Senin, 12 Desember 2011

Hersince Kristina Yosephania, Alumni Fakultas Tarbiyah IAIN Surabaya

Setelah Masuk Islam, Ayah Menjadi Bimbang
Terlahir dalam keluarga beda agama bukanlah keinginan dara manis ini. Namun, setelah lama hidup di antara dua agama; Katolik dan Islam, akhirnya Titik Kristina (21) menentukan pilihan. Wanita jebolan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel ini memilih Islam karena menurutnya agama ini lebih suci.

TIDAK ada orang yang menyangka kalau gadis mungil berkacamata ini seorang mualaf. Dalam berbagai diskusi di kampus IAIN Fakultas Tarbiayah dia tergolong mahasiswi yang aktif, baik dalam kajian keagamaan maupun kajian umum lainnya. Titik Kristina nama lengkapnya.

Dia dibesarkan dari keluarga beda agama. Ayahnya, Bambang She Suwito Hadi (45) keluarga gerejawan dari Banyuwangi. Sedangkan Turini (40), ibu kandung gadis yang mempunyai nama asli Hersince Kristina Yosephania ini beragama Islam tulen.

Menurut wanita yang akrab disapa Kristin ini, kedua orang tuanya nekat menikah meskipun ditentang kedua belah pihak keluarga terlebih keluarga dari ayahnya. "Nenek dari ayah sangat marah ketika ayah memutuskan untuk menikahi ibu, karena ayah digodong (diharapkan) untuk meneruskan gereja yang ada di Banyuwangi," ujar Kristin menceritakan asal terjadinya perbedaan agama itu.


GEREJA & MASJID
Akibat pernikahan dua agama ini, Kristin hidup di antara keduanya. Ketika ibunya ke masjid, Kristin ikut. Begitu pula jika ayahnya ke gereja dia pun ikut serta dengannya. Bahkan Kristin pun mendapatkan nama baptis. Sebagai seorang anak, Kristin belum bisa membedakan kedua agama ini. Saat itu Kristin kecil hanya bisa ikut-ikutan saja. Setiap minggu dia ikut kebaktian di gereja, sedangkan pada hari lain dia ikut mengaji di masjid bersama teman-temannya yang mayoritas muslim.

Bagi Kristin kecil di gereja ataupun di masjid baginya sama saja, hanya saja ketika pergi ke masjid dia merasa ada sesuatu yang harus dia persiapkan terlebih dahulu. "Aku selalu terkesan bila ke masjid. Karena kalau mau ke masjid harus dalam keadaan bersih," ujar Kristin mengenang masa kecilnya.

Namun, perasaan nyaman ketika akan pergi ke masjid itu tidak dirasakanya ketika pergi ke gereja. "Kalau pergi ke gereja, kapan pun aku bisa, bahkan bangun tidur tanpa cuci muka pun tidak masalah," tuturnya.

Karena perasaan itulah akhirnya Kristin memutuskan untuk masuk Islam. Dia merasa memang selayaknya untuk menghadap Dzat yang maha segalanya harus dalam keadaan terbaik.

Pergi ke sekolah saja kita harus rapi, masak menghadap Tuhan seenaknya?" ujar wanita kelahiran 11 Januari 1984 ini.


PRIA MISTERIUS
Setelah balig, saat itulah Kristin merasa ditemani oleh seorang kakek tua berbaju putih. Pria berjanggut panjang seperi dalam dongeng itu benar-benar dirasakan kehadirannya oleh Kristin. Namun anehnya, Kristin tidak merasa takut, bahkan sebaliknya merasa terlindungi.

"Kalau aku melakukan kesalahan atau hal yang kurang benar, aku seperti ditegur oleh kakek itu Mbak," cerita Kristin saat ditemui NURANi di rumah kontrakan seorang temannya.

Lama Kristin tidak menceritakan hal itu kepada orang tuanya. Namun, pada suatu hari, Kristin keceplosan menceritakan kepada ibunya. Mendengar cerita anaknya itu, Turini merasa khawatir dan memutuskan untuk membawa Kristin kepada seorang ustad di daerah Pasuruan. Setelah itu Kristin mendapatkan bimbingan yang lebih intensif dan karena itulah dia memilih masuk Islam.

Setelah memutuskan untuk masuk Islam, Kristin dibimbing oleh Ustad Mustaji. Dia digembleng di Pesantren Wahid Hasyim. Di pesantren inilah Kristin yang kemudian dipanggil Titik ini mendapatkan cobaan yang hampir saja menggoyahkan keimanannya.


KULIAH DI IAIN
Meski tidak ada seorang santri pun yang tahu latar belakang Titik, namun entah kenapa ada beberapa santri yang memusuhinya. "Pernah suatu kali, aku dikunci di dalam kamar mandi," cerita Titik mengenang pengalamannya di pesantren.

"Terlintas juga dalam pikiran saya, beginikah wajah orang Islam sesungguhnya?" ujarnya.

Apa yang dia alami di pesantren sangat bertolak belakang dengan pengalamannya ketika belum memilih islam.

"Dulu teman-temanku selalu mengajak dan merayu aku untuk salat ataupun mengaji di masjid, namun di pesantren sebaliknya seolah aku dihalangi untuk belajar," imbuhnya.

Namun, pikiran seperti itu terhapus di kala menyadari betapa sabar dan telatennya Ustad Mustaji membimbing dia dan mengajari dia untuk lebih mengenal Islam. Keinginan untuk mendalami Islam tidak pernah pupus dari dirinya. Meskipun nilainya cukup untuk masuk perguruan tinggi umum, namun Titik lebih memilih IAIN sebagai kampus tempat menimba ilmu.


AYAH MASUK ISLAM
Keinginannya untuk berbagi dengan orang lain menggiringnya untuk memilih Fakultas Tarbiyah. "Saya ingin menjadi seorang guru agama, Mbak," ceritanya.
Saat ini cita-citanya untuk menjadi guru benar-benar terwujud. Dia kini menjadi tenaga pelajar di sekolah dasar swasta terkemuka di Surabaya. Titik pun dapat membagi ilmu yang dia dapatkan. Setelah Titik masuk Islam, akhirnya sang ayah memilih Islam demi ketentraman keluarganya. Neneknya, Tyas Arum, salah satu tokoh Katolik yang sangat disegani di daerahnya, sangat marah. Mereka pun tidak mau menerima kunjungan anak dan cucunya.


Sumber : Nurani 229, 12-18 Mei 2005

http://myquran.org/forum/index.php/topic,853.150.html?PHPSESSID=ubdfi8jvk3cse15blo37b55890

Tidak ada komentar:

Posting Komentar