Yusuf al-Islami adalah sosok ustadz yang disegani di Lampung. Meski usianya terbilang masih relatif muda, namun pria keturunan Tionghoa dengan nama lahir Yusuf Hadi Pranata ini dikenal giat berdakwah. Sehari-hari, ia aktif mengisi pengajian ibu-ibu dan remaja. Dengan metode penyampaian yang tegas, mudah dan gamblang, banyak umat Islam mendatangi tabligh-tabligh yang disampaikannya. Selain gamblang, isi ceramah-ceramahnya pun sangat lugas dan enak didengar sehingga mudah dicerna masyarakat.
Laki-laki yang terlibat dalam sejumlah organisasi ini juga dikenal aktif merajut ukhuwah Islamiyah antar-ormas Islam. Dalam setiap ceramahnya, Yusuf tak pernah bosan mengingatkan umat agar bersatu dan bersama-sama membangun ukhuwah.
Yusuf pun sering mengingatkan bahwa maju-mundurnya Islam bergantung dari sikap umat Islam sendiri. Jika umat Islam bersatu, maka kemenangan akan segera datang. Namun jika sebaliknya, umat Islam akan selalu berada pada posisi sulit dan terpuruk.
Dakwah tampaknya sudah mendarah daging di tubuh Yusuf. Bersama teman-temannya di Gerakan Mubaligh Islam (GMI) Lampung, ia giat membina akidah umat dari serangan gerakan kristenisasi yang makin gencar mengepung Lampung.
Untuk membentengi umat dari serangan kaum kuffar itu, Yusuf menerbitkan buku-buku kristologi, antara lain: “Apa Kata al-Kitab Tentang Agama Kristen” dan “Mengungkap Fakta Penyimpangan Agama Kristen”. Isi kedua buku itu mudah dipahami dan kini menjadi referensi yang efektif untuk menangkis gerakan Kristenisasi diLampung. Rencananya tak lama lagi, Yusuf pun akan merampungkan sebuah buku yang masih terkait dengan Islam dan Kristen. “Ke depan, insya Allah saya akan mendirikan Lembaga Dakwah Kristologi di Lampung,” katanya.
Yusuf lahir di Gedungtataan, Kabupaten Lampung Selatan, 15 Desember 1972. Anak pasangan Tan Sin Nio dan Lie Cun Bi ini mulai mengenal Islam sejak kecil. Tepatnya tahun 1979, ketika Yusuf pertama kali ikut pamannya yang sudah lebih dulu masuk Islam. “Alhamdulilah paman saya sudah lebih dulu masuk Islam,” katanya. Karena itulah, Ke-Islamannya sudah dimulai sejak berada di rumah pamannya. Di Teluk Betung, tempat tinggal pamannya, Yusuf ‘kecil’ sering mengikuti ibadah ritual sang paman, seperti shalat, puasa dan ibadah lainnya. Ia juga sering merayakan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha bersama keluarga pamannya.
Kendati secara resmi saat itu belum masuk Islam, namun pada identitasnya tercantum agama Islam. Saat menulis biodata di rapor, pamannya mencantumkan Islam dalam kolom agama rapor Yusuf. Walau demikian, waktu itu Yusuf masih mengikuti kebaktian agama Kristen di gereja.
Secara resmi, Yusuf memeluk Islam saat masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Tak beberapa lama setelah itu, Yusuf dikhitan. Suami Sumiati (alm) yang menikah tahun 1999 ini, baru tergerak hatinya dan mantap mendalami Islam saat duduk di kelas satu SMA. Awalnya, Yusuf mimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw. Dalam mimpinya, Rasulullah saw memberitahukan kepada Yusuf bahwa Islam adalah agama yang benar dan harus jadi pegangan seluruh umat manusia di dunia.
Hal serupa dialami Yusuf ketika mimpi bertemu Nabi Isa as. Dalam mimpinya Nabi Isa menyatakan kepada Yusuf, bahwa setelah kedatangannya sebagai utusan Allah SWT, akan ada lagi nabi terakhir yang akan menyempurnakan ajaran yang dibawa nabi-nabi sebelumnya. “Sejak mimpi bertemu Nabi Muhammad dan Nabi Isa, saya mulai mantap meyakini kebenaran Islam,” tegasnya.
Di SMA, Yusuf terlibat aktif di organisasi Kerohanian Islam (Rohis). Rohis ini menjadi organisasi Islam pertama yang dia ikuti. Bersama teman-teman Rohis, Yusuf giat mengadakan berbagai kegiatan ke-Islaman, termasuk program yang disebut Studi Islam Berkala (SIB).
Untuk menambah pengalaman organisasi, Yusuf aktif pula di organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII), baik di kota Bandar Lampung maupun di tingkat wilayah. Jabatan terakhir Yusuf di PII adalah sebagai Koordinator Brigade Kota Bandar Lampung.
Atas usulan teman-temannya, ke-Islaman Yusuf ‘dilegalkan’ di Kantor Urusan Agama (KUA), pada 18 November 1994. Saat itu juga ayah dari M Habiburrahman al-Islami ini kembali mengucapkan dua kalimat syahadat yang merupakan syarat utama masuk Islam.
Seperti dialami para mualaf umumnya, ke-Islaman Yusuf pun tak berjalan mulus. Reaksi keluarga besarnya saat tahu dia memeluk Islam, terbelah. Pihak keluarga besar ibu sangat mendukung ke-Islaman Yusuf, sebab sebagian besar keluarga besar dari pihak Ibunya memang sudah banyak yang masuk Islam. Tantangan sangat keras datang dari pihak keluarga besar ayah. Mereka menentang keras, karena berpendapat semua agama, baik Islam, Kristen, Budha, Hindu dan lainnya adalah sama. Sama-sama menyembah Tuhan yang menciptakan manusia.
Saat ini komunikasi dan silaturahim dengan keluarga besar memang belum bisa berjalan secara teratur karena kesibukan masing-masing keluarga. Apalagi kebanyakan tempat tinggal mereka di luar Lampung. Namun Yusuf masih terus berhubungan, minimal melalui telepon atau surat. “Silaturahim masih terus dijalankan, minimal bertelepon dan berkirim surat,” katanya.
Pengalaman berorganisasi di SMA tampaknya menjadi bekal penting Yusuf di kemudian hari. Kini selain aktif di organisasi ke-Islaman, seperti di Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Lampung, ia juga terlibat di Gerakan Mubaligh Islam (GMI) Lampung. Kedua organisasi ini termasuk yang paling kencang menghadang gerakan kristenisasi di Lampung.
Di Lampung, jika dulu kristenisasi banyak menyerang masyarakat pedesaan, terutama desa-desa terisolir, kini sudah masuk ke wilayah perkotaan. Bahkan kristenisasi juga menyerang kampus-kampus yang mayoritas mahasiswa, dosen dan karyawannya Islam, seperti di Universitas Lampung (UNILA).
Cara pemurtadan yang dilakukan pun beraneka ragam. Di samping merancukan akidah Islam, seperti mengatakan bahwa semua agama adalah sama, juga menggunakan black magic, hipnotis dan penyerangan dengan meminta bantuan jin.
Bersama teman-teman di GMI, Yusuf membuat program pembinaan masyarakat hingga ke pelosok desa. Program ini bertujuan untuk menangkis gerakan pemurtadan yang belakangan kian gencar di Lampung.
Sama halnya saat memutuskan diri memeluk Islam, kegetolan Yusuf berorganisasi pun tak luput dari sorotan keluarga besarnya. Sebagian besar keluarga Yusuf menentang kiprahnya di organisasi Islam karena berpendapat Islam cukup dengan shalat, puasa, membayar zakat dan naik haji. “Meski perlu cukup lama untuk menjelaskan ini semua kepada keluarga, namun alhamdulillah akhirnya mereka dapat menerima dan memahami betapa pentingnya ikut berbagai organisasi, di samping menambah pergaulan dan teman, juga dapat mendatangkan kebaikan,” katanya.
Itulah sekilas profil singkat dai muda asal Lampung ini. Di usianya yang relatif masih muda, Yusuf sudah berbuat untuk umat, di antaranya usaha kerasnya menghadang gerakan kristenisasi di Lampung.
Sumber : (Sabili) Rivai Hutapea
http://mediabilhikmah.multiply.com/journal/item/117/Yusuf_al-Islami_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar