Senin, 01 Maret 2010

Ketika "Rapper" Masuk Islam

Beralih memeluk Islam, seorang tak hanya harus mengucap syahadat. Mereka pun memasukkan sikap "tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad sebagai nabi" dalam kehidupan sehari-hari.

Namun menjadi seorang penyanyi rap, situasi menjadi sedikit lebih rumit. Kemampuan teknis--mempelajari ritme, membangun kosakata, plus mengolah suara--sering membutuhkan tahunan untuk melatih, dan belum termasuk perkara tak kecil soal membentuk beat, dan produksi musik.

Sementara para rapper yang beralih Islam juga harus mengubah gaya hidup mereka. Menjadi pengetahuan umum dalam industri musik rap, penyanyi rap paling sukses di pasar memfokuskan lagu-lagu dan penampilan mereka di publik dengan beberapa daftar kecil: masa lalu miskin, obat-obatan--terutama sebagai pengedar--, senjata, rekaman kriminal, uang cepat datang, dan wanita.

Dua hal yang mustahil bertemu. Namun dalam sebuah film dokumenter terbaru berjudul "New Muslim Cool" tentang muallaf Puerto Rico, Hamza Perez, yang akhirnya berhenti menjadi pengedar obat-obatan demi memeluk Islam, ternyata tak berhenti dengan hip-hop.

Kehidupan Hamza yang baru kini lebih kaya dengan hal-hal tak biasa, seperti penyerbuan FBI tiba-tiba ke dalam masjidnya tanpa alasan, hingga pengalaman mendidik penghuni sel di penjara negara bagian sampai ijin keamanan dan masuk penjara secara misterius diganti.

Pendengar idealnya pun tak lagi label besar, melainkan para pemuda di sudut-sudut jalan, merekalah yang disodori Hamza album lagu sekaligus cara menempuh hidup barunya.

Ia tidak menganggap hal itu aneh. Ia menganggap musiknya sebagai bentuk dakwah atau pencapaian religius. "New Muslim Cool" sendiri akan diputar di PBS pada 23 Juni mendatang. Sementara label rekaman album Hamza, berbasis di Bay Area--wilayah dimana terdapat salah satu konsentrasi hip-hop Islam di Paman Sam.

"Oh saya cinta menjadi warga Bay," ujar Tyson Amir Mustafa, seperti yang dikutip oleh San Fransisco Chronicle. Amir-Mustafa, 29 tahun, warga asli San Jose, juga penyanyi rap yang beralih memeluk Islam. Ia sendiri telah melepas empat album rap bernuansa Islamnya.

"Islam masih muda di sini. Komunitas Musim masih membentuk identitasnya, dan cara hidup Islam adalah identitas utama Muslim Amerika, tanpa dipertanyakan dua hal itu dapat berjalan beriringan.

Dan hal kedua yang menjadi identitas tersebut tak lain adalah hip-hop. Banyak penyanyi rap lokal Islam telah menyanyi jauh sebelum mereka menjadi Muslim.

"Saya mulai menulis puisi, memenangkan penghargaan penulisan puisi ketika saya masih 10 tahun," ujar Amir Abdul-Shakur, 26 tahun, asal Oakland. "Lalu saya mulai manajamkan kemampuan rap saya di tengah-tengah sekolah," imbuhnya.

Abdul Shakur yang bernyanyi rap di bawah nama Five Eighty, memeluk Islam pada 2000 silam. Ia mengaku tidak menemukan kontradiksi. "Namun ada banyak hal yang tidak bisa saya ucapkan. Ada banyak hal yang tidak bisa saya lakukan lagi," ujarnya.

Hal-hal itu tentu saja termasuk minum alkohol, menggunakan obat-obatan, segala perilaku kriminal, dan seks bebas. Amir Abdul Shakur dan Tyson Amir Mustafa menikah semua.

Itu mungkin terlihat sulit untuk menciptakan lirik dengan keterbatasan, hingga mereka menyadari keduanya mampu memiliki topik lebih besar ketimbang rapper arus besar lain; perjalanan pribadi mereka. Lagi pula semua pasar rap bercampur dengan usia sama--siapa yang bisa mengambil resiko berbeda dan penghargaan ketimbang penyanyi rap Muslim muallaf.

"Kamu sepenuhnya telah berbeda," ujar Amir-Mustafa. "Orang-orang telah melihat ke arahmu dengan semua asosiasi dan pandangan selip. Lantas mengapa tidak ambil saja kesempatan itu untuk menyoal hal-hal yang tak biasa mereka dengarkan, seperti integritas? Mengapa tidak bicara mengapa kau putuskan berjalan ke arah berbeda?" papar Amir-Mustafa panjang lebar./itz

http://www.republika.co.id/node/49651

Tidak ada komentar:

Posting Komentar