Rabu, 02 Desember 2009
Koko liem Sang Pengembara
Muallaf Liem Hai Thai (Koko Liem)
Mayoritas umat Islam yang mengenyam pendidikan agama Islam tentu pernah mendengar kisah para nabi. Kisah yang biasa disampaikan waktu kecil itu masih mengenang di benak umat Islam setelah dewasa, namun tak banyak orang yang mengambil hikmah dari kisah tersebut.
Berbeda dengan Liem Hai Thai atau yang biasa disapa Koko Liem, kisah para nabi baginya memiliki peran penting dalam menemukan Islam yang realistis.
Koko Liem merupakan anak ketujuh dari sepuluh bersaudara. Ayahnya Liem Guan Ho, seorang suhu Budha terkenal di wilayah Dumai Riau. Beberapa klenteng di wilayah Riau telah menjadi langganan ceramahnya.
Koko Liem memulai pendidikannya di sekolah umum SDN 014 Dumai Barat Riau. Sekolah umum dipilih orangtuanya dikarenakan pemerintahan Soeharto waktu itu melarang pendirian sekolah Mandarin. Sekolah yang dihuni mayoritas umat Islam ini mau tidak mau membawa Koko liem berkenalan dengan Islam.
Rasa penasaran tumbuh dalam hatinya. Setiap pelajaran agama Islam dimulai, ia bersikukuh tidak mau keluar dari ruang sekolah. Dengan khusyuk, anak yang lahir di Dumai, 17 Januari 1979 mendengarkan satu persatu kisah nabi yang disampaikan guru agama.
Kebiasaan ini terus berlanjut hingga Koko Liem melanjutkan pendidikannya ke SMPN Syaikh Umar Dumai Barat Riau. Namun sebagai anak dari suhu Budha, setiap hari minggu Koko Liem diwajibkan oleh orangtuanya untuk berangkat ke sekolah agama Budha di Wihara Dumai Pekanbaru Riau. Diantara dua pendidikan ini ajaran Islamlah yang menurutnya sesuai dengan logika. Ibadah dalam Islam menggunakan satu bahasa berbeda dengan Budha yang menggunakan beragam bahasa sesuai dengan sukunya masing-masing.
Ketertarikan Koko Liem terhadap Islam memuncak saat Hj. Saniati guru agama Islam menceritakan kisah Nabi Ibrahim. Ibrahim dilahirkan bukan dari orangtua yang mengenal Allah. Ayahnya yang bernama Adzar seorang penyembah sekaligus pembuat patung yang dijadikan Tuhan. Akan tetapi Allah memberikan hidayah akal kepada Ibrahim. Secara logika patung yang terbuat dari batu itu tidak mungkin bisa berbicara apalagi menolong hambanya sampai akhirnya Ibrahim menemukan Islam sebagai pegangan hidupnya.
Kondisi ini sama persis dengan apa yang dialami oleh Koko Liem anak dari ayah sang penyembah patung Tao Pekong. “Disinilah akal saya berperan. Disamping Allah memberikan hidayah akal, Ia juga memberi hidayah agama” ujar peran Kyai di Sinetron Kiamat Sudah Dekat 3. Maka pada 21 Juli 1994 ia pergi diam-diam ke Duri Riau yang jaraknya 90 km dari Dumai tempat tinggalnya. Tepat di Masjid Raya Pasar Duri ia mengucapkan kalimat syahadat dihadapan H. Arwan Mahiddin dengan disaksikan oleh ribuan jamaah.
Dengan modal ilmu pengetahuan agama yang diajarkan disekolahnya ditambah dengan bimbingan dari teman-teman muslimnya, anak yang waktu itu masih menginjak kelas 2 SMP berusaha rutin melakukan ibadah salat lima waktu secara sembunyi-sembunyi di kamar atau di rumah temannya.
Suatu hari pemilik nama Islam Muhammad Utsman Anshori ini lupa mengunci pintu kamarnya, seusai Salat Isya tiba-tiba ayahnya masuk dan kaget melihat sajadah dihadapannya beserta pakaian muslim serta peci yang tidak sempat dilepas oleh Koko Liem. “Kamu masuk Islam apa tidak?” bentak ayahnya. Dengan jujur ia membenarkan keislamannya. “Nggak mungkin saya nggak jujur, Islam mengajarkan itu” kenang lulusan S2 Konsentrasi Ilmu Tafsir, Institut Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta Selatan. Tak pelak lagi ia langsung diusir oleh ayahnya saat itu juga. Sementara sang ibu tercinta Laihwa hanya diam tidak berkutik melihat anaknya diusir oleh suaminya.
Kurang dua minggu dari keislamannya, Koko Liem dengan pakaian yang menempel di badan dan uang seratus ribu hasil tabungannya berjalan sendiri di kegelapan malam menyusuri sepanjang jalan Dumai yang ditumbuhi banyak pepohonan besar menuju Duri sejauh 90 km. Tidak ada tempat yang dituju saat itu karena ayahnya sudah menghubungi sanak keluarga di Riau untuk tidak menerima Koko Liem anak durhaka yang telah keluar dari agama Budha.
“Saya boleh tidak punya harta, saya boleh tidak punya orangtua tapi jangan sampai saya tidak punya Allah.” ujar finalis mimbar da'i di TPI. Musala demi musala ia singgahi sebagai tempat menginap sementara, sampai akhirnya dihari kedua pengembaraanya Koko Liem singgah di musala Utama Simpang Padang Duri Riau. Di tempat ini ia berkenalan dengan imam musala Ustadz Faisal sekaligus menjadi guru pertama yang mengajarkan banyak hal tentang Islam.
Musala tempat pemeran bintang iklan bersama Dedy Mizwar ini menginap suatu hari mengadakan peringatan hari besar umat Islam yang diisi oleh ustadz Ali Mukhsin pengasuh pondok pesantren Jabal Nur di Kandis Riau. Seusai acara para jamaah memperkenalkan Liem Hai Thai kepada ustadz Ali Mukhsin. Dengan kemurahan hati beliau bersedia mengangkat Koko Liem sebagai anaknya.
Koko Liem kembali menyambung pendidikannya yang terputus sejak kelas 2 SMP ke sekolah baru di kelas 3 Tsanawiyyah YLPI (Yayasan Lembaga Pendidikan Islam) Mutiara Duri Riau. Selama tiga minggu tinggal di ayah angkatnya, Koko Liem mencoba berkunjung ke rumah orangtuanya di jalan Tegalega bukit Datuk Dumai Riau.
Setiba di rumah orangtuanya Koko Liem kembali diusir oleh ayahnya. Namun tindakan ayahnya ini tidak menyurutkan nyali Koko Liem untuk terus menjalin silaturahim dengan orangtua. Tiga hari sekali Koko Liem rutin berkunjung ke rumah orangtuanya. “Kalau kamu diusir dari rumah itu masih mending, Rasul lahir di Makkah ia diusir dari negaranya, hijrah ke Madinah namun kemudian beliau jadi besar” ujar ustadz Ali Mukhsin menyemangati anak angkatnya.
Teringat dengan kisah Nabi Nuh yang disuruh oleh Allah membuat perahu. Sedangkan waktu itu di tempat nabi Nuh tidak ada pohon. Maka nabi Nuh terlebih dahulu menanam pohon. Setelah sekian lama menunggu akhirnya pohon tersebut ditebang dan dijadikan perahu. Waktu yang sangat panjang untuk memperjuangkan perintah Allah. Maka tidak heran jika usia nabi Nuh mencapai 960 tahun. Kisah ini menjadi prinsip suami dari Ima Ismawati. S.Thi ini untuk tetap memperjuangkan silaturahim dengan orangtua. Ia yakin suatu waktu usahanya akan berhasil.
Tiga bulan kemudian keinginan pengasuh Pondok Pesantren Pembinaan Muallaf Shengho Budaya Sentul Selatan Jawa Barat ini terwujud. Ayahnya menerima dengan ikhlas keislaman anaknya. Tapi masalah baru kemudian muncul Bibi dari ayahnya Ako Kotiu memanggil Koko Liem ke rumahnya dan memaksa untuk kembali menyembah Tao Pekong dengan iming-iming uang tiga juta rupiah.
“Bi, jangankan uang tiga juta! andaikan rumah bibi yang besar ini bisa bibi jadikan emas kemudian diberikan kepada saya untuk mengajak saya masuk Budha maka demi Tuhan saya tidak akan meninggalkan agama Islam” tegas penceramah yang pernah mengisi di berbagai televisi dan radio nasional ini sambil meninggalkan bibinya yang terdiam seribu bahasa dan uang yang pada waktu itu jumlahnya sangat besar.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Tsanawiyyah YLPI Riau tahun 1995, Koko Liem merantau ke Banten Jawa Barat untuk mendalami Islam di Pondok Pesantren Daar el Qolam Gintung. Di pondok ini pula Koko Liem berkenalan dengan ustadz Jefry sahabat dekatnya. Selanjutnya pada tahun 1999 Koko Liem merantau kembali. Kali ini Jawa Timur menjadi tempat pilihannya yaitu di Pondok Pesantren Tahfizhul Quran Raudhatul Muchsinin. Dengan waktu hanya 1 tahun 8 bulan Koko Liem berhasil menghafal Alquran 30 juz. Bekal dari hafalan ini memberi kesempatan Koko Liem untuk menerima beasiswa S1 dan S2 di Institut Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta Selatan. MUHAMMAD YASIN/ALHIKMAH
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar