik dgn anakku. Tetapi dengan suara terpatah2 om Albert melanjutkan, bahwa mama dan papa memberi syarat. Ketika aku tanyakan apa syaratnya. Mereka berdua nyaris tak sanggup melanjutkan pembicaraan. Tante Grace makin menunduk menahan tangis. Akhirnya om Albert mengatakan kalau syaratnya aku dan anakku harus kembali ke keyakinan yg dulu aku anut. Saat itu juga aku langsung menjawab, kalau aku tak akan mau menerima amplop itu, dan aku katakan agar kembalikan ke orang tuaku. Mereka amat sangat minta maaf padaku, karena mereka tahu aku tersinggung. Tapi aku juga sadar mereka hanya menjalankan tugas. Bahkan tante Grace menambahkan, andai mengikuti hati nurani pasti mereka udah serahkan itu amplop pada ku tanpa syarat apapun, tapi mereka terikat profesi mereka.

Akhirnya mereka pamit meninggalkan ku. Tapi beberapa saat kemudian mereka balik kembali menemui ku, aku pikir mereka akan membujukku. Tapi rupanya mereka berinisiatif memfoto copy ijasah2 ku dan menyerahkan copynya ke aku. Mereka lakukan atas inisiatif mereka sendiri, walau dengar resiko kehilangan pekerjaan. Mereka katakan hanya itu yg bisa mereka bantu untukku. Oh terima kasih Tuhan... Sedikit2 Tuhan memberikan jalan untuk ku.

Akhirnya aku punya bukti kalau dulu aku pernah sekolah tinggi sampai di luar negri.

Rupanya Tuhan sudah cukup mengujiku, dan sepertinya aku mulai diberikan rewards atas ketabahanku selama ini. Tuhan mulai memberikan jalan yg terang untuk ku.

Suatu pagi di halaman masjid tampak 2 orang perempuan yg sedang mengamati bangunan masjid. Satunya seorang bule entah dari negri mana, sedangkan satunya lagi perempuan lokal.

Kebetulan pak tua sedang di halaman, sehingga mereka menghampirinya, masjid tsb memang unik, karena merupakan bangunan tua, dengan arsitektur melayu kuno, sehingga kadang sering dikunjungi orang, dan biasanya pak tua lah yg menjadi juru bicara, karena memang dia yg tahu sejarah masjid tsb. Akupun banyak mendapat carita dari pak tua tentang masjid tsb sehingga aku tahu banyak pula tentang sejarah masjid tsb.

Aku hanya perhatikan dari jauh, dua orang pengunjung itu ngobrol dengan pak tua, sampai akhirnya aku lihat si bule agak kebingungan. Didorong rasa ingin tahu, aku hampiri mereka. Dengan sopan aku perkenalkan diri, dan menawarkan diri untuk membantu. Ternyata si bule itu adalah mahasiswi arsitektur dari Australia yg sedang melakukan study, sedangkan pendampingnya adalah mahasiswi arsitektur dari univ. T di kotaku yg bertugas sebagai penterjemah, panggil saja 'Retno'. Rupanya si
mahasiswi lokal tsb kurang lancar bahasa Inggrisnya sehingga membuat si bule kadang kebingungan mendengar terjemahan cerita dari pak tua. Dengan sopan pula aku ajukan diri untuk membantu si bule itu. Dengan bahasa inggrisku yg sangat lancar aku ceritakan dari awal sampai akhir semua tentang masjid tsb. Aku ajak pula berkeliling ke tiap sudut masjid. Si bule tambah takjub ketika aku katakan pernah study di negrinya. Retno terus memandangiku setengah tidak percaya tentang diriku. Setelah puas mendapatkan informasi, sebelum pulang Retno berjanji akan menemui ku kembali segera, ada yg ingin dia tanyakan lebih banyak ttg diriku katanya. Aku dengan senang hati akan menerima  kedatangannya kapan saja.

Beberapa hari kemudian Retno memang benar2 kembali datang menemuiku, kali ini dia sama sekali tidak membicarakan perihal arsitektur masjid. Tapi  tentang diriku. Dia amat ingin tahu tentang diriku, akhirnya aku ceritakan dari awal sampai saat ini perjalanan hidupku ini. Dia amat bersimpati dan berkeinginan menolong ku. Walau aku tidak mengharapkan pertolong orang lain, tapi aku hargai niatnya membantuku. Dia bilang dengan pendidikan ku dan kemahiranku berbahasa asing, pasti aku akan dapatkan pekerjaan, apalagi aku sekarang sudah mempunyai bukti fotocopy ijasah ku. Kira2 seminggu kemudian dia kembali datang kepadaku, dan menyuruhku membuat surat lamaran, bahkan dia sendiri yg membawa kertasnya dan amplopnya. Dia katakan di rektorat univ memerlukan beberapa tenaga honorer. Aku terharu ada orang lain yg peduli mau membatuku tanpa pamrih, aku ucapkan banyak terimakasih padanya. Bagiku dia seperti diutus Tuhan untuk menolongku. Tak lama kemudian aku mendapat kabar gambira, aku dipanggil menghadap ke rektorat universitasnya untuk test dan wawancara. Sebelum berangkat aku shalat memohon kapada Allah agar diberikan kelancaran. Anakku aku titipkan pak tua, yg memang sudah aku anggap sebagai orang tuaku sendiri.

Alhamdulilah semua test aku lalui dengan lancar, bahkan sewaktu wawancara bahasa Inggris, justru akulah yg lebih menguasai ketimbang yg  mewawancaraiku. Dia sampai menyerah, dan mengatakan bhs inggrisku udah perfect melebihi kemampuan dia.

Tak sampai seminggu kemudian, Retno mendatangiku lagi, kali ini dia tampak gembira sekali, dia katakan dalam beberapa hari aku akan mendapat surat dari rektorat, yg isinya penerimaan aku sebagai karyawan. Dia bisa lebih dulu tahu karena ada temannya yg bekerja disana. Langsung aku menuju masjid dan bersujud sukur lama sekali. Aku merasa telah lulus segala test yg diujikan Allah terhadapku. Memang kadangkala aku sering bertanya pada Allah, apakah karena aku mualaf sehingga Allah kurang percaya dengan keimananku, sehingga perlu mengujinya dengan ujian yg amat berat.

Walau sebagai karyawan honorer tapi aku sudah bersukur, yg penting aku sudah memperoleh  penghasilan yg layak. Kerjaanku membantu bagian keuangan di rektorat, memang sesuai dengan ilmuku, tetapi mulai banyak orang yg tahu kalau aku lulusan dari luar negri. Setiap ada seminar dan memerlukan makalah dalam bahasa Inggris pasti aku yg diberikan tugas tambahan untuk menyusunnya. Akupun banyak membantu menterjemahkan litelatur2 asing untuk dipergunakan para mahasiswa. Nyaris sejak 3 tahun terakhir, aku tidak pernah membeli baju baru. Dengan gajiku sekarang aku sudah bisa membeli lagi. Aku amat sangat senang bukan main, bisa membelikan pakaian yang bagus2 untuk anakku. Bahagia rasanya melihat anakku bisa aku berikan pakain yg layak. Pakaian sekolahnya yg sudah menguning, sekarang sudah aku belikan yg baru putih bersih, dan juga sepatu baru. Sepatunya yg dulu robek, masih aku simpan sebagai kenangan.

Beberapa bulan kemudian aku sudah mampu mengontrak rumah sendiri, sebelum aku meninggalkan masjid tsb tak lupa aku berpamitan kerumah pak Imam, aku ucapkan banyak terimakasih atas pertolongannya, beliau katakan yg menolong bukan dia tetapi Allah SWT yg menolongku. Aku peluk dia lama sekali, dan aku katakan dahulu aku mengucapkan syahadat didepan dia, dan aku tak akan pernah mengingkarinya seumur hidupku, apapun yg terjadi. Sebelum pergi, aku sempat memandangi kamarku untuk terakhir kali, sempat beberapa menit aku tertegun, membayangkan, mungkin kelak ruangan ini akan dipakai oleh orang2 yg senasib seperti aku.....Aku berharap Semoga Allah memberi
kekuatan....

Setelah aku melewati segala cobaan, Tuhan tampaknya terus menerus memberikan semacam rewards kepadaku, belum genap setahun aku bekerja, pihak rektorat memberikan kabar, kalau statusku akan di tingkatkan menjadi karyawan tetap, bahkan beberapa dosen senior sudah menawariku untuk membantu mengajar. Memang rekan2 kerjaku mengatakan, kalau karirku bakal amat bagus, karena orang dengan kemampuan sepertiku amat dibutuhkan. Mereka bilang, kesuksesanku hanya menunggu waktu saja. Aku hanya bisa mengucap puji syukur Alhamdulilah. Andai dulu aku sering berdoa dengan linangan air mata kesedihan, sekarangpun aku masih sering menangis ketika berdoa, tapi kali ini aku menangis bahagia.

Sampai saat ini aku masih sendirian, aku bertekad membesarkan anakku sebaik2nya, bagiku aku masih merasa istri dari mas Fariz. Masih sulit rasanya menggantikan dia dihatiku. Seperti yg aku pernah katakan, dia bukan hanya suami, tetapi soulmate ku, dan tak tergantikan. Tetapi entah kalau Allah mempunyai rencana lain untukku. Tiap memandang anakku, aku  seperti melihat mas Fariz. Seperti dia masih mendampingiku.

Alhamdulilah dengan penghasilanku sekarang ini aku kini bahkan sudah  mampu membeli sepeda motor untuk keperluan transportasiku. Kadang diakhir pekan aku berboncengan dengan anakku jalan2 rekreasi. Kadangkala aku sengaja lewat depan rumah orang tuaku, sambil aku katakan bahwa itulah rumah opa dan oma. Sering anakku bertanya, "Ma kapan kita pergi main kerumah oma-opa? " Aku tak bisa menjawab, karena menahan air mata...

Walaupun begitu aku terus berdoa, semoga suatu saat kelak, kedua orangtuaku dibukakan pintu hatinya, kalaupun tidak mau menerima aku lagi, mohon terima anakku, cucunya, darah daging mereka sendiri.

Wassalam,
Mawar.

Di ceritakan kembali oleh Retno (2508) Di Kota P


http://myquran.org/forum/index.php/topic,853.180.html?PHPSESSID=ubdfi8jvk3cse15blo37b55890

El-Payage; Masuk Islam karena Kagumi Alquran

Saiful Islam El-Payage,
Putra Pendeta -- Peserta Mimbar dai TPI


Tenang dan tanpa ada paksaan, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kepindahan keyakinan Payage dari Kristen Protestan ke dalam Islam. Pria yang begitu populer di acara Mimbar dai TPI ini kini sudah duabelas tahun hidup dalam naungan Islam. Seperti apa kisahnya?

MEMILIKI seorang ayah yang berprofesi sebagai pendeta di tanah kelahiran Payage, di daerah Wamena, Papua membuat Payage begitu lekat dengan didikan Kristen sejak ia kecil. Sangat bisa dimaklumi pula kalau ia juga seorang penganut Kristen taat dan begitu tekun beribadah. Seiring bergulirnya waktu, suatu kali ketika Payage yang ketika itu me-masuki usia empatbelas tahun tengah menonton televisi, tiba-tiba saja tayangan televisi itu begitu menarik perhatiannya.

"Saat itu saya begitu kagum dengan pendidikan yang ada di Jawa. Pendidikan di Jawa begitu bagus. Demikian juga dengan fasilitasnya. Apa yang saya lihat itu sampai terbawa dalam mimpi," kenang Payage.


BELAJAR DI JAWA
Sejak saat itu angan-angan Payage mulai dipenuhi keinginan untuk bisa menuntut ilmu di jawa. Maka suatu hari mengadulah Payage kecil itu pada salah seorang tetangganya yang berasai dari Pulau Jawa.

"Waktu itu saya cerita pada tetangga saya yang kebetulan berasai dari Situbondo, Jawa Timur. Saya bilang saya ingin ikut dia pulang ke Jawa supaya keinginan saya untuk bisa sekolah di Jawa tercapai," paparnya.

Namun, tetangganya mengatakan bahwa di tempat tinggalnya belum ada sekolah Kristen, yang ada baru sekolah Islam. "Karena keinginan saya begitu kuat, maka keesokan harinya saya bilang pada tetangga saya itu kalau saya mau masuk islam. Tapi tetangga saya malah bilang jangan terburu-buru, soalnya ini masalah agama, sesuatu yang tidak boleh dianggap main-main. Tidak boleh ada paksaan untuk berpindah keyakinan," cerita Payage panjang lebar.

Namun, karena Payage dengan bersungguh-sungguh menyampaikan kalau ia benar-benar ingin masuk Islam, maka sang tetangga ini pun luluh juga. Ketika ia pulang ke Jawa, Payage pun diajaknya pula dengan seizin orang tuanya. Payage pun segera masuk islam begitu sampai di Jawa.


KARENA ALQURAN
Perihal alasan masuk islam, dengan tegas dikatakan oleh Payage kalau ia sungguh tidak merasa ada pihak yang menekannya untuk masuk Islam, Ia masuk Islam karena memang itu sudah menjadi keyakinannya.

"Dalam Quran kan sudah ditegaskan, Wa innaka la tahdi man habiba, wa lakinna Allah man yasak." Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kecuali bagi orang yang dikehendaki-Nya. Mungkin itulah yang terjadi pada saya. Jadi seperti kisah Sayidina Abu Bakar. Beliau kan masuk Islam karena Alquran dan saya yakin saya masuk Islam juga karena Alquran," jelasnya.

Ditambahkan, sebelum membulatkah tekat masuk Islam dia sudah sering mendengarkan orang mengaji. Dan dia juga sudah sering bertanya pada orang-orang yang aktif di kegiatan semacam majelis taklim. "Saya banyak bertanya tentang bagaimana itu Islam. Saya sudah cukup memahami Islam waktu itu. Kalaupun akhirnya saya, masuk Islam karena ingin bersekolah di jawa itu hanya semacam wasilah, proses, atau perantara saja. Jadi, hidayah ataupun baroqah dari Allah supaya saya masuk Islam itu sudah jauh saya terima sebelum itu," terang santri dari Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo, Situbondo ini menegaskan.


KELUARGA SETUJU
Beruntung Payage, keputusannya untuk berpindah keyakinan itu tidak mengalami pertentangan dari orang tuanya. Bahkan, hubungan orangtua-anak ini sampai sekarang tetap baik-baik saja.

"Alhamdulillah, tidak ada permasalahan antara saya dan orang tua. Saya sering berdoa semoga ayah saya diberikan petunjuk oleh Allah untuk masuk Islam. Saya tetap menghormati beliau. Karena biar bagaimanapun secara hubungan horizontal beliau itu kan tetap ayah saya. Hanya hubungan secara vertikal saja yang tidak sama. Saya tidak berhak melarang beliau untuk itu," tandasnya.

Kini, setelah duabelas tahun memeluk Islam, ada banyak hal yang dipelajari dan dikagumi pria kelahiran Papua, 4 April 1979 ini. la mengaku begitu kagum dengan ajaran islam yang begitu kaffah dan universal. Karena dalam Islam segala hal yang sedemikian kecilnya saja sudah diatur.

"Dalam islam tata cara orang menghadap Tuhan ada aturannya. Masak menghadap Tuhan harus memakai sepatu? Padahal sepatu itu kan nginjak tanah dan lain sebagainya. Kalau dalam islam itu tidak hanya bersih tapi kesucian juga. Jadi, menghadap Tuhan itu harus bersih dan suci," akunya jujur. Selain itu Payage juga mengaku mengagumi isi Alquran yang hingga saat ini tidak pemah berubah itu.

"Alquran itu diturunkan dalam bahasa Arab, yang diturunkan dari Lautul Mahfud sampai Nabi Muhammad. Sampai sekarang masih tetap bahasa Arab. Tapi kalau injil, sepengetahuan saya itu diturunkan dalam bahasa aslinya itu bahasa Ibrani, tapi sekarang kan sudah ada bermacam-macam bahasa, ada yang Jawa, Inggris dan sebagainya. Dari situ kan bisa dipertanyakan kemurnian ajarannya." tuturnya.

Sumber : Nurani 250 (06-12 Oktober 2005)

http://myquran.org/forum/index.php/topic,853.165.html?PHPSESSID=ubdfi8jvk3cse15blo37b55890

Fauzuddin Ahmad Overing, Pengkhotbah dan Tokoh Masyarakat Belanda

Tertarik Islam karena Bersih dari Mitos
Berawal dari membaca buku-buku tentang Islam, Fauzuddin Ahmad Overing, pengkhotbah dan tokoh masyarakat Belanda pun tertarik ajaran islam. Dari pencariannya, dia menyatakan, hanya Islam agama yang bebas dari mitologi. Berikut penuturannya.

ADALAH sulit untuk mengatakan bagaimana mula pertamanya saya tertarik dunia Timur. Hanya saya ingat, mula-mula saya belajar bahasa Arab pada waktu saya duduk di bangku sekolah dasar, sewaktu umur saya belum lebih dari 12 tahun, 30 tahun yang lalu. Akan tetapi, karena tidak ada yang membantu, saya hanya mendapat kemajuan sedikit.

Dengan sendirinya pelajaran bahasa Arab itu telah menyebabkan saya dapat mengenal Islam. Saya membeli beberapa macam buku tentang itu walaupun semua itu ditulis oleh pengarang-pengarang Barat dan karenanya tidak selalu dapat diterima. Akan tetapi, saya yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Tuhan dan pengetahuan saya tentang itu terbatas, kalau tidak ada seseorang yang menunjuki saya kepadanya.


DARI BUKU
Buku yang sangat berpengaruh atas diri saya adalah "E.G. Browne's History of Persian Literature in Modern Times". Buku istimewa ini berisi bagian-bagian dari dua syair yang menentukan keimanan saya kepada Islam, yaitu "Tarji-Band" oleh Hatif Ishfahan dan "Haft Band" oleh Muhtashim Kashan.

Syair Hatif Ishfahan adalah yang kali pertama berpengaruh atas jiwa saya karena dia telah memberikan gambaran yang indah dari jiwa yang sedang kebingungan dalam perjuangannya mencari konsepsi hidup yang lebih tinggi. Dan, saat saya menemukan, tentunya dalam tingkat yang lebih rendah, perjuangan saya dalam meneliti hakikat kebenaran. Walaupun saya tidak dapat menerima semuanya, tapi dia telah mengajarkan kepada saya suatu hakikat besar dan tinggi, yaitu bahwa Allah itu hanya satu. Tidak ada yang lain dan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia.

Sesuai dengan keinginan ibu saya dan untuk melaksanakan niat saya sendiri, saya masuk ke sebuah sekolah khusus yang memberi pelajaran agama Kristen. Tapi, bukan karena saya percaya kepada prinsip-prinsipnya. Soalnya, hanyalah karena beberapa pengetahuan Kristen itu diperlukan sebagai pengetahuan umum.


BERSIH MITOLOGI
Di akhir pelajaran saya memberikan pernyataan bahwa saya percaya dan telah memeluk Islam. Tentu saja ini membuat situasi kacau. Keimanan saya pada usia belasan tahun itu masih bukan hasil pemikiran, tapi suatu keimanan yang tulen yang belum dipersenjatai dengan logika untuk melawan alam pikiran kebendaan secara Barat. Di sinilah kadang-kadang orang bertanya, mengapa orang itu memilih Islam? Dan, mengapa orang itu tidak memegang agama yang di-bawanya lahir (kalau ada)?

Jawabnya terdapat dalam pernyataan itu sendiri, sebab Islam menghendaki supaya orang sesuai dengan jiwanya, dengan alam, dengan Allah, yakni Islam itu mengandung penyerahan kepada kehendak Allah. Keindahan dan keagungan Alquran itu tidak nampak dalam terjemahannya ke dalam bahasa lain. Saya ingin menunjukkan di sini sebagian kalimat Alquran:

"Hai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan rela dan disukai. Masuklah dalam lingkungan hamba-hamba-Ku dan masuklah dalam surga-Ku." (Al-Fajr 27 s.d. 30)

Karena itu saya berani mengatakan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang bersih dari mitologi, tidak seperti agama Kristen dan lain-lain agama. Coba perhatikan perbedaan antara kepercayaan Kristen yang mengatakan bahwa seorang anak itu bertanggung jawab atas dosa-dosa yang dilakukan oleh nenek-moyangnya dan firman Allah SWT dalam Alquran, "Dan tidaklah seseorang itu berbuat melainkan atas tanggung-jawabnya sendiri; dan seorang yang berdosa itu tidak memikul dosa orang lain." (Albaqarah 164)

Dan, firman Allah SWT, "Aku tidak menuntut/memerintahkan kepada seseorang melainkan seukuran kemampuannya". (Al-An'am: 152)

Sumber : Nurani 236, 30 Juni - 06 Juli 2006

http://myquran.org/forum/index.php/topic,853.150.html?PHPSESSID=ubdfi8jvk3cse15blo37b55890

Ismail Wieslaw Zejieski, Sosiolog, Reformer, dan Tokoh Masyarakat Polandia

"Islam, Agama Paling Sempurna"
Karena kebebasan yang diberikan oleh ayahnya yang atheis, membuat Ismail Wieslaw Zejieski berpikir bebas. Meski pendidikan dan lingkungannya sejak kecil tidak mengenalkan pada Islam, tetapi atas hidayah Allah, melalui beberapa penelitian akhirnya dia menemukan jalan menuju al-Islam. Berikut kisahnya.

SAYA lahir di Krakov, Polandia pada tanggal 8 Januari 1900 dan keluarga bangsawan Polandia. Ayah saya walaupun beliau seorang atheis, cukup toleran terhadap anak-anaknya untuk mengikuti pelajaran agama pada gereja Katolik Roma yang dianut oleh sebagian besar bangsa Polandia.

Ibu saya juga memeluk agama Katolik. sejak usia anak-anak, saya sudah biasa menghargai agama dan saya yakin bahwa agama itu unsur penting dalam kehidupan seseorang dan masyarakat.

Kenyataan kedua, di rumah kami, ayah saya sejak masih muda sering bepergian ke negara-negara Eropa. Beliau sering menceritakan pengalaman-pengalamannya kepada kami yang menimbulkan kesan suasana internasional pada jiwa kami sehingga soal-soal kebangsaan, kedaerahan, dan kebudayaan itu tidak memberatkan pikiran saya. Bahkan, saya selalu merasa bahwa tanah air saya itu adalah dunia seluruhnya.


JALAN TENGAH
Kenyataan ketiga ialah dalam rumah kami ada semangat "jalan tengah". Ayah saya walaupun beliau seorang keturunan keluarga aristokrat, beliau tidak menghargai permainan kelas-kelas yang tidak dapat dibuktikan dan membenci segala macam bentuk paksaan atau dictatorship dalam bentuk apa pun.

Beliau juga tidak menyetujui kegiatan-kegiatan revolusioner yang bertentangan dengan ketentraman umum. Malahan beliau tertarik kepada perkembangan (evolusi) yang berlangsung atas dasar tradisi yang baik yang diwariskan oleh para leluhur kami. Dalam kenyataan beliau merupakan model seorang yang menyetujui "jalan tengah".

Tidaklah mengherankan bahwa sesudah saya menjadi seorang pemikir bebas dan tertarik secara khusus kepada soal-soal kemasyarakatan, saya menempuh "jalan tengah" juga dalam memecahkan segala kesulitan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Saya selalu merasa bahwa tindakan-tindakan ekstrim itu bertentangan dengan tabiat umumnya kemanusiaan dan karena itu maka tindakan kompromi adalah satu-satunya jalan yang bisa menyelamatkan alam kemanusiaan.

Saya percaya bahwa organisasi kemasyarakatan harus berdasarkan kebebasan yang berdisiplin atau dengan lain perkataan, organisasi yang menghormati kebebasan dan kebijaksanaan tradisi. Kita harus memperkembangkan tradisi-tradisi itu supaya sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.


MERAGUKAN TRINITAS
Tidak pula mengherankan bahwa saya dididik dalam semangat "jalan tengah" supaya menjadi "orang jalan tengah" juga. Bolehlah disebutkan bahwa saya ini adalah seorang traditionalist progressive.

Saat berusia 16 tahun, saya banyak meragukan macam-macam kepercayaan yang diajarkan oleh Gereja Katolik Roma yang "tidak akan pernah salah" itu. Saya tidak sanggup mempercayai trinitas, perpindahan korban kepada daging dan darah Yesus (transubstantiation), perantaraan yang dilakukan oleh para pendeta antara manusia dengan Allah, atau tentang tidak bisa salahnya Paus dan keefektifan kata-kata magis yang diberikan oleh para pendeta dalam gereja.

Saya tidak bisa menyembah Maria, para pendeta, patung-patung, gambar-gambar dan lain-lain. Akhirnya saya mengingkari segala apa yang pernah saya percayai dan tidak lagi mau mempedulikan soal-soal agama.

Pecahnya perang dunia ke-ll telah menyebabkan tumbuhnya kembali rasa keagamaan dalam jiwa saya. Tuhan telah membuka mata saya, dan saya berpendapat bahwa manusia memerlukan ideologi, dan memang tidak mungkin
manusia tanpa ideologi, jika manusia ingin selamat dari kehancuran.


MENEMUKAN ISLAM
Bagi saya jelas bahwa hanya agamalah yang bisa memberikan banyak ideologi kepada dunia. Hanya saja, manusia zaman sekarang ini tidak mungkin bagaimanapun mempercayai agama yang segala kepercayaan dan peribadatannya tidak bisa diterima oleh akal dan pikiran.

Selain dari itu saya yakin bahwa kemanusiaan hanya bisa dipimpin oleh suatu agama yang memberikan ajaran-ajaran yang lengkap dan sempurna, baik mengenai hidup perseorangan maupun mengenai hidup masyarakat.

Berdasarkan keyakinan itulah, saya telah mempelajari bermacam-macam agama, terutama tentang sejarah dan prinsip-prinsip quakerism (Shahibiyah), unitarianism (aliran Kristen yang tidak mempercayai Trinitas), buddism dan bahaism. Akan tetapi tidak ada satu pun di antara agama-agama tersebut yang dapat memuaskan saya secara keseluruhan.

Akhirnya saya menemukan Islam. Sebuah poster kecil dengan nama "Islamo esperantiste regardata" ditulis dalam bahasa esperanto oleh seorang Muslim bangsa inggris, Mr Ismail Colin Evans, telah membuka kuping saya untuk mendengar panggilan Tuhan Itu terjadi pada bulan Februari 1949. Kemudian saya terima lagi sebuah poster lain yang bernama "Islamo chies relegio" dari Darut Tabligil Islam, Postbox 112 Cairo disertai beberapa buku karangan Maulana Muhammad Ali.

Saya telah menemukan kenyataan bahwa islam sesuai dengan pikiran saya. Dalam Islam saya menemukan perundang-undangan yang sempurna meliputi segala persoalan hidup, yang mampu memimpin perseorangan dan masyarakat menuju kerajaan Tuhan di bumi; perundang-undangan yang cukup elastis untuk menyesuaikannya dengan kondisi modern.


AGAMA SEMPURNA
Sebagai seorang teoris tentang kebudayaan dan kemasyarakatan, saya mengagumi lembaga sosial Islam, terutama zakat, hukum bagi waris, larangan riba, larangan perang agresif, kewajiban ibadah haji dan bolehnya poligami dalam batas-batas tertentu.

Dalam semua dasar Islam tersebut terdapat jaminan untuk dapat menempuh jalan hidup yang lurus, yang tengah-tengah antara kapitalisme dan komunisme, ketentuan-ketentuan yang cermat mengenai hak penuntutan antara negara, peletakan dasar-dasar untuk mencapai keselamatan hakiki sebagaimana yang dapat diterima akal, perumusan solidaritas persaudaraan Islam dengan bermacam-macam kebangsaan, bahasa, kebudayaan, dan kelas sosialnya.

Agama ini juga meletakkan dasar-dasar hukum perkawinan. Suatu dasar yang secara mutlak tidak bertentangan dengan keadilan biologis dan fakta-fakta kemasyarakatan. Dasar hukum ini sangat berbeda dan jauh lebih baik daripada dasar perkawinan monogami yang dianut oleh bangsa-bangsa Barat.

Saya tutup pengakuan saya ini dengan memanjatkan puji pada Allah SWT yang telah menganugerahkan nikmat besar kepada saya yakni menunjuki saya ke jalan agama yang lurus.

Sumber : Nurani 235, 23 -29 Juni 2005

http://myquran.org/forum/index.php/topic,853.150.html?PHPSESSID=ubdfi8jvk3cse15blo37b55890

Lady Evelyn Zeinab Cobbold, Bangsawan Inggris

"Islam Selesaikan Kesulitan, Menciptakan Kedamaian"
Hidayah Allah itu tidak diketahui kapan datangnya. Seperti dialami oleh Lady Evelyn Zeinab Cobbold, bangsawan Inggris. Dia tiba-tiba sudah mencintai Islam, setelah lama mempelajari dan merasakan kedamaian Islam. Berikut penuturannya.

PERTANYAAN terbanyak yang saya terima, ialah: kapan dan mengapa saya memeluk agama Islam? Saya hanya bisa menjawab bahwa tidak mungkin saya dapat memastikan secara persis detik-detik yang menentukan, sewaktu cahaya keislaman memancar masuk ke dalam jiwa saya.

Yang jelas ialah bahwa saya sudah menjadi orang Islam. Kejadian ini bukan satu keanehan jika orang ingat bahwa islam itu adalah agama fitrah (natural religion). Ini berarti bahwa seorang bayi itu akan tumbuh menjadi seorang pemuda Islam jika dia dibiarkan hidup di atas fitrah-nya sendiri.


AGAMA AKAL
Seorang kritikus Barat pernah membenarkannya dengan perkataan, "islam is the religion of common sense" atau "Islam adalah agama akal." Setiap bacaan dan pelajaran saya tentang Islam bertambah, bertambah pulalah keyakinan saya bahwa Islam itu adalah suatu agama yang paling praktis dan paling mampu menyelesaikan segala kesulitan dunia dan membawa alam kemanusiaan ke jalan keamanan dan kebahagiaan.

Karena itulah maka saya tidak ragu-ragu dalam kepercayaan saya bahwa Allah itu SATU/ESA, dan bahwa Musa, Isa, dan Muhammad SAW serta nabi-nabi lain yang sebelumnya itu adalah para nabi yang diberi wahyu oleh Tuhan bahwa kita manusia semua tidak dilahirkan dalam dosa, dan kita tidak memerlukan seorang perantara dalam menghadap Tuhan.

Kita semua mampu menghubungkan jiwa kita dengan Dia sembarang waktu, dan manusia itu, sampai Muhammad dan Isa sekalipun tidak ada yang bisa menjamin apa-apa untuk kita dari Allah dan bahwa keselamatan/kebahagiaan hidup kita itu tergantung kepada cara hidup dan amal perbuatan kita sendiri.

"Islam" berarti tunduk dan menyerah kepada Allah. "Islam" juga berarti selamat dan aman. Sedangkan seorang muslim itu ialah orang yang beriman dan melaksanakan ajaran-ajaran Allah sehingga dia bisa hidup dengan aman di hadapan Allah dan dalam lingkungan makhluk-Nya.


PENGARUH POSITIF
Islam berdiri di atas dua pokok. Pertama ialah Keesaan Allah dan kedua ialah persaudaraan yang meliputi seluruh alam kemanusiaan. Islam bebas dari teologi dogmatis yang memberatkan. Lebih dari itu semua, Islam adalah suatu agama yang positif.

Dalam ibadah Haji -suatu peribadatan yang tidak bisa dijelaskan pengaruhnya dengan kata-kata- orang melihat dirinya sebagai satu anggota dalam sebuah pergumulan besar dari seluruh dunia pada kesempatan suci di tanah suci, untuk bersama-sama dengan segala kekhusyukan mengagungkan Allah.

Dengan demikian tumbuhlah dalam jiwanya kesan tentang agungnya idealisme Islam, yakni terbukanya kesempatan baik untuk bersama-sama masuk dalam kancah percobaan kerohanian yang dianugerahkan Allah SWT kepada alam kemanusiaan. Menziarahi tempat kelahiran Islam, bekas-bekas perjuangan Rasulullah SAW sewaktu beliau mengajak alam kemanusiaan yang sesat supaya kembali kepada Allah SWT.

Semua kehidupan yang penuh berkah itu membangkitkan kesan dalam semua hati dan ingatan kepada perjuangan lama makan banyak waktu, yang dijalankan oleh Muhammad SAW dalam tahun-tahun yang penuh pengorbanan. Semua itu berpengaruh dalam jiwa dan melebur dalam semburat cahaya langit yang menerangi seluruh jagad raya.


PERSATUAN UMAT
Bukan itu saja, dalam ibadah haji itu masih ada yang lebih penting lagi, yaitu membuktikan adanya persatuan di kalangan kaum muslimin. Kalau ada suatu hal yang dapat mempersatukan kekuatan umat Islam yang bercerai-berai dan memberinya corak persaudaraan dan semangat kerja sama, maka ibadah haji-lah yang dapat membuktikannya.

Dalam melaksanakan ibadah haji terdapat kesempatan untuk mempertemukan semua bangsa dari seluruh dunia untuk saling berkenalan dan bertukar pikiran tentang hal ihwal masing-masing, dan mempersatukan tenaga dalam usaha kemaslahatan bersama dengan mengesampingkan soal-soal negeri tempat tinggal, perbedaan golongan dan mazab, warna kulit atau kebangsaan. Semua bersatu dalam satu ikatan persaudaraan besar dalam akidah yang mengilhami bahwa mereka-lah sebenarnya yang pantas menjadi pewaris keagungan.

Sumber : Nurani 232, 02-08 Juni 2005

http://myquran.org/forum/index.php/topic,853.150.html?PHPSESSID=ubdfi8jvk3cse15blo37b55890

Muhammad John Webster, Presiden Misi Islam di Inggris

Kecewa dengan Alquran Terjemahan Non-Muslim
Bila hamba Allah dengan sungguh-sungguh mencari hidayah, Allah akan memberikan jalan-Nya. Seperti yang dialami oleh Muhammad John Webster, Presiden Misi Islam di Inggris. Sebelum masuk Islam dia berjuang menemukan kebenaran dengan mempelajari semua agama.

SAYA lahir di kota London dan saya tumbuh sebagai orang Kristen Protestan. Pada tahun 1930, sewaktu saya masih berumur belasan tahun, saya menghadapi berbagai kesulitan yang biasa dijumpai oleh setiap pemuda yang cerdas yang mempergunakan akal pikirannya, yaitu mengenai beberapa persoalan hidup sehari-hari yang pada dasarnya bertalian dengan tuntutan agama. Di sinilah saya mulai menemukan kelemahan agama Kristen.

Agama Kristen adalah satu kepercayaan campuran yang menganggap dunia sebagai dosa sambil berusaha menyesuaikan dirinya dengan kenyataan-kenyataan hidup dan menggantungkan harapan kepada kehidupan akhirat. Sebagai hasilnya, ditetapkanlah melaksanakan keagamaan pada hari Minggu secara khusus yang dianggap tidak ada bandingannya dalam hari-hari lain dalam seminggu.

Pada waktu Inggris menghadapi masalah-masalah kemiskinan dan ketidaktentraman masyarakat. Agama Kristen tidak berusaha sedikitpun untuk menyelesaikannya. Karena itulah, maka dengan semangat seorang pemuda dan pengaruh emosi yang melebihi pengaruh ilmu pengetahuan, kepercayaan saya kepada gereja itu menjadi luntur, dan jadilah saya seorang komunis.

PELAJARI AGAMA
Akan tetapi komunisme hanya memberi kepuasan terbatas dan tertentu kepada pemuda-pemuda emosional berumur belasan tahun. Lalu tidak lama kemudian kelihatan tabiatnya yang buruk berdasarkan perjuangan yang tidak pernah akan berhenti. Setelah saya menolak komunisme dengan dasar materialismenya, mulailah saya mempelajari falsafah dan agama-agama. Saya mulai mempelajari keadaan sekeliling saya, suatu hal yang menyebabkan saya memeluk pantheisme, suatu agama yang menganggap suci kepada alam dan menghormati undang-undangnya.

Kami orang-orang Barat menemui kesulitan untuk mengenai Islam, sebab sejak terjadinya perang Salib ada satu komplotan tersembunyi atau pertimbangan yang keliru tentang soal-soal ke-lslaman.

Kemudian pada waktu saya tinggal di Australia, saya telah minta satu copy Kitab Suci Al-Qur'an pada Sydney Public Library. Akan tetapi sesudah saya membaca kata pengantar dari penterjemahnya, saya merasa adanya fanatisme yang menentang Islam secara terang-terangan.

Oleh karena itu, lalu saya tutup saja buku itu dan saya tinggalkan. Di sana tidak ada Al-Qur'an terjemahan seorang Muslim.

KAGUMI ALQURAN
Beberapa minggu kemudian pada waktu saya ada di Perth, Australia Barat, saya sekali lagi menanyakan pada perpustakaan satu salinan Alquran dengan syarat penerjemahnya seorang Islam.

Saya tidak bisa menggambarkan dengan kata-kata tentang tanggapan saya yang langsung sesudah saya membaca surat pertama di dalamnya, yakni Surat Al-Fatihah dengan ayat-ayatnya yang tujuh. Kemudian saya membaca
sejarah kehidupan Rasulullah SAW. Saya menghabiskan waktu beberapa jam di perpustakaan hari itu dan saya telah menemukan apa yang sebenarnya saya inginkan, yakni dengan karunia Allah SWT saya telah menjadi orang Islam. Padahal sebelum itu saya belum pernah bertemu dengan orang Islam. Hari itu saya keluar dari perpustakaan dengan perasaan lesu, akibat kesungguhan saya berpikir dengan semangat yang meluap.

BACA SYAHADAT
Pengalaman saya selanjutnya ialah saya masih bertanya kepada diri sendiri, apakah itu benar-benar suatu kejadian atau hanya impian? Sungguh sulit bagi saya untuk mempercayai apa yang telah terjadi.

Saya keluar dari perpustakaan untuk minum secangkir kopi. Di tengah perjalanan saya melihat pada sebuah gedung tinggi ada tulisan "Moslem Mosque". Lalu saya katakan kepada diri saya waktu itu juga, sesudah engkau mengetahui kebenaran, engkau wajib mengikutinya segera. Laa ilaaha illallah, muhammadurrasulullah.
Demikianlah dengan rahmat dan kurnia Allah SWT saya telah menjadi seorang muslim.

Sumber : Nurani 233, 09-15 Juni 2005

http://myquran.org/forum/index.php/topic,853.150.html?PHPSESSID=ubdfi8jvk3cse15blo37b55890

Navis B. Jolly, Cendekiawan asal Inggris

"Ternyata Islam Paling Benar"
Hidayah memang harus dicari. Seperti yang dilakukan Navis B. Jolly, cendekiawan asal Inggris. Dia 'menemukan' Islam setelah melakukan perbandingan dan mendalami semua agama di dunia. Berikut kisahnya.

SAYA lahir dalam lingkungan masyarakat Kristen. Saya dibaptis di salah satu gereja di Inggris serta mengikuti sekolah gereja. Waktu saya masih berumur belasan tahun telah membaca kisah Yesus Kristus, seperti yang terdapat dalam Injil. Saya yakin bahwa pada tahun-tahun yang sebentar itu. saya adalah seorang Kristen yang bersemangat. Kemudian berbareng kemajuan saya dalam belajar dan hubungan saya yang erat dengan Injil serta segala sesuatu yang bersangkutan dengan kekristenan, terbentanglah luas di hadapan saya kesempatan berpikir mengenai apa yang saya baca dan saya saksikan, mengenai apa yang saya lakukan dan saya percayai.

Saya mulai merasa tidak puas mengenai beberapa hal. Pada waktu itu juga saya meninggalkan sekolah gereja dan saya menjadi seorang atheis tulen, tidak mau percaya kepada agama.


PELAJARI SEMUA AGAMA
Saya mulai mempelajari agama-agama yang ada di dunia. Saya mulai agama Buddha. Saya pelajari dengan sungguh-sungguh itu jalan yang delapan dan ternyata memang tujuannya baik, tapi kurang memberi petunjuk dan kurang terperinci.

Dalam agama Hindu saya dihadapkan bukan hanya kepada tiga. tetapi kepada beberapa ratus Tuhan yang masing-masing memiliki kisah sejarah yang sangat fantastik dan tidak mungkin bisa diterima oleh akal saya.

Kemudian saya membaca sedikit tentang agama Yahudi, tapi sebelum itu saya telah cukup banyak membaca tentangnya dalam Perjanjian Lama yang menunjukkan bahwa agama Yahudi itu tidak dapat memenuhi beberapa nilai yang mesti dimiliki oleh sesuatu agama.

Dengan bimbingan seorang sahabat, saya mulai mempelajari soal-soal ilmu kerohanian, dan untuk itu saya harus menghadiri majelisnya yang dikuasai oleh roh-roh orang yang sudah mati. Tapi, saya tidak meneruskan praktik ini lebih lama karena saya yakin sepenuh-nya bahwa hal itu tidak lebih dari sekadar dorongan kejiwaan dan saya menjadi takut untuk melanjutkannya.

Sehabis perang dunia, saya berhasil mendapat pekerjaan pada sebuah kantor di London. Tapi, pekerjaan itu tidak mengurangi perhatian saya terhadap soal-soal agama. Pada suatu hari sebuah surat kabar lokal memuat sebuah artikel yang saya sanggah dengan sebuah tulisan, yaitu mengenai ketuhanan Yesus sebagaimana tersebut dalam Injil. sanggahan saya itu menghasilkan banyak hubungan antara saya dengan para pembaca yang di antaranya terdapat seorang muslim.


TELAAH ISLAM
Mulai saya berbicara dan berdiskusi tentang Islam dengan kenalan saya yang baru ini. Pada setiap tinjauan saya tentang macam-macam segi dari agama ini saya terjatuh. Walaupun saya pikir hal itu tidak mungkin, saya harus mengakui bahwa yang sempurna telah sampai kepada kita melalui seorang manusia biasa, sedangkan pemerintah-pemerintah yang paling baik pun di abad ke-20 ini tidak mampu melebihi perundang-undangan yang diberikan wahyu itu.

Bahkan negara-negara maju itu selalu mengutip susunannya dari Islam. Pada waktu itu saya bertemu dengan beberapa orang kaum Muslimin dan beberapa orang gadis Inggris yang meninggalkan agama mereka (Kristen) dan dengan segala kemampuan mereka membantu saya dalam mengatasi segala kesulitan yang saya hadapi. Hal itu terjadi karena memang kami muncul/lahir dalam satu lingkungan. Tenaga/bantuan mereka dicurahkan tanpa pamrih.

Saya telah membaca banyak buku-buku. Saya ingat di antaranya ialah buku "The Religion of Islam", "Mohammad and Christ" dan "The Sources of Christianity". Buku yang terakhir ini banyak menunjukkan persamaan antara agama Kristen dan cerita-cerita khayal zaman penyembahan berhala purba. Ini sangat mengesankan saya Yang terpenting dari semua itu ialah bahwa saya telah membaca Alquran. Saat kali pertama, nampak seakan-akan kebanyakan isi Alquran itu berulang-ulang dan saya belum percaya sepenuhnya atas semua isinya. Namun, saya merasa bahwa isi Alquran itu telah meresap ke dalam jiwa saya secara sedikit demi sedikit.


PERCAYA ALQURAN
Selang beberapa malam, saya menemukan keinginan dalam jiwa saya untuk tidak melepaskan lagi Alquran dari tangan saya. Kebanyakan yang menarik perhatian saya ialah persoalan yang ajaib, bagaimana bisa terjadi bahwa petunjuk yang demikian sempurna itu sampai kepada alam kemanusiaan melalui manusia yang bersifat kekurangan. Kaum Muslimin sendiri selalu mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW itu manusia biasa.

Sungguh, saya mengerti bahwa menurut Islam, rasul-rasul itu adalah orang-orang yang tidak pernah berbuat dosa dan bahwa wahyu bukan perkara baru, sebab dahulu wahyu pernah diturunkan kepada para nabi Yahudi dan bahwa Isa (Yesus) adalah nabi terakhir dari kalangan bangsa Yahudi. Namun, sebuah teka-teki selalu menggoda pikiran saya, mengapa wahyu itu tidak diturunkan kepada rasul-rasul abad ke-20? Jawabnya, saya pikir ialah apa yang diterangkan oleh Alquran bahwa Muhammad SAW adalah rasul Allah dan nabi penutup.

Hal itu jawaban yang sempurna dan tidak bisa dibantah karena bagaimana bisa jadi diutus lagi rasul-rasul sesudah Muhammad SAW sedangkan Alquranul-Majid adalah sebuah kitab lengkap yang menjelaskan segala sesuatu dan membenarkan segala yang ada di hadapan kita dan bahwa Alquran itu kekal untuk selama-lamanya tanpa penggantian dan perubahan, sebagaimana dinyatakan oleh Alquran dan diperkuat dengan kenyataan, sesungguhnya Aku telah menurunkan Alquran dan Aku menjaganya (Al-Hijr: 9)


MASUK ISLAM
Saya yakin telah terpengaruh ajaran dari atas mimbar-mimbar Kristen yang menentang Islam soal poligami. Saya mengira bahwa saya dapat melancarkan kritik mengenai masalah itu, karena waktu itu saya yakin bahwa teori Barat tentang monogami itu lebih baik daripada teori kolot yang menyerukan poligami. Soal itu saya bicarakan dengan sahabat saya, orang Islam itu yang dengan kontan mengemukakan bantahan yang meyakinkan bahwa bolehnya poligami itu dalam batas-batas tertentu.

Keterangan sahabat saya itu diperkuat dengan berita-berita yang tersiar dalam surat-surat kabar yang menjelaskan sedikitnya jumlah orang-orang yang mencukupkan diri dalam praktik dengan satu istri saja di Inggris.

Dalam Islam tidak ada kewajiban berpoligami, tapi jelas bahwa tanda agama yang sempurna itu ialah memberikan kesempatan untuk itu. Sesudah itu, mulailah jiwa saya menjadi tenang dan berangsur-angsur dapat menerima kebenaran yang dibawa oleh Islam. Akhirnya saya memeluk Islam.

Sumber : Nurani 231, 26 Mei-01 Juni 2005

http://myquran.org/forum/index.php/topic,853.150.html?PHPSESSID=ubdfi8jvk3cse15blo37b55890

Mas'udah Steinmann, Mualaf asal Inggris

Islam Lebih Sempurna
Masuk Islam merupakan panggilan hati dan hidayah dari Allah. Kalau Sudah mendapat hidayah, hati akan terbuka dan mengakui kebenaran petunjuk Allah. Itulah yang diakui Mas'udah Steinmann, bangsawan Inggris. Berikut kisahnya.

SAYA tidak menemukan agama lain yang diakui oleh masyarakat luas, mudah dimengerti dan bersemangat. Tidak ada jalan lain yang lebih dekat kepada ketenangan pikiran dan kepuasan hidup dan tidak ada harapan yang lebih besar daripada islam untuk mencari keselamatan hidup di akhirat.

Alam kemanusiaan ini adalah bagian dari keseluruhan. Manusia tidak bisa merasa lebih dari sebuah partikel dalam alam yang sempurna dan mengagumkan ini. Manusia hanya mampu membuktikan tujuan hidupnya dengan cara memenuhi tugasnya dalam hubungan dirinya dengan alam sebagai keseluruhan dan dalam hubungan dengan kenyataan-kenyataan hidup yang lain.

Itulah tata hubungan yang serasi antara bagian dan keseluruhan yang bisa membuat kehidupan ini dapat mencapai tujuannya, membawa kehidupan kepada kesempurnaan dan membantu alam kemanusiaan untuk mencapai kepuasan dan kebahagiaan. Di manakah letak posisi agama dalam hubungan antara Allah Al-Khalik dan makhluk-Nya? Di bawah ini adalah pikiran beberapa orang tentang agama:

"Agama seseorang itu adalah kenyataan pokok yang diakuinya, suatu kepercayaan yang dilaksanakan dalam kenyataan hidupnya, sesuatu yang menguasai seluruh isi hatinya. Dia tahu pasti bahwa yang mengatur/menyusun hubungan dirinya dengan alam dan menentukan kewajiban dan tujuannya itu adalah agama." -Thomas Carlyle dalam bukunya "Heroes and Heroworship". "Agama adalah kenyataan akhir tentang pengertian apa saja yang orang jumpai dalam hidupnya sendiri atau dalam hidupnya sesuatu yang lain dari dirinya." -G.K. Chesterton -dalam bukunya "Come to think of it" "Agama adalah anak harapan dan kekuatiran, menjelaskan alam gaib." -Ambrose Bierce dalam bukunya "The Devil's Dictionary". "Bentuk agama yang benar itu pasti terdiri dari kesetiaan kepada kehendak Tuhan yang menguasai alam dalam mempercayai Risalah-Nya dan dalam meniru kesempurnaan-Nya." - Edmun Burke dalam bukunya "Reflections on the revolution in France". "Semua agama berhubungan dengan kehidupan dan kehidupan beragama ialah berbuat baik." - Swedenborg dalam bukunya "Doctrine of Life." "Semua orang memiliki semacam rasa beragama, sewaktu ketakutan atau untuk hiburan." - James Harrington dalam bukunya "Oceana." Sewaktu-waktu setiap orang menemukan dirinya berhadapan dengan Yang Gaib, Yang Tidak dimengerti dan dengan tujuan hidupnya!! Pertanyaan dalam dirinya tentang hal itu menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau "agama" dalam artinya yang paling luas.

Mengapa saya berpendapat bahwa Islam adalah agama yang paling sempurna? Pertama dan sebelum segala sesuatu, agama ini memperkenalkan kepada kita Penguasa Tunggal, Tuhan Al-Khalik: dengan nama Allah yang Pengasih lagi Penyayang. Katakanlah, Dia itu Allah Yang Esa, Allah yang menjadi tempat semua makhluk bergantung; Dia tidak melahirkan anak dan tidak dilahirkan sebagai anak, dan tidak ada satu apa pun yang menyamai-Nya. (Al-lkhlash 1-4)

Kepada Allah-lah kamu akan kembali dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. (Hud 4)

Dan, di beberapa tempat Alquran menuturkan kepada kita tentang keesaan Al-Khalik yang tidak bisa terlihat dengan mata kepala; Yang Berilmu, Yang Mahakuat, Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Kekal, Yang Penyayang, Yang Pengasih, Yang Pemaaf dan Pengampun, Yang Maha Bijaksana dan Maha Adil.

Tuhan Penguasa Tunggal terbukti dalam kenyataan, dan kita berulang kali disuruh supaya membina kesempurnaan dalam hubungan antara Dia dan kita.

Ketahuilah oleh kamu bahwa Allah menyuburkan bumi sesudah gersangnya. Sungguh telah aku jelaskan kepada kamu beberapa ayat, supaya kamu mengerti. (Al-Hadid 7)

Ucapkanlah! Aku berlindung kepada Tuhan yang mengurus manusia. (An-Nas 1)

Orang boleh berdebat bahwa untuk membuktikan pengakuan dan iman kepada Allah, dan supaya bisa hidup bahagia dalam masyarakat itu perlu beriman dan menjalankan perintah Tuhan. Tidakkah kita lihat seorang bapak memberi petunjuk-petunjuk kepada anak-anaknya? Tidakkah kita lihat seorang bapak menyusun dan mengatur kehidupan keluarganya? Sehingga setiap anggota keluarganya hidup bersama-sama secara harmonis?

Islam telah membuktikan dirinya sebagai agama yang sah dan memperkuat kebenaran yang dibawa oleh agama-agama yang terdahulu. Islam juga mengakui bahwa bimbingan yang diberikan Al-quran itu jelas dan bisa diterima akal. Alquran memberi bimbingan ke arah kemajuan hubungan antara Al-Khalik dan makhluk-Nya, menimbulkan kerjasama antara kekuatan-kekuatan rohaniah dan jasmaniah guna menciptakan keseimbangan lahir dan batin dalam membina kehidupan yang aman dan damai dengan diri kita sendiri, faktor yang sangat penting dalam membina keserasian antara orang yang satu terhadap yang lain dan syarat mencapai kesempurnaan.

Sedangkan agama Kristen, perhatian utamanya itu hanya bidang kerohanian. Agama Kristen mendakwahkan semacam cinta kasih yang memberatkan pertanggung jawaban para pemeluknya. Cinta kasih yang sempurna pasti menghadapi kegagalan jika untuk mencapainya berada di luar kemampuan tabiat manusia dan bertentangan dengan akal dan pengertian.

Seorang pun tidak akan ada yang mampu mendekati tingkat ajaran cinta kasih seperti yang didakwahkan oleh agama Kristen. Hanya orang yang memiliki pengetahuan yang mendalam tentang konflik-konflik kemanusiaan berpadu dengan rasa simpati, pengertian serta rasa tanggung jawab yang mungkin bisa sampai mendekati kesempumaan prinsip agama Kristen. Akan tetapi, untuk itu dia harus melepaskan diri dari pertimbangan akalnya.

Kata S.T.Coleridge dalam bukunya "Aid to Reflection": "Orang yang mulai menjalankan kecintaan secara Kristen melebihi cintanya kepada kebenaran, hal itu akan membawanya kepada cinta golongannya atau gerejanya melebihi cintanya kepada kekristenan sendiri Kemudian akan berakhir pada cinta dirinya sendiri melebihi segala-galanya"

Islam mengajarkan supaya kita menghargai Tuhan dan tunduk kepada hukum-Nya, sekaligus menyerukan dan menggalakkan kita supaya mempergunakan akal/logika disertai penjagaan athifah cinta kasih dan saling pengertian. Al quran memerintahkan, sebagai pesan Al-Khalik, kepada semua makhluk-Nya yang berbeda-beda bangsa, golongan dan kedudukannya dalam masyarakat. Katakanlah (olehmu Muhammad)!, hai sekalian manusia! Kebenaran telah datang kepada kamu dan Tuhan kamu. Barangsiapa yang menerima petunjuk, maka dia memperoleh petunjuk untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang sesat, maka dia menyesatkan dirinya sendiri pula. Dan tidaklah aku menguasai kamu. (Yunus 108)

Saya tidak pemah menemukan agama lain yang bisa diterima akal dan menarik begitu banyak manusia serta mempunyai jumlah pengikut yang begitu besar. Dan, jelaslah bagi saya bahwa tidak ada yang lebih dekat kepada penalaran dan akal dan kerelaan dalam hidup, dan tidak ada harapan yang lebih besar daripada Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat.

Sumber : Nurani 228, 05-11 Mei 2005

http://myquran.org/forum/index.php/topic,853.150.html?PHPSESSID=ubdfi8jvk3cse15blo37b55890

.: Perjalanan menjadi mualaf : Moch Sandy Tjandra :.

Assallammualaikum Wr Wb
Setelah membaca tentang kisah seorang mualaf, dan response yang diberikan tentang kisahnya, saya merasa mungkin kalau saya dapat menceritakan pengalaman saya sampai menjadi mualaf dapat berguna bagi rekan rekan sekalian.

Saya sendiri bukanlah seorang penulis, jadi kalau ada kalimat kalimat yang aneh, mohon dimaklumi. Lebih lebih lagi banyak pengalaman pengalaman saya yang dilandasi oleh analisa saya sendiri, jadi kalau terjadi kekeliruan juga mohon diluruskan.

Tulisan ini akan saya muat menjadi beberapa bagian, sekali lagi sebelumnya saya mohon maaf, tidak ada maksud saya untuk menonjolkan diri, namun hanya ingin menceritakan pengalaman pribadi saya siapa tahu berguna untuk orang lain.

1) Latar Belakang

Saya seorang WNI keturunan, seperti keluarga keturunan pada umumnya pendidikan agama didalam keluarga hanya sangat minim. Namun demikian saya beruntung karena saya selalu bersekolah disekolah katholik unggulan sejak dari SD sampai SMA. Disana saya dijejali oleh berbagai macam ajaran kristen, yang menurut saya pada waktu itu oke-oke saja. Saat pertama saya menjadi kristen tulen adalah waktu saya kelas 1 SMA.

Karena sekolah saya pada waktu itu laki semua, maka teman saya mengajak untuk kegereja Pantekosta karena banyak wanitanya. Tentu saja ajakan itu saya terima dengan senang hati.

Ternyata setelah itu saya menjadi sangat tertarik dengan ajaran kristen. Dengan aktif saya melakukan bible study, persekutuan doa dan berbagai kegiatan rohani lainnya. Keluarga saya sempat marah, dianggapnya saya sudah terlalu fanatik cenderung gila. Saya menginjil kemana mana, tanpa peduli apa yang dikatakan oleh orang tua saya. Saya merasa berjuang dijalan Tuhan.

Waktu terus berlalu, sampai pada suatu saat, pendeta saya bercerita bahwa dia kecurian dirumahnya, dan kehilangan sampai US$ 10.000. Saya sangat terkejut, karena banyak dari jemaat gereja tersebut yang miskin sekali. Akhirnya saya tinggalkan gereja tersebut, saya mulai berkelana dari satu gereja ke gereja lain, dari satu pendeta kependeta lain. Entah kenapa, setiap pendeta pasti ada sesuatu konsep yang saya tidak suka.

Bersamaan dengan itu, karena saya berguru dari berbagai pendeta dari berbagai aliran, pengetahuan saya tentang agama kristen boleh dianggap sangat cukup. Hampir semua pendeta terkenal pada saat itu pernah saya datangi.

Waktu saya sekolah diUSA, sayapun mendirikan dan mengikuti berbagai persekutuan doa. Dengan semakin bertambahnya ilmu agama saya, terus terang saya menjadi semakin tidak mengerti mengenai ajaran tersebut.

Apabila saya bertanya kepada para pendeta mengenai ketidak tahuan saya, mereka selalu berkata "iman", seakan akan itulah magic word untuk menghentikan logic kita bekerja. Akhirnya ketidak puasan saya menyebabkan saya menjadi apatis, saya hanya berfikir, "Toch saya tidak pernah tahu saya masuk surga atau tidak, lalu ngapain susah susah?." Mereka berusaha meyakinkan saya bahwa dengan mengakui Yesus saya pasti masuk surga, yang saya anggap sedikit tidak masuk akal.

Salah satu pertanyaan saya pada waktu itu ( belum pernah ada yang bisa menjawab secara jelas ) adalah:

Yudas Eskariot itu masuk surga atau tidak ?

Argumen saya adalah, Yudas itu adalah salah satu rasul, sebagai orang yang beriman kepada Yesus, yesus telah menjanjikan kehidupan yang kekal (surga), namun demikian Yudas juga telah menghianati Yesus (karena uang), jadi dia jahat/serakah, koq orang serakah bisa masuk Surga ? Sebagian besar orang kristen akan setuju bahwa Yudas masuk neraka, tetapi saya pikir, Yudaslah orang yang paling berjasa sehingga Yesus bisa disalib.

Koq dia dineraka, itu khan sudah takdir dia untuk menghianati Yesus ?

Bukankah karena Yudas injil (menurut mereka) itu dapat terpenuhi. Yudas adalah kambing hitam yang perlu dikasihani. Pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh umat kristiani, padahal kalau dia mau mengacu kepada ajaran Islam jawabannya mudah saja.

Demikian pertanyaan pertanyaan tanpa jawaban terus bergulir dibenak saya tanpa adanya jawaban. akhirnya saya menjadi apatis.

http://myquran.org/forum/index.php/topic,853.120.html?PHPSESSID=ubdfi8jvk3cse15blo37b55890

Hersince Kristina Yosephania, Alumni Fakultas Tarbiyah IAIN Surabaya

Setelah Masuk Islam, Ayah Menjadi Bimbang
Terlahir dalam keluarga beda agama bukanlah keinginan dara manis ini. Namun, setelah lama hidup di antara dua agama; Katolik dan Islam, akhirnya Titik Kristina (21) menentukan pilihan. Wanita jebolan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel ini memilih Islam karena menurutnya agama ini lebih suci.

TIDAK ada orang yang menyangka kalau gadis mungil berkacamata ini seorang mualaf. Dalam berbagai diskusi di kampus IAIN Fakultas Tarbiayah dia tergolong mahasiswi yang aktif, baik dalam kajian keagamaan maupun kajian umum lainnya. Titik Kristina nama lengkapnya.

Dia dibesarkan dari keluarga beda agama. Ayahnya, Bambang She Suwito Hadi (45) keluarga gerejawan dari Banyuwangi. Sedangkan Turini (40), ibu kandung gadis yang mempunyai nama asli Hersince Kristina Yosephania ini beragama Islam tulen.

Menurut wanita yang akrab disapa Kristin ini, kedua orang tuanya nekat menikah meskipun ditentang kedua belah pihak keluarga terlebih keluarga dari ayahnya. "Nenek dari ayah sangat marah ketika ayah memutuskan untuk menikahi ibu, karena ayah digodong (diharapkan) untuk meneruskan gereja yang ada di Banyuwangi," ujar Kristin menceritakan asal terjadinya perbedaan agama itu.


GEREJA & MASJID
Akibat pernikahan dua agama ini, Kristin hidup di antara keduanya. Ketika ibunya ke masjid, Kristin ikut. Begitu pula jika ayahnya ke gereja dia pun ikut serta dengannya. Bahkan Kristin pun mendapatkan nama baptis. Sebagai seorang anak, Kristin belum bisa membedakan kedua agama ini. Saat itu Kristin kecil hanya bisa ikut-ikutan saja. Setiap minggu dia ikut kebaktian di gereja, sedangkan pada hari lain dia ikut mengaji di masjid bersama teman-temannya yang mayoritas muslim.

Bagi Kristin kecil di gereja ataupun di masjid baginya sama saja, hanya saja ketika pergi ke masjid dia merasa ada sesuatu yang harus dia persiapkan terlebih dahulu. "Aku selalu terkesan bila ke masjid. Karena kalau mau ke masjid harus dalam keadaan bersih," ujar Kristin mengenang masa kecilnya.

Namun, perasaan nyaman ketika akan pergi ke masjid itu tidak dirasakanya ketika pergi ke gereja. "Kalau pergi ke gereja, kapan pun aku bisa, bahkan bangun tidur tanpa cuci muka pun tidak masalah," tuturnya.

Karena perasaan itulah akhirnya Kristin memutuskan untuk masuk Islam. Dia merasa memang selayaknya untuk menghadap Dzat yang maha segalanya harus dalam keadaan terbaik.

Pergi ke sekolah saja kita harus rapi, masak menghadap Tuhan seenaknya?" ujar wanita kelahiran 11 Januari 1984 ini.


PRIA MISTERIUS
Setelah balig, saat itulah Kristin merasa ditemani oleh seorang kakek tua berbaju putih. Pria berjanggut panjang seperi dalam dongeng itu benar-benar dirasakan kehadirannya oleh Kristin. Namun anehnya, Kristin tidak merasa takut, bahkan sebaliknya merasa terlindungi.

"Kalau aku melakukan kesalahan atau hal yang kurang benar, aku seperti ditegur oleh kakek itu Mbak," cerita Kristin saat ditemui NURANi di rumah kontrakan seorang temannya.

Lama Kristin tidak menceritakan hal itu kepada orang tuanya. Namun, pada suatu hari, Kristin keceplosan menceritakan kepada ibunya. Mendengar cerita anaknya itu, Turini merasa khawatir dan memutuskan untuk membawa Kristin kepada seorang ustad di daerah Pasuruan. Setelah itu Kristin mendapatkan bimbingan yang lebih intensif dan karena itulah dia memilih masuk Islam.

Setelah memutuskan untuk masuk Islam, Kristin dibimbing oleh Ustad Mustaji. Dia digembleng di Pesantren Wahid Hasyim. Di pesantren inilah Kristin yang kemudian dipanggil Titik ini mendapatkan cobaan yang hampir saja menggoyahkan keimanannya.


KULIAH DI IAIN
Meski tidak ada seorang santri pun yang tahu latar belakang Titik, namun entah kenapa ada beberapa santri yang memusuhinya. "Pernah suatu kali, aku dikunci di dalam kamar mandi," cerita Titik mengenang pengalamannya di pesantren.

"Terlintas juga dalam pikiran saya, beginikah wajah orang Islam sesungguhnya?" ujarnya.

Apa yang dia alami di pesantren sangat bertolak belakang dengan pengalamannya ketika belum memilih islam.

"Dulu teman-temanku selalu mengajak dan merayu aku untuk salat ataupun mengaji di masjid, namun di pesantren sebaliknya seolah aku dihalangi untuk belajar," imbuhnya.

Namun, pikiran seperti itu terhapus di kala menyadari betapa sabar dan telatennya Ustad Mustaji membimbing dia dan mengajari dia untuk lebih mengenal Islam. Keinginan untuk mendalami Islam tidak pernah pupus dari dirinya. Meskipun nilainya cukup untuk masuk perguruan tinggi umum, namun Titik lebih memilih IAIN sebagai kampus tempat menimba ilmu.


AYAH MASUK ISLAM
Keinginannya untuk berbagi dengan orang lain menggiringnya untuk memilih Fakultas Tarbiyah. "Saya ingin menjadi seorang guru agama, Mbak," ceritanya.
Saat ini cita-citanya untuk menjadi guru benar-benar terwujud. Dia kini menjadi tenaga pelajar di sekolah dasar swasta terkemuka di Surabaya. Titik pun dapat membagi ilmu yang dia dapatkan. Setelah Titik masuk Islam, akhirnya sang ayah memilih Islam demi ketentraman keluarganya. Neneknya, Tyas Arum, salah satu tokoh Katolik yang sangat disegani di daerahnya, sangat marah. Mereka pun tidak mau menerima kunjungan anak dan cucunya.


Sumber : Nurani 229, 12-18 Mei 2005

http://myquran.org/forum/index.php/topic,853.150.html?PHPSESSID=ubdfi8jvk3cse15blo37b55890