Rabu, 09 September 2009

Maurice Bucaille : Masuk Islam Gara-gara Firaun

Mesir, khususnya di wilayah Giza, sangat tepat dijadikan tempat pariwisata. karena tempat ini banyak mengandung sejarah. Bagi kaum agamawan, maka datang ke wilayah Giza ibarat mengadakan cross-cek bagi keyakinan agamanya. Misalnya, jika di dalam kitab-kitab suci samawi diterangkan tentang peristiwa raja Firaun ke-2, sebagai Firaun yang dihadapi oleh Nabi Musa AS, maka banyak dari peristiwa itu yang hingga kini diabadikan di Giza dan dapat disaksikan secara kasat mata.

Minimal, di musium yang berada di wilayah Giza ini terdapat dua belas mumi Firaun atau dua belas mumi raja Mesir kuno yang dibalsam untuk diawetkan, keberadaan mumi ini adalah salah satu tanda-tanda kekuasaan Allah.

Seorang Ilmuwan Perancis Prof Dr Maurice Bucaille, menyatakan masuk Islam gara-gara dirinya pernah berkutat dengan mumi Firaun. Aneh tapi nyata, bagaimana mungkin seseorang yang berkutat dengan manusia ter-kafir di dunia, justru menyatakan masuk Islam? Untuk mengatahui rahasia yang disembunyikan oleh Allah, maka perlu mencermati cerita ringkas berikut ini.

Pada tahun 1975, pemerintah Mesir mendapat tawaran dari negara Prancis agar diadakan penelitian ilmiah seputar mumi Firaun-firaun yang ada di Giza itu, dan disepakati. Pimpinan proyek penelitian itu tiada lain adalah sang ilmuwan Prof Dr Maurice Bucaille.

Setelah diadakan penelitian, ternyata ditemukan bahwa tubuh mumi Firaun ke-2, yang selama ini diyakini oleh umat Islam khususnya oleh masyarakat Mesir, sebagai Firaun penentang Nabi Musa AS, terdapat kandungan garam laut dalam tubuhnya, dan ternyata sangat berbeda dengan mumi Firaun-firaun lainnya yang sedikitpun tidak terdapat kandungan garam laut dalam tubuh mereka.

Penemuan itu mengundang tanda tanya besar dalam diri sang Profesor. Tanpa disengaja sang Profesor bertemu dan bercerita kepada salah seorang ilmuwan muslim, maka dijawab: `Jangan terburu bangga dengan hasil penelitianmu, dan tidak perlu heran, karena umat Islam sudah lama meyakini hal tersebut sesuai dengan keterangan kitab suci Alquran, bahwa setelah Firaun-2 itu mengejar Nabi Musa, maka Allah menyelamatkan Nabi Musa dan menenggelamkan Firaun ke dalam laut, namun Allah mengentas jasad Firaun itu dan dilempar kembali ke daratan agar dapat dijadikan sebagai tanda kebesaran Allah, dan bumipun tidak bersedia dijadikan tempat pekuburannya`.

Sang Profesor menjadi tertegun mendengarkan keterangan Ilmuwan muslim itu. Maka dia pun mulai mengumpulkan kitab-kitab suci kaum agamawan, antara lain kitab Taurat dan berbagai jenis kitab Injil khususnya Bibel. Dengan secara cermat sang Profesor meneliti kitab-kitab kaum agamawan itu, namun yang termaktub dalamnya, hanyalah keterangan bahwa Allah menenggelamkan Firaun bersama pengikutnya ke dalam laut, dan tidak terdapat keterangan apapun pasca tenggelamnya Firaun.

Kemudian sang Profesor pun beralih meneliti Alquran dengan bimbingan seorang ilmuwan muslim, hingga mendapatkan surat Yunus ayat 92 yang artinya : `Maka pada hari ini, Kami selamatkan (atau Kami keluarkan dari laut) jasadmu (wahai Firaun) supaya (keberadaan)-mu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia itu lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami`

Betapa terkejutnya sang Profesor, karena ternyata Alquran telah menerangkan peristiwa Firaun yang berhadapan dengan Nabi Musa itu secara komplit. Padahal peristiwa itu terjadi ribuan tahun sebelum turunnya Alquran, namun Alquran dapat menerangkan secara rinci, bahkan menjelaskan kejadian pasca penenggelaman Firaun-pun secara utuh. Terlebih heran lagi setelah sang Profesor mendengar keterangan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang Nabi yang buta huruf, tidak dapat membaca dan menulis. Maka saat itu pula Prof Dr Maurice Bucaille menyatakan beriman kepada KEASLIAN ALQURAN SEBAGAI FIRMAN ALLAH, lantas mengikrarkan dua kalimat syahadat : Asyhadu an laa ilaaha illallah (Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah) wa asyhadu anna muhammadan rasuulullah (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).

Setelah masuk Islam, sang Profesor mulai mendalami ajaran agama Islam sekaligus dikaitkan dengan pengetahuan sain yang menjadi keahliannya, bahkan sang Profesor mulai mengarang buku-buku bertema keterkaitan Islam dengan dunia ilmu pengetahuan, antara lain buku La Bible, le Coran et la Sceince, dengan berbahasa Prancis yang artinya `Bibel, Alquran dan Ilmu Pengtahuan` terbit pada tahun 1976.

Buku ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan menjadi Best-seller di kalangan dunia Islam. Dalam buku ini, sang Profesor juga mengkritik Bibel karena dianggap tidak konsiten dan dia ragu atas kebenaran dan keaslian Bibel itu sendiri.

------------ Deskripsi lain --------------

Suatu hari di pertengahan tahun 1975, sebuah tawaran dari pemerintah Prancis datang kepada pemerintah Mesir. Negara Eropa tersebut menawarkan bantuan untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun. Tawaran tersebut disambut baik oleh Mesir. Setelah mendapat restu dari pemerintah Mesir, mumi Firaun tersebut kemudian digotong ke Prancis. Bahkan, pihak Prancis membuat pesta penyambutan kedatangan mumi Firaun dengan pesta yang sangat meriah.

Mumi itu pun dibawa ke ruang khusus di Pusat Purbakala Prancis, yang selanjutnya dilakukan penelitian sekaligus mengungkap rahasia di baliknya oleh para ilmuwan terkemuka dan para pakar dokter bedah dan otopsi di Prancis. Pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung jawab utama dalam penelitian mumi ini adalah Prof. Dr. Maurice Bucaille.

Bucaille adalah ahli bedah kenamaan Prancis dan pernah mengepalai klinik bedah di Universitas Paris. Ia dilahirkan di Pont-L’Eveque, Prancis, pada 19 Juli 1920. Bucaille memulai kariernya di bidang kedokteran pada 1945 sebagai ahli gastroenterology. Dan, pada 1973, ia ditunjuk menjadi dokter keluarga oleh Raja Faisal dari Arab Saudi.

Tidak hanya anggota keluarga Raja Faisal yang menjadi pasiennya. Anggota keluarga Presiden Mesir kala itu, Anwar Sadat, diketahui juga termasuk dalam daftar pasien yang pernah menggunakan jasanya.

Namanya mulai terkenal ketika ia menulis buku tentang Bibel, Alquran, dan ilmu pengetahuan modern atau judul aslinya dalam bahasa Prancis yaitu La Bible, le Coran et la Science di tahun 1976.

Ketertarikan Bucaille terhadap Islam mulai muncul ketika secara intens dia mendalami kajian biologi dan hubungannya dengan beberapa doktrin agama. Karenanya, ketika datang kesempatan kepada Bucaille untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun, ia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menguak misteri di balik penyebab kematian sang raja Mesir kuno tersebut.

Ternyata, hasil akhir yang ia peroleh sangat mengejutkan! Sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh sang mumi adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati karena tenggelam. Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian dibalsem untuk segera dijadikan mumi agar awet.

Penemuan tersebut masih menyisakan sebuah pertanyaan dalam kepala sang profesor. Bagaimana jasad tersebut bisa lebih baik dari jasad-jasad yang lain, padahal dia dikeluarkan dari laut?

Prof Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu tentang penyelamatan mayat Firaun dari laut dan pengawetannya. Laporan akhirnya ini dia terbitkan dengan judul Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern, dengan judul aslinya, Les momies des Pharaons et la midecine. Berkat buku ini, dia menerima penghargaan Le prix Diane-Potier-Boes (penghargaan dalam sejarah) dari Academie Frantaise dan Prix General (Penghargaan umum) dari Academie Nationale de Medicine, Prancis.

Terkait dengan laporan akhir yang disusunnya, salah seorang di antara rekannya membisikkan sesuatu di telinganya seraya berkata: ”Jangan tergesa-gesa karena sesungguhnya kaum Muslimin telah berbicara tentang tenggelamnya mumi ini”. Bucaille awalnya mengingkari kabar ini dengan keras sekaligus menganggapnya mustahil.

Menurutnya, pengungkapan rahasia seperti ini tidak mungkin diketahui kecuali dengan perkembangan ilmu modern, melalui peralatan canggih yang mutakhir dan akurat.

Hingga salah seorang di antara mereka berkata bahwa Alquran yang diyakini umat Islam telah meriwayatkan kisah tenggelamnya Firaun dan kemudian diselamatkannya mayatnya.

Ungkapan itu makin membingungkan Bucaille. Lalu, dia mulai berpikir dan bertanya-tanya. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Bahkan, mumi tersebut baru ditemukan sekitar tahun 1898 M, sementara Alquran telah ada ribuan tahun sebelumnya.

Ia duduk semalaman memandang mayat Firaun dan terus memikirkan hal tersebut. Ucapan rekannya masih terngiang-ngiang dibenaknya, bahwa Alquran–kitab suci umat Islam–telah membicarakan kisah Firaun yang jasadnya diselamatkan dari kehancuran sejak ribuan tahun lalu.

Sementara itu, dalam kitab suci agama lain, hanya membicarakan tenggelamnya Firaun di tengah lautan saat mengejar Musa, dan tidak membicarakan tentang mayat Firaun. Bucaille pun makin bingung dan terus memikirkan hal itu.

Ia berkata pada dirinya sendiri. ‘‘Apakah masuk akal mumi di depanku ini adalah Firaun yang akan menangkap Musa? Apakah masuk akal, Muhammad mengetahui hal itu, padahal kejadiannya ada sebelum Alquran diturunkan?”

Prof Bucaille tidak bisa tidur, dia meminta untuk didatangkan Kitab Taurat (Perjanjian Lama). Diapun membaca Taurat yang menceritakan: ”Airpun kembali (seperti semula), menutupi kereta, pasukan berkuda, dan seluruh tentara Firaun yang masuk ke dalam laut di belakang mereka, tidak tertinggal satu pun di antara mereka”.

Kemudian dia membandingkan dengan Injil. Ternyata, Injil juga tidak membicarakan tentang diselamatkannya jasad Firaun dan masih tetap utuh. Karena itu, ia semakin bingung.

Berikrar Islam

Setelah perbaikan terhadap mayat Firaun dan pemumiannya, Prancis mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Akan tetapi, tidak ada keputusan yang mengembirakannya, tidak ada pikiran yang membuatnya tenang semenjak ia mendapatkan temuan dan kabar dari rekannya tersebut, yakni kabar bahwa kaum Muslimin telah saling menceritakan tentang penyelamatan mayat tersebut. Dia pun memutuskan untuk menemui sejumlah ilmuwan otopsi dari kaum Muslimin.

Dari sini kemudian terjadilah perbincangan untuk pertama kalinya dengan peneliti dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa, perbuatan yang dilakukan Firaun, dan pengejarannya pada Musa hingga dia tenggelam dan bagaimana jasad Firaun diselamatkan dari laut.

Maka, berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut seraya membuka mushaf Alquran dan membacakan untuk Bucaille firman Allah SWT yang artinya: ”Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus: 92).

Ayat ini sangat menyentuh hati Bucaille. Ia mengatakan bahwa ayat Alquran tersebut masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Hatinya bergetar, dan getaran itu membuatnya berdiri di hadapan orang-orang yang hadir seraya menyeru dengan lantang: ”Sungguh aku masuk Islam dan aku beriman dengan Alquran ini”.

Ia pun kembali ke Prancis dengan wajah baru, berbeda dengan wajah pada saat dia pergi dulu. Sejak memeluk Islam, ia menghabiskan waktunya untuk meneliti tingkat kesesuaian hakikat ilmiah dan penemuan-penemuan modern dengan Alquran, serta mencari satu pertentangan ilmiah yang dibicarakan Alquran.

Semua hasil penelitiannya tersebut kemudian ia bukukan dengan judul Bibel, Alquran dan Ilmu Pengetahuan Modern, judul asli dalam bahasa Prancis, La Bible, le Coran et la Science. Buku yang dirilis tahun 1976 ini menjadi best-seller internasional (laris) di dunia Muslim dan telah diterjemahkan ke hampir semua bahasa utama umat Muslim di dunia.

Karyanya ini menerangkan bahwa Alquran sangat konsisten dengan ilmu pengetahuan dan sains, sedangkan Al-Kitab atau Bibel tidak demikian. Bucaille dalam bukunya mengkritik Bibel yang ia anggap tidak konsisten dan penurunannya diragukan.

http://myquran.com/forum/showthread.php/595-Kisah2-Mualaf-ed.-II/page3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar