Jumat, 04 Februari 2011

Hindu Masuk Islam

Dr. Najat lahir di India, ia tumbuh dewasa kemudian menuntut ilmu di negara kelahirannya itu. Setelah berhasil meraih gelar Insinyur disebuah Universitas, ia bekerja sebentar. Lalu pergi ke Kanada untuk melanjutkan studi di Akademi Tinggi Arsitektur. Najat bukanlah nama aslinya, nama aslinya tidak dapat aku tuliskan dan ucapkan.

Aku tidak mengetahui nama aslinya itu melainkan nama itu adalah tradisi yang diberikan keluarga penganut Hindu yang fanatik kepada anak-anak mereka. Keluarga ini berupaya menanamkan dasar-dasar agama Hindu dan menjadikannya seorang militan yang teguh mempelajari agama tersebut.
Demikianlah perjalanan hidupnya dalam sebuah masyarakat yang terisolir dinegaranya.

Namun setelah ia berangkat ke Kanada, ia menemukan komunitas masyarakat yang berasal dari beragam budaya dan pemikiran yang berbeda. Di kampus ia menemukan suasana keterbukaan yang memungkinkan dirinya untuk membuat dialog dan diskusi disegala bidang.

Apalagi ia seorang pemuda yang cerdas dan pintar, ia mulai memikirkan agama yang dianutnya. Ia membahas tentang kebenaran agama tersebut.

Dengan cepat ia mengambil kesimpulan bahwa keyakinan dan syiar agama Hindu adalah bathil. Lantas ia mencari penggantinya dalam kitab Injil, kitab agama Nasrani. Agama inilah yang pertama kali terlintas dalam benaknya, karena ia berada dalam lingkungan masyarakat Nasrani.

Dan nyatanya, iapun memeluk agama Nasrani, karena agama ini ia anggap lebih benar dibandingkan dengan agamanya dulu yang penuh kesesatan. Namun selang beberapa waktu, ia mengetahui bahwa agama Nasrani mengandung sedikit ilmu dan tidak mampu menjawab apa yang sedang ia cari. Ia menjumpai dalam agama ini perkara yang kontradiktif dan perkara-perkara bathil lainnya yang mustahil untuk dikatakan sebagai sebuah agama yang benar.

Kemudian mulailah ia mempelajari dan mendalami agama Islam, peristiwa itu terjadi pada saat ia masih dalam proses meraih gelar doktor di bidang teknologi.

Suasana pemikiran kampus yang bebas memberikan pengaruh besar terhadap diri Najat dalam mengenal Islam lebih dalam. Kampus tempat ia belajar berkali-kali mensponsori dialog antar penganut agama yang berbeda, khususnya penganut agama Yahudi, Nasrani dan Islam. Dialog tersebut dilakukan dalam suasana yang hangat dan tenang serta tidak melewati batas kode etik.

Ketika ia mulai membanding-bandingkan agama-agama tersebut, jelaslah baginya adanya kontradiktif dalam agama Nasrani yaitu seseorang yang mengambil tiga tuhan sekaligus.

Bahkan agama Hindu memiliki tuhan lebih banyak. Kemudian fitrah suci yang sesuai dengan jiwa yang sehat dan dapat diterima akal yaitu hanya beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Selain Dia adalah makhluk. Dia Yang Maha Esa dan hanya Dia yang berhak untuk disembah.Tanpa pikir panjang lagi, hati dan akalnya sudah mantap memilih Islam lalu dengan suka rela ia memeluknya.

Kemudian ia mengganti namanya yang berbau Hindu dengan nama Islami yaitu Najat sebagai bukti atas selamatnya ia dari kekufuran menjadi seorang yang beriman. Ia mengetahui bahwa memeluk agama Islam itu sangat mudah, namun untuk konsisten membutuhkan ekstra kesabaran dan pembiasaan. Ia juga mengetahui kewajibannya untuk berumah tangga secepat mungkin untuk menjaga dirinya dan kematangan hidupnya.

Ia memilih seorang gadis dari keluarga muslim yang terhormat di kota Winzar dan pestanya dilangsungkan di masjid kota itu. Keberhasilan hidupnya semakin sempurna setelah ia meraih gelar doktor yang merupakan tingkat disiplin ilmu yang ia idam-idamkan. Kemudian ia mendapat pekerjaan di pabrik mobil Ford company yang terletak dikota Detroit, USA.

Iapun pindah ke kota yang terdekat dengan pabrik tersebut karena disitu ada masjid tempat ia melakukan shalat. Di masjid inilah awal pertemuan dan perkenalanku dengannya.

Setelah beberapa kali pertemuan, aku bertanya kepadanya apakah ia dapat membaca AlQur'an. Bagai disambar petir aku mendengar bahwa ia belum dapat membaca AlQur'an, padahal ia sangat ingin dan mampu untuk mempelajarinya. Sebenarnya hal ini merupakan problema kita sebagai kaum muslimin.

Kita sering berdialog dan memberikan bantahan, membicarakan hal-hal yang wajib dan yang tidak wajib namun sedikit sekali yang mengamalkannya. Walau banyak saudara-saudara muslim kita yang telah mengenal seorang yang baru masuk Islam ini, namun tak seorangpun yang peduli dengan kebutuhan dan kondisinya.

Aku pernah mempertanyakan hal itu kepada isterinya sebagai sindiran untuknya, "Mengapa anda tidak ajarkan suami anda membaca AlQur'an dengan huruf Arab, padahal kalian telah lama berumah tangga?" Tetapi isterinya tidak memberikan jawaban. Namun aku dapat membaca bahwa ketidak pedulian dan kurang perhatian merupakan jawaban dari pertanyaan tersebut dan juga merupakan jawaban terhadap orang-orang yang lalai dan tidak mengindahkannya. Tentunya hal ini sangat disayangkan...

Kemudian aku katakan kepada Najat agar menyediakan waktunya setiap minggu di hari libur, agar aku dapat mengajarkannya membaca AlQur'an dengan izin Allah. Kami bertemu dan duduk beberapa jam sehabis shalat Subuh setiap minggu pada hari libur. Selang beberapa waktu kemudian ia sudah mampu membaca AlQur'an. Aku juga memberitahu beberapa ikhwan lain tentang pelajaran kami, sehingga mereka juga mengikuti pelajaran tersebut.

Setiap yang mampu membaca AlQur'an dengan huruf Arab ditugaskan untuk mengajar satu orang yang belum mampu membacanya. Para ikhwan menjadi terbiasa berkumpul belajar AlQur'an setiap pagi hari Sabtu dan Ahad, kemudian ditutup dengan sarapan pagi besama di masjid.

Setelah kemampuan Najat membaca AlQur'an meningkat dan sanggup membaca semua surat dalam Juz 'Amma, ia belajar kepada orang yang mempunyai kemampuan lebih dariku, yaitu seorang Syeikh dari negeri Syiria, sehingga ia dapat mengucapkan huruf Arab dan membaca AlQur'an dengan lebih baik.

Semangat ia dengannya semakin bertambah sehingga mereka bertemu setiap hari setelah shalat Subuh. Setiap hari Najat keluar dari rumah sebelum masuk waktu shalat Subuh, lalu shalat di masjid dan belajar dengan gurunya hingga mendekati jam kerjanya. Dari sana ia tidak kembali ke rumah, tetapi langsung menuju kantornya . Ia juga datang bersama keluarganya ke masjid setiap shalat Isya.

Najat dan gurunya tetap rutin melaksanakan proses belajar-mengajar ini walaupun cuaca sangat dingin dan turun salju serta angin dingin yang menusuk tulang.

Gurunya yang berasal dari Syiria itu sangat bangga dengan muridnya tersebut. Terkadang ia bergurau, "Sekarang Najat mampu menyebutkan huruf Arab dan membaca AlQur'an lebih baik darimu."

Bahkan ia sanggup membaca AlQur'an di surat manapun. Disamping belajar membaca AlQur'an, ia juga membaca maknanya dalam bahasa Inggris sehingga pemahaman dan ilmunya semakin dalam. Ia juga sudah mulai menghafal AlQur'an hingga mampu menghafal kurang lebih setengah dari Juz 'Amma.

Mereka yang bekerja di masjid kaum muslimin yang berada di negara Barat dapat merasakan kesulitan untuk menjalankan urusan-urusan masjid, karena tidak ada yayasan Islam resmi yang memberikan subsidi. Jadi dana operasional ditanggung oleh jamaah masjid sendiri.

Dan urusan-urusan tersebut kebanyakan dilaksanakan secara sosial karena tidak ada sumber dana tetap untuk masjid tersebut kecuali dari bantuan-bantuan yang diberikan oleh jamaah sendiri. Demikian juga sangat sulit mendapatkan ikhwan-ikhwan yang bekerja secara suka-rela dengan kesungguhan, keikhlasan dan tekun tanpa menimbulkan problem dan tidak banyak membantah.

Banyak kaum muslimin diantara kita berkomentar miring terhadap kaum muslimin yang datang dari berbagai belahan dunia Islam. Mereka datang ke negara Barat ini dengan membawa penyakit malas dan sedikit beramal, namun banyak memberikan komentar terhadap apa yang dikerjakan orang. Ini masalah yang sangat banyak kita temui. Hanya saja Dr. Najat dengan suka rela menyelesaikan urusan masjid tanpa diminta oleh siapapun.

Ia adalah orang yang sering membukakan pintu masjid untuk pelaksanaan shalat Subuh. Karena dialah yang datang paling awal, padahal tempat tinggalnya yang paling jauh diantara kami. Pada musim dingin, ia membersihkan jalan menuju masjid dari bongkahan salju dan menaburkan garam untuk mencairkan es agar orang yang melintas tidak tergelincir dan jatuh.

Ini merupakan pekerjaan yang teramat penting, bukan hanya menghindarkan orang agar tidak tergelincir, tapi juga untuk menjaga masjid, agar tidak membuat orang lain yang melintas didepannya tergelincir sehingga ia memperkarakan masalah ini ke pengadilan dan meminta ganti-rugi. Kasus seperti ini sering terjadi di negara ini.

Dr. Najat juga banyak membantu urusan operasional sekolah Islam di masjid tersebut yang aktifitasnya dibuka setiap akhir pekan. Ia membuka pintu masjid sebelum shalat Zuhur dan membersihkan salju serta menebarkan garam sebelum murid dan guru datang. Ia juga bertugas mengutip uang sekolah dari orang tua murid yang terdaftar di sekolah tersebut.

Ia yang membeli makanan ringan untuk para murid, membersihkan dapur dan lemari es dengan rapi. Jika melihatnya kalian akan merasa seolah-olah ia lakukan itu untuk rumahnya sendiri. Ia membersihkan dan memelihara kebun yang ada di sekeliling masjid. Ia membeli pupuk dan garam dengan uangnya sendiri dan ia juga yang memupuk tanaman kebun dan mencabuti tumbuhan dan rerumputan yang merusak tanaman. Semua ini ia lakukan dengan sangat tekun dan penuh perhatian, sebagaimana ia ikut andil menebang pohon tua yang terdapat disekitar masjid bersama ikhwan lainnya.

Pada bulan Ramadhan, ia mendatangkan hidangan berbuka puasa dari rumahnya, sebagaimana ikhwan lain juga ikut memberikan bantuannya untuk berbuka di masjid setiap hari. Dan ia juga ikut membantu ikhwan lain dalam menertibkan dan mempersiapkan makanan berbuka setiap hari. Semuanya ia lakukan sendiri dengan tenang dan tidak banyak bicara dan juga tidak menyuruh orang lain atau meminta bantuan orang lain.

Adapun pada hari raya ia mempersiapkan apa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan shalat Ied dan layanan setelah shalat Ied. Keluarga Dr. Najat banyak diundang oleh keluarga-keluarga lain ke rumah mereka.

Pada suatu kali aku bertanya kepada Dr. Najat, "Bagaimana perasaanmu sekarang setelah kau memeluk agama Islam dan dapat membaca AlQur'an ?" Ia menjawab, "Sebenarnya aku tidak mungkin membandingkan antara hidayah dan kebaikan yang aku dapat dalam Islam dengan kegelisahan dan kesia-siaan yang aku rasakan ketika dahulu memeluk agama Hindu dan Nasrani. Demikian juga ketika aku mendengar AlQur'an dibacakan, sangat banyak mempengaruhi jiwa dan hatiku."

Terkadang Dr. Najat mengimami shalat jamaah jika orang yang bacaannya lebih baik dari bacaannya tidak hadir. Demikianlah walaupun kami sudah terbiasa dengan melaksanakan perintah Rasulullah SAW, "Yang mengimami suatu kaum adalah yang paling baik bacaannya." Namun beliau juga menjelaskan makna yang tertinggi diantara makna-makna agama yang telah disebutkan Allah dalam kitab-Nya,

"Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian adalah yang paling takwa." (Al-Hujurat : 13)

Lelaki yang tadinya beragama Hindu, setelah Allah memberikan hidayah Islam dan kebenaran kepadanya, kini mengimami shalat jamaah. Seorang yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling tekun dan yang terbaik membaca AlQur'an dengan tanpa melihat asal-usul, warna kulit dan negara asalnya.

Kita bermohon kepada Allah semoga memberikan kita ketetapan hati dalam kebenaran dan menambah kebaikan kita.

Dari buku 'Allah Memberi Hidayah Kepada Siapa Yang Dikehendaki-Nya' oleh Imtiyaz Ahmad.

http://peperonity.com/go/sites/mview/muallaf/26187708

1 komentar: