Fiqhislam.com
- Ada dua pertanyaan yang selalu ditujukan pada sosok Assad Jibril Pino
dengan statusnya sebagai Muslim. Pertama, berapa jumlah populasi Muslim
di Kuba. Kedua, mengapa anda memilih Muslim.
"Bagiku pertanyaan itu bukanlah beban. Tapi itulah yang terjadi," kata dia seperti dikutip onislam.net, Senin (15/4).
Assad lahir di Havana, ketika Komunisme Kuba mencapai kejayaannya, Namun, keluarga Assad merupakan pihak yang menentang revolusi Castro. Ini yang membuat Assad harus meninggalkan negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih netral.
"Ayahku membuat keputusan untuk pindah. Jelas aku merasakan pengalaman traumatis," kata dia.
Pindah ke Los Angeles, orang tuanya menyekolahkan Assak ke sekolah paroki. Assad juga sering diikutkan acara misa Minggu. Selama itu, ia merasa tidak betah. Ia pun meminta orang tuanya untuk memindahkan sekolahnya ke sekolah umum.
Selesai sekolah menengah, Assad mendaftar di univerasitas California. Ia berminat studi sejarah. Selama masa kuliah, Assad mengalami satu fase dimana terjadi krisis politik di Amerika Latin. Kala itu, pembunuhan terhadap kalangan latin marak terjadi di AS.
"Secara pribadi masa kuliah adalah masa yang berat. Saya mengalami krisis berkepanjangan," kata dia.
Selesai kuliah, kehidupannya tak juga kunjung membaik. Ia merasa kesal. Keluarganya Assad salahkan lantaran turut andil dalam minimnya rasa bahagia dalam hidupnya. Berulang kali, ia coba motivasi diri. Nyatanya, sulit bagi Assad untuk meraihnya.
"Saya coba berdoa untuk diberikan kekuatan seperti Yesus, Buddha dan Muhammad SAW," kenang Assad.
Kekalutan hidup Assad mencapai puncaknya. Ia merasa membutuhkan seseorang untuk membantunya. Sekelabat terpikirkan untuk kembali berdoa. Pertama yang Assad lakukan kembali ke ajaran lamanya. Tapi, itu tidak lama. Ia mulai beralih ke tradisi mistik.
Suatu hari, Assas membeli buku terjemahan yang berisi tentang kisah hidup Muhamamd. Sayang, setelah membeli buku itu ia tak langsung membacanya. Buku itu baru dibacanya ketika melakukan perjalanan ke Miami.
Selama perjalanan itu, setengah buku telah dibacanya. "Kesan yang ia dapat dalam hal ini, Islam begitu mengharamkan cerai, menghargai hak perempuan. Agama ini benar-benar petunjuk hidup yang benar," kata Assad.
Sekembalinya dari Miami, Assad mulai mencari komunitas Muslim. Harapannya, ia dapat berdialog dan berdiskusi tentang masalah keislaman. Selanjutnya, Assad coba datangi Islamic Center.
Sebelum itu, ia banyak berdoa kepada Tuhan agar diyakinkan hatinya bahwa Islam layak menerimanya. Ketika datang, Assad dikejutkan dengan banyaknya muka asing baik yang berasal dari Asia, Eropa dan Latin. Hari berikutnya, ia pun mengucapkan dua kalimat syahadat.
"Satu hal yang saya ingat, dosa-dosaku diampuni, aku seperti bayi yang baru lahir. Semua dari awal lagi," kenang Assad.
Setelah mengucapkan syahadat, langkah berikut yang dilakukan Assad adalah memberitahu orang tuanya. Saat itu, Assad lebih memilih mengirimkan surat. Dalam surat itu, ia jabarkan mengapa ia memilih Islam. Lalu mengapa Islam memberikan inspirasi baru bagi hidupnya. [yy/republika.co.id]
"Bagiku pertanyaan itu bukanlah beban. Tapi itulah yang terjadi," kata dia seperti dikutip onislam.net, Senin (15/4).
Assad lahir di Havana, ketika Komunisme Kuba mencapai kejayaannya, Namun, keluarga Assad merupakan pihak yang menentang revolusi Castro. Ini yang membuat Assad harus meninggalkan negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih netral.
"Ayahku membuat keputusan untuk pindah. Jelas aku merasakan pengalaman traumatis," kata dia.
Pindah ke Los Angeles, orang tuanya menyekolahkan Assak ke sekolah paroki. Assad juga sering diikutkan acara misa Minggu. Selama itu, ia merasa tidak betah. Ia pun meminta orang tuanya untuk memindahkan sekolahnya ke sekolah umum.
Selesai sekolah menengah, Assad mendaftar di univerasitas California. Ia berminat studi sejarah. Selama masa kuliah, Assad mengalami satu fase dimana terjadi krisis politik di Amerika Latin. Kala itu, pembunuhan terhadap kalangan latin marak terjadi di AS.
"Secara pribadi masa kuliah adalah masa yang berat. Saya mengalami krisis berkepanjangan," kata dia.
Selesai kuliah, kehidupannya tak juga kunjung membaik. Ia merasa kesal. Keluarganya Assad salahkan lantaran turut andil dalam minimnya rasa bahagia dalam hidupnya. Berulang kali, ia coba motivasi diri. Nyatanya, sulit bagi Assad untuk meraihnya.
"Saya coba berdoa untuk diberikan kekuatan seperti Yesus, Buddha dan Muhammad SAW," kenang Assad.
Kekalutan hidup Assad mencapai puncaknya. Ia merasa membutuhkan seseorang untuk membantunya. Sekelabat terpikirkan untuk kembali berdoa. Pertama yang Assad lakukan kembali ke ajaran lamanya. Tapi, itu tidak lama. Ia mulai beralih ke tradisi mistik.
Suatu hari, Assas membeli buku terjemahan yang berisi tentang kisah hidup Muhamamd. Sayang, setelah membeli buku itu ia tak langsung membacanya. Buku itu baru dibacanya ketika melakukan perjalanan ke Miami.
Selama perjalanan itu, setengah buku telah dibacanya. "Kesan yang ia dapat dalam hal ini, Islam begitu mengharamkan cerai, menghargai hak perempuan. Agama ini benar-benar petunjuk hidup yang benar," kata Assad.
Sekembalinya dari Miami, Assad mulai mencari komunitas Muslim. Harapannya, ia dapat berdialog dan berdiskusi tentang masalah keislaman. Selanjutnya, Assad coba datangi Islamic Center.
Sebelum itu, ia banyak berdoa kepada Tuhan agar diyakinkan hatinya bahwa Islam layak menerimanya. Ketika datang, Assad dikejutkan dengan banyaknya muka asing baik yang berasal dari Asia, Eropa dan Latin. Hari berikutnya, ia pun mengucapkan dua kalimat syahadat.
"Satu hal yang saya ingat, dosa-dosaku diampuni, aku seperti bayi yang baru lahir. Semua dari awal lagi," kenang Assad.
Setelah mengucapkan syahadat, langkah berikut yang dilakukan Assad adalah memberitahu orang tuanya. Saat itu, Assad lebih memilih mengirimkan surat. Dalam surat itu, ia jabarkan mengapa ia memilih Islam. Lalu mengapa Islam memberikan inspirasi baru bagi hidupnya. [yy/republika.co.id]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar