Senin, 20 Mei 2013

Pamela Kara: Minat Mempelajari Islam Berasal dari Keinginan Mendidik Anak

Perjalanan Pamela Kara menuju Islam
 
Nama saya Pamela Kara. Saya berasal dari luar Cleveland, Ohio di bagian utara Amerika berhampiran dengan Great Lakes. Saya besar di sini. Saya dibesarkan dalam keluarga Protestan.
 
Sebenarnya saya memang mencari kebenaran. Saya mencari sesuatu. Saya tidak tahu apa yang saya cari.Ketika usia saya bertambah, saya membangun rumah tangga. Saya mulai mencari anak angkat dari luar negeri, dari sebuah negeri Islam. Saya telah menikah selama 16 tahun dan merupakan seorang penganut Kristen. Suami saya seorang muslim dan saya seorang Kristen. Saya juga tidak berminat untuk mengetahui apa-apa tentang Islam sehingga kami membuat keputusan untuk mengambil anak angkat.
 
Saya mulai mengikuti kelas di masjid lokal mengingatkan bahwa saya akan menjadi seorang ibu. Saya perlu bersedia dan mempunyai beberapa ide bagaimana bisa saya mengajar anak saya. Dari sinilah bermulanya minat untuk mengetahui tentang Islam.
 
Dia merupakan seorang anak yatim. Ketika mengikuti kelas di masjid lokal itu, saya masih ingat, saya berdebat dengan Imam masjid dengan mengatakan bahwa dia tidak mengetahui apa yang disampaikannya. Ketika itu saya masih tidak tertarik dengan agama Islam. Saya tidak begitu mempercayai apa yang dia sampaikan. Seorang lelaki di kelas itu bertanya kepada saya apakah saya memiliki sebuah al-Quran. Saya menjawa,"Tidak."
 
Dia lalu memberikan saya sebuah al-Quran. Saya membaca surat al-Fatihah. Itu sudah mencukupi. Dengan hanya membaca surat itu, saya merasa seperti ada suara yang mengatakan,"Inilah yang anda cari selama ini. Inilah kebenaran." Selepas membaca Surat al-Fatihah saja, saya sudah tahu bahwa inilah yang saya cari selama ini.
 
Kehidupan tidak lagi sama dan saya bukan lagi orang yang sama. Saya tidak bisa membayangkan diri tidak menjadi Muslim dan tidak memiliki Islam serta tidak memiliki Quran dan Sunnah. Seperti mengambil kaca mata baru dan memakainya. Anda dapat melihat dunia dengan cara yang benar. Kehidupan saya sebelum itu adalah sebuah kehidupan yang penuh dengan kekacauan. Dibesarkan sebagai seorang Amerika, tanpa sedikit kebenaran dalam budaya dan fondasi kami, ia seperti anda menjadi bingung, anda mencari dari satu situasi ke satu situasi tanpa sedikit rencana atau tempat untuk anda tuju.
 
Sebagaimana saya memeluk Islam dan belajar lebih mendalam mengenainya, serta melakukan shalat, saya tahu tidak ada lagi jalan ke belakang. Kini saya harus maju ke depan. Inilah satu perkara terbaik yang pernah saya lakukan dalam kehidupan saya.
 
Keluarga dan teman-teman saya tidak begitu senang saya memeluk Islam. Tetapi mereka juga tidak bersikap keras terhadap saya. Kecuali ada beberapa anggota keluarga yang tidak mau berbicara dengan saya, sebenarnya ia bukanlah satu kerugian jika mereka tidak ingin berbicara dengan saya. Tetapi hijab menjadi satu masalah besar bagi keluarga saya. Subhanallah, semuanya menjadi teratur dan dengan berlalunya masa, seandainya kita bersabar dengan mereka, mereka akhirnya akan menerima kita atau sekurang-kurangnya mereka mengizinkan anda untuk membuat pilihan dan mengamalkan apa yang anda inginkan. Saya memiliki orang tua yang baik.
 
Andai anda bertemu dengan seseorang yang berminat dengan Islam, kita haruslah bersikap membantu. Terutama perempuan. Dulu sebelum Islam, saya tidak pernah menghormati diri saya. Rasa hormat timbul setelah saya memeluk Islam dan mengenakan hijab. Karena saya bebas. Saya bebas dari dunia yang mengarahkan saya. 
 
Saya meminta semua orang untuk membeli al-Quran dan membacanya. Pelajarilah dan lakukan penelitian sendiri. Dengan cara itu, mungkin saja hati anda terbuka karena Allah membuka hati-hati mereka yang mendambakan-Nya. Dia akan mengizinkan anda untuk melihat kebenaran dan Insya Allah membawa anda kepada kehidupan yang baik.
 
Karena kehidupan ini hanya sebentar, dan Insya Allah kita berusaha untuk kehidupan abadi. (IRIB Indonesia / onislam.net)