Kamis, 25 Oktober 2012

Muallaf Krakow Berbagi Kisah (3) : I Want to be a Muslimah Today!

Pengalaman sister Ummu Sofia pun amat berkesan. Ia tinggal di kota yang berjarak empat jam dari tempat kami. Bersuamikan seorang Muslim menyebabkan ia memasuki agama Islam pula. Namun hatinya berdegup kencang ketika ada seseorang wanita Poland (yang ‘namanya’ lumayan populer sebagai salah seorang yang biasa muncul di dunia hiburan televisi lokal) menemuinya tanpa disangka-sangka. Agnieszka, sebut saja demikian, berlari menerobos gerimis salju nan dingin, kemudian dengan yakinnya bilang, “I want to be a Muslimah today… Saya menyesal telah menunda-nunda, beberapa jam lalu ada pizza with pork yang saya pesan di restoran, mudah-mudahan itu memang terakhir kalinya menu babi masuk ke perutku.” Ummu Sofia merinding mendengar kalimat itu. Perempuan yang berusia sekitar empat puluhan tahun di hadapannya mengetahui keluarga Ummu Sofia dari info Islamic-centre. Wanita itu baru beberapa tahun menjadi single-parent, sejak berpisah dengan Sang Suami yang pemabuk berat dan pengangguran. Peristiwa perpisahan itu justru tatkala Agnieszka telah mengetahui tentang agama Islam, ia baca-baca kitab suci Al-Qur’an (tafsir/terjemahan), salah satu hal yang ia yakini adalah: tidak mungkin Tuhan membiarkannya tersiksa bersuamikan seorang tak bertanggung-jawab, pemabuk, dan hanya berkata bahwa pernikahannya adalah abadi sampai mati serta semua dosa sudah ada yang menanggungnya! Agnieszka merasa bersalah ketika anak-anaknya harus menghadapi situasi teramat sulit, orang tua bertengkar setiap saat, tamparan Suaminya sepanjang waktu, dan utang melilit gara-gara membeli bir melulu. Suasana ifthar jama’i yang akhirnya menjadi ajang mencurahkan isi hati pula “Dear Agnieszka, saya kan juga baru jadi pemeluk agama Islam. Saya tak mengerti bagaimana cara membimbingmu bersyahadat, tunggulah sampai Suamiku pulang kerja… Saya telpon dia sekarang,” ucap Ummu Sofia kala itu. Butir-butir keringat malah membanjiri tubuh dan muka Agnieszka, ‘lucu dan aneh’, padahal cuaca dingin sekali pada saat itu. Agnieszka bilang, “Kalau beberapa jam lagi saya mati, tapi belum masuk Islam, alangkah ruginya saya. Saya harap Suamimu segera datang, saya tidak tahan lagi, saya harus menjadi Muslimah sekarang juga!” bagaikan orang yang sedang berada di ruang ICU sebuah rumah sakit, Agnieszka yang tampak risau berkomat-kamit, mengulang-ulang kalimat tersebut. Seorang brother cepat mengingatkan Abu Sofia agar segera pulang ke rumah, seorang Agnieszka tentu berada di ujung kebingungan sekaligus puncak kerinduan saat telah memasuki cahaya hidayah-Nya, tidak boleh ditunda-tunda lagi jika melakukan perbuatan baik menuju keamanan diri di dunia dan akhirat. Begitulah, lafadz dua kalimat syahadat dilantunkan sembari membanjirnya keringat sebab sister Agnieszka merasa ‘takut’ jikalau menit selanjutnya malah takdir menentukan lain. Ia berkata, “Saya merasa bahwa kematian pasti ada, saudara saya yang masih muda bisa mati ketika mabuk-mabukan, bayi dan kanak-kanak bisa meninggal dengan cepat, apalagi saya yang sudah berusia lanjut ini. Jadi ketika ingin segera bersyahadat saat itu, bayangan kematian merupakan salah satu motivasi saya. Saya takut jika meninggalkan dunia dalam keadaan kafir, naudzubillah… Sungguh sekarang saya amat bersyukur, sudah menjadi Muslimah, anak-anak hidup sederhana, meskipun pada akhirnya Ayah mereka berpisah denganku, meski di kota ini kami merupakan salah satu keluarga unik karena pakaian muslimah berbeda, pokoknya kenikmatan masuk Islam adalah anugerah yang luar biasa, Allahu Akbar!” Saya pun teringat seorang sister yang mengirimkan email dengan nama samarannya, Alex. Tatkala berjumpa di depan mata, ia begitu antusias menceritakan dahsyatnya pengalaman pertama kali melafadzkan syahadat. Ia merasa begitu aneh tapi nyata, mondar-mandir bagai orang kebingungan, sibuk berpikir tapi entah memikirkan apa, keringat dingin membanjir tapi tidak kelelahan, susah mengeluarkan ‘uneg-uneg’, yang ada di hatinya hanyalah, “I want to be a Muslimah today! Right now…” Saat itu, ponselnya dipencet melulu, ingin berjumpa temannya yang Muslim agar menyaksikan bahwa ia ber-Islam. Saking tegangnya situasi hati, menekan nomor telepon pun salah melulu, ponsel pun ikut basah karena tangan penuh keringat. Jantung tak terkontrol degupnya. Subhanalloh, tentu kita jadi mengenang sejarah Islam ketika baginda Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam menerima wahyu pertama kalinya di Gua Hira, keringat bercucuran sampai-sampai gemetar dan kemudian berselimut, begitu dahsyatnya getaran hidayah Allah SWT tersebut. Suasana ifthar jama’i yang akhirnya menjadi ajang mencurahkan isi hati pula Kalimat itu diulang-ulang oleh sister Alex hingga terwujud detik-detik datangnya teman-teman muslim. “I want to be a Muslimah today!” Ya Allah, mohon kuatkanlah kami mendekap hidayah yang telah Engkau anugerahkan di dalam jiwa ini. Saya pun ikut berkeringat dan gemetar mendengar pengalaman nuansa hati Alex tersebut, padahal ruangan masjid kami sangat dingin dan lembab. Sister ini dengan yakin bilang, “Hanya Islam agama yang bisa diterima nurani dan akal. Dahulu di dalam agama yang saya peluk, kalau ada pernyataan yang bertentangan dengan pimpinan komunitas agama, maka si pengungkap statement bisa dihukum gantung!” Sebagai contoh tatkala zaman dulu terungkap bahwa bumi adalah bulat, sedangkan dalam kamus agamanya dikatakan bumi itu datar. Lantas si pembuat pernyataan itu dihukum gantung, juga ‘kamus’ agamanya sekarang bisa diganti-ganti dan direvisi oleh sembarang pimpinan agamanya. Sedangkan dalam Islam, Al-Qur’an adalah kitab suci yang terjaga sepanjang zaman, dan semua jenis ilmu pengetahuan malah menjadi penunjang bukti-bukti kebenaran ayat-ayat indah-Nya. Seketika seluruh tubuh terasa lega dan hati sangat nyaman sewaktu predikat Muslimah sudah disandangnya, Alex pun mulai belajar mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an. Ia amat termotivasi akan hadits Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam yang bermakna: Tidaklah berhimpun suatu kaum di salah satu rumah Allah untuk membaca al-Qur’an dan saling mempelajarinya, kecuali akan turun kepada mereka sakinah (rasa tenang) dilingkupi oleh rahmat, dikelilingi oleh Malaikat dan disebut oleh Allah di hadapan (para Malaikat) yang berada dekatNya. (HR. Muslim) Semoga kita senantiasa memperoleh hikmah-Nya, bertambah keimanan dan sikap optimis pada-Nya, seterjal apa pun hari yang kita jalani, ingatlah masih banyak saudara-saudari kita yang menjalani hari-hari lebih sulit dan lebih terjal, contohnya ‘new-Muslimah’ seperti sister Agnieszka dan sister Alex. Tidak mudah meneguhkan keyakinan diri di tengah kaum kafir yang dilanda ‘Islamofobia’ dan jauh dari komunitas Muslim sehingga tak dapat sering bertemu sebagaimana mesranya kala berkumpul dalam majelis-majelis taklim di tanah air kita. Ditambah perjuangan mengontrol diri di hadapan keluarga besar yang tidak menyukai Islam, maka sungguh indah ayat-Nya yang menjadi motivasi, “Fainna ma’al ‘usri yusro, Inna ma’al ‘usri yusro,” Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan; Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, janji Allah SWT pasti terlaksana. Terima kasih atas iringan do’a, salam ukhuwah dari Krakow. Wallahu’alam bisshowab. (bidadari_Azzam, Krakow, 25 Ramadhan 1432 H) http://www.eramuslim.com/kisah/muallaf-krakow-berbagi-kisah-3-i-want-to-be-a-muslimah-today.htm#.UIkzsFJYpnN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar