Fiqhislam.com
- Anna Linda Traustadottir lahir di Reykjavik, Islandia, tahun 1966.
Sewaktu kecil, ia dibaptis oleh Gereja Lutheran. Usai dibaptis,
keluarganya pindah ke Vancouver, Kanada dan New York City. Kehidupan
remaja Anna berlangsung normal.
Ia berhasil menyelesaikan setiap jenjang pendidikan dengan baik. Pada tahun 1997, ia belajar bahasa Arab di Kairo. Seorang temannya lalu memberikan Alkitab portabel.
“Aku senang sekali karena dapat mengetahui apa isi Alkitab. Sebab, saya hampir tidak bisa menyebut diriku seorang Kristen, karena tidak pernah membacanya,” kenang dia seperti dikutip Onislam.net, Senin (22/4).
Setahun kemudian, Anna belajar di Universitas Damaskus, Suriah. Di sana ia belajar Alkitab. Selesai membacanya, Anna merasa ada inkonsistensi dalam isi Alkitab. Misalnya, deskripsi Perjanjian Lama tentang Allah dan perempuan.
Belum lagi ketika membaca Injil Paulus. Di Injil tersebut, Anna menemukan banyak kisah orang-orang suci, para Nabi seperti Nuh, Daud dan lainnya. “Namun, aku merasa tidak menghormati mereka,” kata dia.
Merasa tak puas dengan Alkitab, Anna coba membaca Taurat dan Talmud Yahudi. Lagi-lagi ia tidak menemukan apa kebenaran yang dicarinya. Lalu, ia coba beralih pada ajaran Buddha. Satu kesimpulan yang ia dapat selama mempelajari Buddhisme, agama ini hanya cocok sebagai cara hidup alternatif.
Ia berhasil menyelesaikan setiap jenjang pendidikan dengan baik. Pada tahun 1997, ia belajar bahasa Arab di Kairo. Seorang temannya lalu memberikan Alkitab portabel.
“Aku senang sekali karena dapat mengetahui apa isi Alkitab. Sebab, saya hampir tidak bisa menyebut diriku seorang Kristen, karena tidak pernah membacanya,” kenang dia seperti dikutip Onislam.net, Senin (22/4).
Setahun kemudian, Anna belajar di Universitas Damaskus, Suriah. Di sana ia belajar Alkitab. Selesai membacanya, Anna merasa ada inkonsistensi dalam isi Alkitab. Misalnya, deskripsi Perjanjian Lama tentang Allah dan perempuan.
Belum lagi ketika membaca Injil Paulus. Di Injil tersebut, Anna menemukan banyak kisah orang-orang suci, para Nabi seperti Nuh, Daud dan lainnya. “Namun, aku merasa tidak menghormati mereka,” kata dia.
Merasa tak puas dengan Alkitab, Anna coba membaca Taurat dan Talmud Yahudi. Lagi-lagi ia tidak menemukan apa kebenaran yang dicarinya. Lalu, ia coba beralih pada ajaran Buddha. Satu kesimpulan yang ia dapat selama mempelajari Buddhisme, agama ini hanya cocok sebagai cara hidup alternatif.
Selepas
Buddha, ia beralih ke ajaran Hindu. Namun, banyak pertanyaan dalam diri
Anna terkait ajaran Hindu. “Terlalu banyak dewa,” kata dia menerangkan.
Anti-Islam dan Muslim
Sejak kecil, Anna dibesarkan dengan pemahaman negatif tentang Islam. Namun, ketika berkunjung ke negara Arab, ia mulai merasa ada yang salah dengan pemahamannya selama ini.
“Tahun 1999, saya kembali ke Damaskus untuk bekerja di Kedutaan. Di sana, aku menemukan jodohku, ia seorang yang baik, “ kenang dia.
Oktober 2001, ia melahirkan anak pertama. Ia beri nama putranya, Andres Omar. Ketika ditanya pihak gereja, apakah anaknya hendak dibaptis. Anna seketika langsung menolaknya.
Bagi Anna, sejak lahir anak tidak memiliki dosa. “Sejak lama, aku tidak lagi percaya dengan trinitas atau penghapusan dosa oleh Yesus Kristus,” kata dia.
Semasa hidupnya, Anna telah bertemu dengan banyak Muslim. Begitu pula dengan umat Kristen atau lainnya, seorang Muslim ada yang baik dan tidak baik. Tapi, satu fakta menarik yang didapatnya. Kebanyakan Muslim bukanlah bangsa Arab.
Sebut saja, Indonesia, India, Cina, Rusia, Amerika dan lainnya. “Aku butuh waktu lama untuk menyadari hal ini bahwa aku tidak memiliki gambaran yang lengkap tentang Islam dan Muslim,” kata dia.
Anti-Islam dan Muslim
Sejak kecil, Anna dibesarkan dengan pemahaman negatif tentang Islam. Namun, ketika berkunjung ke negara Arab, ia mulai merasa ada yang salah dengan pemahamannya selama ini.
“Tahun 1999, saya kembali ke Damaskus untuk bekerja di Kedutaan. Di sana, aku menemukan jodohku, ia seorang yang baik, “ kenang dia.
Oktober 2001, ia melahirkan anak pertama. Ia beri nama putranya, Andres Omar. Ketika ditanya pihak gereja, apakah anaknya hendak dibaptis. Anna seketika langsung menolaknya.
Bagi Anna, sejak lahir anak tidak memiliki dosa. “Sejak lama, aku tidak lagi percaya dengan trinitas atau penghapusan dosa oleh Yesus Kristus,” kata dia.
Semasa hidupnya, Anna telah bertemu dengan banyak Muslim. Begitu pula dengan umat Kristen atau lainnya, seorang Muslim ada yang baik dan tidak baik. Tapi, satu fakta menarik yang didapatnya. Kebanyakan Muslim bukanlah bangsa Arab.
Sebut saja, Indonesia, India, Cina, Rusia, Amerika dan lainnya. “Aku butuh waktu lama untuk menyadari hal ini bahwa aku tidak memiliki gambaran yang lengkap tentang Islam dan Muslim,” kata dia.
Memasuki
bulan Ramadan, muncul keinginan Anna untuk mempelajari Alquran.
Sekelebat membacanya, Anna merasakan kitab suci umat Islam ini begitu
indah, penuh kasih dan ilmiah.
Keliru bila Islam tidak menghargai perempuan, seperti yang dikatakan para feminis itu. “ Membaca Alquran membuatku semakin yakin dengan jati diriku,” kenang Anna.
Setelah merasa yakin dengan jati dirinya, ia bertanya pada suaminya tentang kemungkinan memeluk Islam. Suami Anna memintanya untuk bersabar. Sebab, tak mudah untuk menjadi Muslim.
Butuh keyakinan penuh untuk menerima setiap konsekuensi yang diputuskannya. Mendengar perkataan suaminya itu, Anna segera mengiyakan.
Juni 2003, Anna memutuskan menjadi Muslim. Putusan itu ia sambut dengan suka cita. Anna pun tak perlu berlama-lama menahan keinginan untuk pergi haji ke tanah suci. “Aku ingat ketika mendengar kumandang adzan. Hatiku begitu lega, air mataku mengalir deras,” kenang dia.
Sekarang, Anna mencoba untuk terus mendalami Islam. Setiap kali mempelajari Islam, banyak saudara-saudarinya sesama Muslim menyemangatinya. “Mereka tahu aku seorang mualaf. Mereka mengatakan padaku, suatu hari aku akan mendapatkan Nur-Nya (cahanya-Nya). Insya Allah,” ungkap Anna yakin. [yy/republika.co.id]
Keliru bila Islam tidak menghargai perempuan, seperti yang dikatakan para feminis itu. “ Membaca Alquran membuatku semakin yakin dengan jati diriku,” kenang Anna.
Setelah merasa yakin dengan jati dirinya, ia bertanya pada suaminya tentang kemungkinan memeluk Islam. Suami Anna memintanya untuk bersabar. Sebab, tak mudah untuk menjadi Muslim.
Butuh keyakinan penuh untuk menerima setiap konsekuensi yang diputuskannya. Mendengar perkataan suaminya itu, Anna segera mengiyakan.
Juni 2003, Anna memutuskan menjadi Muslim. Putusan itu ia sambut dengan suka cita. Anna pun tak perlu berlama-lama menahan keinginan untuk pergi haji ke tanah suci. “Aku ingat ketika mendengar kumandang adzan. Hatiku begitu lega, air mataku mengalir deras,” kenang dia.
Sekarang, Anna mencoba untuk terus mendalami Islam. Setiap kali mempelajari Islam, banyak saudara-saudarinya sesama Muslim menyemangatinya. “Mereka tahu aku seorang mualaf. Mereka mengatakan padaku, suatu hari aku akan mendapatkan Nur-Nya (cahanya-Nya). Insya Allah,” ungkap Anna yakin. [yy/republika.co.id]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar