Dia JR Farrell. Ayah Farrell --berdarah campuran Jerman dan Irlandia--seorang pekerja keras tapi juga pemabuk. Ia masih mengingat betul masa kecilnya, bagaimana kedua orang tuanya bertengkar gara-gara uang, situasi kehidupan dan perkara-perkara lain. Tak hilang pula dari kenangannya saat ia mesti hidup di rumah-rumah sosial di sisi selatan Chicago hampir tanpa apa pun untuk di makan.
Memasuki masa remaja, semua yang ada di sekitar Farrell mulai menggoda, teman wanita, minuman, klub malam, obat-obatan dan yang lain. "Tapi entah saya tak bisa, saya melarang diri saya untuk terlibat dalam semua tadi. Saya hanya merasa itu tidak benar." Kenangnya.
Salah satu adiknya ternyata adalah pengedar narkoba terbesar di Chicago. Hampir setiap hari ia membawa jenis obat-obatan ke rumah untuk dijual eceran di lingkungan sekitar. Begitu adiknya tak berada di rumah, Farrell membuang semua obat-obatan senilai 1000 dolar ke toilet dan mengguyurnya. Saat pulang dan mengetahui itu, adiknya, tutur Farrell, sangat bernafsu membunuhnya. "Ia mungkin akan membunuh saya bila memiliki kesempatan. Tentu saya dibela orangtua karena saya lebih tua dan saya dianggap harus mengajarinya untuk lebih baik.
Semua peristiwa dalam masa kecil hingga remaja membuat Farrell menyadari betapa rapuh kehidupan. "Saya tak ingin mati sebagai idiot, jadi saya mulai belajar apa pun dan semuanya." tutur Farrell.
Pada 1995, Farrell bertemu dengan seorang wanita pertama yang membuat ia jatuh cinta. Meski ia bisa saja memiliki kesempatan untuk berbuat apa pun dengan gadis tersebut, lagi-lagi ia melarang dirinya. "Saya tidak bisa, saya tak membolehkan diri saya untuk memiliki hubungan intim dengan seseorang yang tidak saya nikahi." ujarnya. Beberapa bulan setelah itu ia melamar kekasihnya. Mereka bertunangan tanpa sekalipun berhubungan seksual, sesuatu yang tidak biasa di kalangan barat.
Hadiah Paling Berharga
Pada 1997, tunangan Farrell memberinya Al Qur'an sebagai hadiah. "Sekedar memberitahu bagaimana dulu saya amat membenci Muslim, begitu ia memberi Al Qur'an kami bertengkar hebat dan kami putus hingga beberapa saat," kenang Farrell.
Akhirnya suatu malam ia mengambil kitab suci tersebut dan mulai membacanya. "Saya masih ingat betul saat itu, rumah begitu bersih, udara terasa enak dan nyaman, sorot lampu sungguh pas untuk membaca.
Ia membaca bagian awalan, tiga halaman pertama, dan, "Saya mulai menangis seperti bayi. Saya menangis dan menangis. Saya tak bisa menahan diri. Seketika saya tahu bahwa inilah yang saya cari selama lini. Saya seperti ingin memukuli diri sendiri karena tak segera menemukan sejak dulu," ujar Farrell.
Ia merasa hidupnya dibungkus sepenuhnya dalam halaman-halaman tadi. Farrell menjumpai seperti membaca jiwanya dalam Alqur'an. "Sungguh indah, tetapi juga membuat saya menyesali diri. Setelah itu saya kembali menjalin hubungan dengan tunangannya dan mendiskusikan banya hal secara dewasa," ujarnya. Tak lama setelah itu, Farrel dan tunangannya memeluk Islam dan beritikad untuk hidup sebagai Muslim.
Begitu orangtua Farrel mengetahui itu, pecahlah kemarahan mereka. "Ayah saya mengancam membunuh saya. Ia berkata, 'Kamu lahir Katholik, jadi tolong Tuhan, saya akan memastikan kamu mati sebagai Katholik,'". Reaksi ibu Farrell pun tidak jauh berbeda dengan ayahnya.
Ketika itu bertepatan itu Farrell berhasrat besar untuk kuliah. "Saya ingin menempuh pendidikan formal. Saya dapat pekerjaan dan membayar semua kebutuhan untuk melanjutkan pendidikan saya hingga ke perguruan tinggi," tuturnya.
Saat itu pula ia didepak keluar dari rumah dan Farrell pun tinggal di jalan selama 6 bulan. "Saya menyantap makanan dari tempat sampah, tidur di luar saat malam-malam terdingin, waktu itu tahun 1999," tutur Farrell.
Namun itu semua tak menyurutkan semangat Farrell. "Saya berjalan bermil-mil untuk bisa bersama Muslim. Saya dikejar keluar dari lingkungan tertentu oleh polisi hanya gara-gara masuk ke lingkungan kulit hitam demi mengikuti shalat Jumat. Saya dilempari batu, diludahi, dikasari. Saya hanya ingin bisa bersama Muslim lain,"
Hingga suatu hari ia bertemu seorang teman yang membantunya. Si teman berkata, bila Farrell bisa membangun sebuah masjid dalam toko knalpot milik temannya itu, maka ia bisa tinggal di sana hingga menemukan tempat lebih layak. Farrell pun setuju.
Toko tersebut memiliki ruang di tingkat dua, sekitar 186 meter persegi yang dipakai untuk gudang. Setiap hari Farrell menghabiskan waktu berjam-jam untuk membuang sampah dan memindahkan pasokan inventaris. Dalam satu bulan ia telah menyelesaikan setengah ruangan, membangun dinding, menambah jendela, memasang satu pintu, menggelar karpet, mengecat dan akhirnya selesai kemudian dibukalah masjid toko knalpot pertama di Kota Chicago. "Saya belajar pertukangan dari paman saya. Itu adalah pekerjaan penuh waktu saya yang pertama." tuturnya.
Sekitar 6 bulan berikut ia berhasil mendapat satu pekerjaan bagus dan pindah bersama dua teman ke apartemen baru. Tunangannya tak ada dalam adegan hidupnya kini. "Kami telah setuju untuk hidup sebagai Muslim, bukan seperti orang bodoh. justru saya lebih mencintai dia dari sebelumya, namun menjadi Muslim jauh lebih penting dari pada bersama seseorang dan kami belum menikah," ungkap Farrell. (Mmm, ini yg sudah mulai dilupakan oleh sebagian besar remaja dikita -admin-)
Pada 1999 ia menjadi Presiden Asosiasi Mahasiswa Muslim di kampusnya. Setiap hari ia menghadiri majelis taklim, ke seminar. Ia mulai memiliki seseorang yang menjadi tempat bertanya dan membangun hubungan dengan teman-teman Muslim lain.
Pergi Haji
Pada tahun 2000 Farrell melaksanakan ibadah Haji. Sebuah pengalaman yang tak pernah ia lupakan. Ia mengunjungi Madinah dan lingkungan di sekitarnya. "Satu hal yang saya sadari Haji adalah kebenaran tentang Tuhan dan sejarah Islam. Selama ini saya mungkin hanya bisa mengetahui dari buku mengenai tempat dan orang-orang, di sana saya melihat dengan mata sendiri keajaiban sejarah Islam. Saya seperti hidup dalam sejarah. Saya merasa Hadis-hadis menjadi hidup. Saya seperti menyaksikan sahabat di atas puncak bukit. Saya mencium bau perang Badar. Saya menghirup udara yang dulu juga dihirup Rasul," tutur Farrell.
Farrell selalu bermimpi bekerja di sektor bantuan yang meringankan dan menolong beban orang lain. Kini Farrell bekerja untuk Global Relief Fondation dan telah bergabung selama setahun.
republika,
Bila ada yang tertarik untuk mengetahui Farrel lebih jauh, dapat langsung dengan melihat videonya;
http://www.youtube.com/watch?v=j0SZHZ9T1Bg (How Jr Farrell came to IslamI 1/5 Irish German Italian and loving Islam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar