Ibrahim, seorang remaja dari Pennsylvania, AS, masuk Islam pada umur 17 tahun. Kesulitan dirinya menerima paham Yesus sebagai Tuhan mengantarnya kepada Islam.
Suatu hari yang berarti akan datang pada kehidupan setiap orang, atau paling tidak, aku berharap, ia akan datang, ketika mereka menyadari bahwa merekan tidak hanya harus percaya apa yang mereka percayai, apapun itu, tapi keluar dan mengumumkan kepada dunia. Untunglah, waktu itu datang segera padaku. Aku berumur 17 Tahun, dan Islam adalah agamaku yang kumumkan kepada dunia.
Aku dibesarkan dalam Agama Katolik. Aku pergi ke sekolah katolik minggu, bernama CCD, tapi pandangan katolik terhadap Tuhan tidak pernah menjadi peranan penting dalam masa kecilku. Sekolah minggu hanyalah rutinitas pada hari minggu. Bagaimanapun juga, aku mulai menikmati misa sekitar kelas 7. hal itu membuatku merasa enak untuk melakukan perbuatan yang benar. Aku adalah orang yang agak memegang masalah moral, tapu aku tak pernah secara sungguh-sungguh belajar akidah Katolik. Aku hanya tahu bahwa aku merasa baik saat berdoa kepada Penciptaku.
Aku dulu benar-benar suka agama Katolik., tapi aku selalu memandang orang-orang katolik bersama Yesus sedang beribadah kepada Tuhan, bukannya kami dulu sedang beribadah kepada Tukan dan kepada Yesus sebagai satu kesatuan. Aku melihat Yesus sebagai teladan bagiku dalam hal bagaimana menjadi pengikut yang baik dan hamba Tuhan yang baik, bukan sebagai Tuhan itu sendiri.
Sebelum aku masuk ke kelas 8, pada musim gugur 1999, aku belajar banyak tentang agama Katolik. Gereja Katolik mempunyai banyak pandangan tentang Yesus. Tak ada yang serupa pandanganku bahwa ‘Tuhan Yang Maha Esa sedang kuibadahi dengan Yesus sebagai teladan’. Ini seperti mereka baru saja membuka kaleng pengawet, kebingungan yang tidak logis, dan mereka mencoba memaksaku untuk menelannya. Ini tidak benar.
Aku tetap mengikuti gereja Katolik, dan tetap bersenbahyang. Tapi aku bicara kepada banyak orang di gereja tentang perasaanku bahwa Yesus bukanlah Tuhan tapi tidak lebih dari seorang nabi, seorang teladan. Mereka bilang kepadaku bahwa aku harus menerimanya sebagai Tuhan dan sebagai sebuah pengorbanan, dan seterusnya dan seterusnya. Aku tidak menerima kepercayaan ini. Aku mencoba mampercayainya tapi aku merasa Tuhan menyembunyikan sesuatu untuk kemaslahatanku. Di luar sana ada hal yang lebih baik bagiku. Aku terus mengikuti gereja.
Suatu hari di pertengahan Desember 1999, tanpa alasan yang dapat kuingat aku mulai membaca tentang Islam di Ensiklopedia. Aku ongat aku membuat daftar kata yang bercetak tebal di entri Islam di sebuah buku tua terbitan 1964, GrolierWorld Book, yamg kutemukan di lemari dindingku, dan mempelajarinya. Untuk beberapa alasan, aku terkesan dengan agama ini, dan inilahsemua hal tentang Tuhan dan inilah semua yang kupercaya dalam hidupku, semua ada disini.
Sebelumnya, aku telah menrima bahwa tidak ada kepercayaan seperti yang aku rasakan dalam diriku. Tapi kemudian, aku terkesan bahwa aku menemukan agama ini. Aku menemukan bahwa kepercayaanku dulu ternyata punya nama, dan punya jutaan pemeluk lainnya!
Tanpa sebelumnya pernah membaca AlQur’an atau bicara kepada muslim yang lain, aku mngucapkan syahadah pada 31 Desember 1999. Sembari bulan-bulan berlalu, aku belajar banyak.Aku melwati banyak periode kebingungan, bahagia, ragu, dan kekaguman. Islam membawaku pada perjalanan yang mencerahkan tentang diriku, orang lain, dan Tuhan.
Perubahanku berjalan lambat. Aku masih mengikuti misa lima bulan sejak aku mengubah agamaku. Tiap aku mengikuti, aku merasa semakin jauh dan jauh dari jemaat gereja, tapi kurasa semakin dekat dan dekat kepada Tuhan dan nabi Isa.
Selama Ramadhan 2001, waktu puasa keduaku, aku pergi ke perpustakaan selama jam makan siang. Adalah baik bagiku melakukannya daripada duduk-duduk bersama teman-tmanku, karena tugas-tugasku bisa selesai di perpustakaan. Aku bersumpah, rankingku naik. Aku mulai bicara dengan satu-satunya muslim lain di sekolahku, John. Kami bicara tentang Islam semakin banyak setiap hari. Ia adalah seorang saudara yang mngagumkan dan ia membawaku ke masjid pada jum’at terakhir Ramadhan. Mengunjungi masjid adalah hal terbaik yang pernak terjadi dalam hidupku.
Tuhan benar-benar menjawab doaku waktu itu. Aku pikir aku akan gugup tapi ternyata tidak sama sekali. Pergi kemasjid adalah hal alami yang pernah kulakukan dalam hidupku. Aku merasa di rumah. Aku menyadri sesuatu sebelum meninggalkan masjid. Ketika aku duduk di lantai, berdoa kepada Allah, aku menyadari ruang itu penuh dengan orang lain tapi it’s okay. Ketahuilah, dirumah saat seseorang menanyaiku apa yang aku kerjakan, aku tidak pernah berkata aku sedang shalat. Aku tidak pernah mengaku kepada siapapun. Ini terlalu aneh. Tapi di masjid, aku shalat menghadap Allah di shaf bersama muslim-muslim lainnya dan aku menikmati hal ini. Lebih baik dari baik! Aku merasa aman. Ini adalah saat paling merdeka sejak aku menerima Allah dalam hatiku pada tahun baru dua tahun lalu.
Aku tidak pernah memberitahu orangtuaku tentang keislamanku. Bahkan kenyataannya, aku tidak merencanakan untuk memberitahu kedua orangtuaku.petunjuk palin berarti yang kuberikan terjadi sekitar jam 1 pagi pada 16 desember 2001, ketika aku kahirnya mengatakan kepada ayahku bahwa aku akan pergi ke masjid di pagi hari dengan seorang teman ketika ayahku bertanya kepadaku kenapa aku menset alarm.
Ia mengatakan kepadaku bahwa ia tidak sabar menungguku pergi dari rumah, bagaimana kcewanya dia denganku dan bagaimana bodohnya diriku dengan pilihanku. Aku tak pernah memberitahu mereka secara langsung karena menurutku lebih baik mengungkapkan keislamanku sedikit demi sedikit; aku tak ingin mengejutkan keluargaku. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan ayahku jika ia tahu bahwa aku benar-bnar mengamalkan Islam.
Tampaknya, ia membenci keberanianku memplajari agama ini, yang ia pikir belajar agama itulah yang selama ini seluruhnya kulalukan. Aku mengerti bahwa ayahku adalah seorang yang depresi, karena itu aku tak membanrahnya dalam hal ini. Maksudku, ini adalah salahnya sendiri nberpikirbahwa dirinya begitu pandai sehingga ia pikir dirinya tak butuh Tuhan. Pemikiran seperti itulah yang membuatnya begitu depresif. Tapi aku tah berpikir bahwa ayahku menyadari betapa kerasnya hati seseorang ketika kau menolak kebutuhan manusiawi akan hubungan dengan penciptamu. Ia tidak tahu apa yang sedang ia masuki.
Ibuku tak tahu bahwa aku seorang muslim, tapi setidaknya ia tak menunjukkan kemarahannya padaku ketika aku pergi ke masjid. Ia kcewa dengan hal ini tapi ia tidak pernah memberitahuku betapa aku telah mengecewakannya, paling tidak.. Sebagaimana perintah Allah, aku tetap meneruskan berbakti pada orangtuaku selama mereka tidak berusaha memurtadkanku. Hal terbaikyang kulakukan untuk ereka adalah menjadi contoh baik sehingga suatu hari nanti, Insya Allah, mereka dapat tahu bahwa ada jalam hidup yang baik daripada hidup dngan menolak Tuhan.
Aku belum pernah ke timur tengah, tapi aku mempelajari Islam tiapm hari. Aku membaca banyak di Internet, dan diskusi banyak dengan muslim lain di intrenet dan lewat telepon jga. Aku telah bertemu beberpa orang di Internet yang sungguh baik yang mengajariku banyak tentang kehidupan, Islam, dan Allah.
Sekarang, aku adalah muslim dan tak pernah akan berubah Insya Allah. Aku bersyukur pada Allah bahwa aku telah dapat melewati banyak masa-masa keraguan. Ketika aku mengingat kembali aku tahu bahwa bukannya Allah meninggalkanku tapi Allah mengingatkanku waktu itu untuk bertanya ada diriku sendiri seberapa cintaku kepada-Nya dan apakah aku akan memutuskan untuk memahamia agamaku. Satu minggu penuh tangis, depresi, doa, banyak membaca, dan mengabaikan hal lainnya dalam hidupku mungkin kedengaran ekstrim, tapi imbalannya, mengetahui banyak tentang diri-Mu, Tuhan, dan hubungan dengan-Mu, adalah lebih berharga daripada harta benda duniawi. Melalui pembelajaranku terhadap Islam aku mendapatkan hadiah yang paling berharga dari Allah, Islam. Aku telah mendengar orang Kristen berkata bahwa dengan agama Kristen kamu dapat menemukan Tuhan dalam hubungan pribadi. Dalam Islam, hubungan kita dengan Allah adalah lebih dalam dari itu. Allah bersamaku setiap waktu, menjagaku, mengajariku, melindungiku, memberiku hidayah, membuatku merasa nyaman. Alhamdulillah terhadap nikmat Islam.
Islam telah berbuat banyak kepadaku. Lebih dari yang kukira. Setiap hari, hal ini semakin baik. Aku meninggalkan hidupku yang dulu sekedar coba dan salah menuju petunjuk, dan sekarang aku tahu pilihan terbaik apa yang harus kubuat. Dari pencarian siapa diriku dan menghabiskan diriku dalam kebingungan, aku mendapatkan petunjuk. Aku tak dapat menemukan kata-kata untuk mengungkapkannya. Allah menyingkapkan kepadaku apakah hidup ini. Aku tak perlu menebak-nebak lagi.
Itulah yang telah aku lalui-yang Allah berikan kepadaku- itulah aku. Dan inilah pengumumanku kepada dunia. Islam adalah lebih dari yang kau kira. Tapi jangan hanya kau dengar, pelajarilah ia.
Dikutip dari majalah Elfata No. 5 vol.6 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar