Nama saya Julie Rudy. Saya memeluk agama Islam kira-kira 30
tahun lalu. Saya berasal dari Minnesota. Ibu saya berasal dari Norwegia
dan ayah saya berasal dari Jerman. Kami tinggal di sebuah kota kecil
dengan jumlah penduduk 1500 orang, terdapat 13 gereja dan tidak ada
sinagog maupun masjid.
Karena saya
tinggal disebuah kota kecil, maka tidak ada seorang muslim yang tinggal
di kota kami. Saya tidak mengetahui apa-apa mengenai Islam. Saya
dikelilingi oleh umat Kristen. Mungkin mereka menganut mazhab kristen
yang berlainan seperti mayoritas yang tinggal di tempat kami ialah
Methodist dan Lutheran. Ketika saya bekerja di Universitas Minnesota,
saya menemui beberapa orang muslim. Saya tidak mengetahui apa-apa
mengenai mereka. Saya merasa malu untuk bercakap dengan mereka.
Bertemu dengan suami saya
Kami bertemu dalam sebuah pertemuan yang aneh. Hari itu adalah hari
Kekasih(Valentine). Saya sedang berada di pusat perbelanjaan South
Ville. Entah saya yang bertanya kepadanya berkaitan jam saat itu, entah
dia yang bertanya kepada saya. Kemudian, saya bertanya kepadanya
berkaitan keluarganya dan dia pula bertanya kepada saya berkaitan
keluarga saya. Dia tidak biasa melihat salju dan sebagainya, saya pula
bercerita mengenai Minnesota dan membesar di Minnesota. Memangnya saya
lahir dan dibesarkan di Minnesota.
Saya membuat keputusan untuk mempertemukan ibu saya dengan suami saya.
Abang dan isterinya serta dua adik perempuan saya bertemu Salah. Saya
mengundang mereka untuk makan malam. Ibu saya adalah seorang yang lembut
dan dia berkata, selepas 15 pertemuan dengan Salah, "Dia adalah orang
sempurna untuk kamu". Walaupun dia datang dari budaya, agama, dan bahasa
yang berbeda dan sebagainya, ibu saya seolah-olah menyadari bahwa kami
saling melengkapi.
Mengikuti dia,
saya bertemu dengan seorang temannya beristrikan seorang wanita Amerika.
Kebetulan pula dia ini mahasiswi Universitas Minnesota, tempat saya
bekerja. Dia akan datang mengunjungi saya di kantor. Dia mengenakan
hijabnya. Malah kebanyakkan waktu dia mengenakan hijab hitam. Saya
merasa kurang enak tetapi dia kelihatan ikhlas. Maka kami terus bertemu
atau dia akan datang mengunjungi saya di kantor. Apa yang menarik
berkaitan dirinya, dia tidak pernah memaksa.
Pada masa itu, saya berhubungan dengan calon suami saya lewat telepon,
atau kami akan keluar bersama untuk makan siang atau hal-hal lain. Dari
situ saya mulai mempelajari tentang Islam….
Ketika saya mulai mencari tahu tentang Islam, saya bertemu dengan kawan
saya yang telah memeluk Islam setahun lalu dan dia mengenakan hijab,
saya langsung saja bertanya tentang hijab, karena ia merupakan satu hal
yang besar bagi saya. Ia merupakan satu hal yang drastis dan saya
berkata, "Apa maksud Islam?" Apa yang yang anda lakukan sebagai seorang
muslim?
Mempelajari Islam dan Reaksi Famili
Suami saya mengatakan bahwa begitu banyak yang harus dipelajari
mengenai Islam. Dia malah berkata, "Walaupun saya lahir dalam keluarga
Muslim tetapi masih banyak yang tidak saya ketahui tentang Islam. Kami
punya orang yang berpengetahuan dan pergi ke sekolah. Mereka inilah yang
tahu banyak mengenai Islam."
Islam mengajar setiap orang bahwa kita bertanggung jawab dengan apa yang
kita lakukan. Maka andainya kita melakukan sesuatu yang tidak benar,
maka itu adalah tanggung jawab kita. Dan suami saya menyakinkan saya.
Adalah lebih mudah untuk kita melakukan kebaikan. Dia mengatakan begitu
banyak jalan untuk melakukan kebaikan. Dia seperti memberikan dorongan
kepada saya. Kemudian saya membuat keputusan untuk memeluk agama Islam
dan mengucapkan syahadah. Sebenarnya saya tahu apa yang telah saya
lakukan, hanya saya masih banyak tidak mengetahui tentang Islam. Saya
masih harus banyak belajar, saya masih merasa dan terutama sekarang,
ketika saya menoleh ke belakang, saya harus katakan bahwa saya sekedar
menyentuh bagian permukaannya saja.
Saya merasa selesaiseandainya saya tidak diharapkan untuk melakukan
sesuatu yang ganjil, atau saya ingin belajar dengan upaya saya sendiri.
Ketika saya mengucapkan syahadah, saya hanya mengenakan kerudung kecil
dan mengikatnya di belakang. Saya tidak ingin merasakan sama ada Salah
atau malah kawan saya memaksa saya atau mengatakan saya harus mengenakan
pakaian seperti ini atau saya harus berperilaku begini. Mereka bersikap
lembut dan tenang dengan saya. Ini amat membantu saya untuk berubah ke
arah yang lebih baik.
Saya punya
adik perempuan yang berusia dua tahun lebih muda dari saya. Namanya
Penny. Pada mulanya dia mungkin tidak memahami apa pengertian berubah
untuk diri saya. Maka dia sering mengemukakan persoalan-persoalan kepada
saya. Tetapi kemudian dia memahami bahwa tidak ada apa yang akan
berubah. Saya tahu bila saya harus keluar dengan adik saya, andainya
saya mengenakan kerudung, dan kebetulan kami pergi ke tempat dimana
mereka mengenali adik saya, atau seumpamanya, saya dapat merasakan Penny
merasa malu atau keberatan untuk mengenalkan saya. Tetapi beberapa
tahun kemudian, kami berdua bisa tertawa berkaitan hal tersebut,
seandainya kami bertemu seseorang yang dia kenal, dia akan terus
berkata, "Oh, ini kakak saya Julie".
Adik perempuan saya yang berusia tujuh tahun lebih muda dari saya punya
sikap yang berlainan pula. Sebelum saya memeluk agama Islam, dia
menganggap saya seorang yang baik, saya tidak pernah melakukan
kesalahan. Sebelum memeluk Islam pun, hubungan kami memang tidak baik,
apa lagi ketika saya memeluk agama Islam. Dia melakukan banyak perkara
yang tidak pernah terlintas untuk saya lakukan.
Begitu sulit sekali untuk saya memberitahu kepada ibu saya. Maka saya
memutuskan untuk meneleponnya. Ia menjadi begitu emosional dan sulit
sekali bagi saya. Saya meneleponnya dan memberitahu, "Ibu, saya
memutuskan untuk memeluk agama Islam."
Dia berkata, "Saya punya dua pertanyaan, Anda masih percaya dengan keberadaan Tuhan?"
Dan saya berkata, "Ya, saya percaya."
Dia bertanya lagi, "Adakah ia akan membuat Anda bahagia?"
Dan saya berkata, "Ya, ia akan membuat saya bahagia."
Dia berkata, "Baiklah. Anda harus melakukan apa yang membuat anda bahagia."
Ketika saya mengucapkan syahadah, suami saya berkata, "Anda akan kehilangan kawan-kawan."
Saya memberitahunya: "Tidak, bukan kawan saya, bukan kawan saya, teman
sekerja saya dan beberapa orang lain yang saya miliki. Saya pasti,
semuanya akan berjalan baik".
Dan
benar apa yang dikatakan oleh suami saya. Saya kehilangan banyak teman
saya karena saya tidak lagi keluar. Tidak lagi minum alkohol, dan malah
pernah satu ketika saya keluar makan siang bersama teman-teman perempuan
saya. Mereka meminta minuman keras yang dihidangkan di atas meja tempat
kami duduk, seluruh waktu saya rasakan seolah-olah saya sedang duduk di
atas jarum. Saya merasa sungguh tidak nyaman dan setelah itu saya
meninggalkannya. Saya berjanji tidak akan melakukannya lagi………….
(IRIB
Indonesia / onislam.net)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar