Kamis, 01 Oktober 2009

Kenneth L Jenkins mantan Pendeta : Islam Membuatnya Terlahir Kembali

Agama Islam tak mengenal perbedaan status sosial. Sebagai seorang pendeta dan pembina pada sebuah gereja Pantekosta di Amerika Serikat (AS), sudah menjadi kewajiban bagi Kenneth L Jenkins untuk memberi penerangan (khutbah) kepada orang-orang yang menurutnya masih berada di dalam kegelapan, yakni orang-orang yang belum mendapatkan pencerahan dari agama yang diyakininya.

Namun, kondisi tersebut berubah 360 derajat manakala sang pendeta menemukan Islam. Setelah memeluk Islam, saya merasa sungguh-sungguh perlu untuk membantu orang-orang yang belum mendapatkan cahaya Islam, ujarnya seperti dikutip situs Islamreligion.com.

Jauh sebelum memeluk Islam, Jenkins hidup dan dibesarkan di lingkungan yang tergolong agamis. Posisi ibunya sebagai orang tua tunggal, membuat Jenkins lebih banyak berada dalam pengasuhan sang kakek yang seorang pemeluk Kristen Pantekosta yang taat. Ini membuat Jenkins kecil sudah terbiasa dengan kehidupan gereja. Komunitas gereja Pantekosta, menurutnya, sudah menjadi bagian integral dari kehidupannya sejak usia dini.

Karenanya, tak mengherankan jika di usia enam tahun, Jenkins sudah mengetahui ajaran-ajaran dalam kitab Injil yang diyakini oleh para pemeluk Kristen Pantekosta. Setiap hari Minggu, kata Jenkins, seluruh anggota keluarganya selalu pergi ke gereja. Saat seperti itu, ungkapnya, menjadi momen bagi dirinya beserta kedua saudaranya untuk mengenakan pakaian terbaik mereka.

Namun sejak sang kakek terserang stroke, Jenkins sekeluarga jarang menghadiri kegiatan peribadatan di gereja. Baru ketika menginjak usia 16 tahun, Jenkins mulai aktif kembali menghadiri acara peribadatan di gereja. Ia biasa datang ke gereja bersama seorang teman yang ayahnya merupakan pastor di gereja tersebut.

Setelah lulus SMA dan masuk universitas, Jenkins memutuskan untuk lebih aktif dalam kegiatan keagamaan. Ia datang ke gereja setiap saat, mempelajari kitab Injil setiap hari, dan menghadiri kuliah yang diberikan oleh para pemuka agama Kristen. Hal ini membuatnya amat menonjol di kalangan para jemaat. Pada usia 20, pihak gereja memintanya untuk bergabung. Sejak itulah Jenkins mulai memberikan khutbah kepada para jemaat yang lain.

Setelah menamatkan pendidikannya di jenjang universitas, Jenkins memutuskan untuk bekerja secara penuh di gereja sebagai pendakwah. Sasaran utamanya komunitas warga kulit hitam Amerika. Ketika melakukan interaksi dengan komunitas inilah ia menemukan kenya ta an bahwa banyak di antara para pe mu ka gereja yang menggunakan Injil untuk kepen tingan politis, yakni untuk mendukung posisi mereka pada isu-isu tertentu.

Kemudian, Jenkins memutuskan untuk pindah ke Texas. Di kota ini ia sempat bergabung dengan dua gereja Pantekosta yang berbeda. Namun, lagi-lagi ia mendapatkan kenyataan bahwa para pendeta di kedua gereja ini melakukan tindakan-tindakan yang menyalahi norma aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi gereja.

Ia mendapatkan fakta di lapangan bahwa sejumlah pemimpin gereja melakukan perbuatan menyimpang tanpa tersentuh oleh hukum. Mendapati kenyataan seperti ini, dalam diri Jenkins mulai timbul ber bagai pertanyaan atas keyakinan yang ia anut. Saat itu saya mulai berpikir untuk mencari sebuah perubahan.



Kehidupan baru

Perubahan yang diinginkan Jenkins datang ketika ia mendapatkan sebuah tawaran pekerjaan di Arab Saudi. Setibanya di Arab Saudi, ia menemukan perbedaan yang mencolok dalam gaya hidup orang-orang Muslim di negara Timur Tengah tersebut. Dari sana kemudian timbul keinginan dalam diri pendeta ini untuk mempelajari lebih jauh agama yang dianut oleh masyarakat Muslim di Arab Saudi.

Saya kagum dengan kehidupan Nabi Muhammad dan ingin tahu lebih banyak lagi, ujarnya. Untuk menjawab rasa ingin tahunya itu, Jenkins pun memutuskan untuk me minjam buku-buku mengenai Islam me lalui salah seorang kerabatnya yang ia ke t ahui sangat dekat dengan komunitas Muslim. Buku-buku tersebut ia baca satu per satu. Dan, di antara buku-buku yang ia pinjam tersebut terdapat terjemahan Alquran. Ia menamatkan bacaan terje mah an Alquran ini dalam waktu empat bulan.

Berbagai pertanyaan seputar Islam yang ia lontarkan kepada teman-teman Muslimnya mendapatkan jawaban yang sangat memuaskan. Jika teman Muslimnya ini tidak bisa memberikan jawaban yang memadai, mereka akan menanyakan hal tersebut kepada seseorang yang lebih paham.

Dan pada hari berikutnya, baru jawaban dari orang tersebut disampaikan kepadanya. Rasa persaudaraan dan sikap rendah hati yang ditunjukkan oleh para teman Muslimnya ini, diakui Jenkins, membuatnya tertarik untuk mempelajari Islam lebih dalam. Rasa kekaguman Jenkins juga ditujukan kepada kaum Mus limah yang ia jumpai selama bermukim di Arab Saudi.

Saya kagum melihat para wanita yang menutupi tubuh mereka, dari kepala hingga bagian kaki.Agama Islam yang baru dikenal olehnya, menurut Jenkins, juga tidak mengenal adanya perbedaan status sosial. Kesemua hal yang ia saksikan selama tinggal di Arab Saudi menurutnya merupakan sesuatu yang indah. Kendati demikian, diakui Jenkins, saat itu dalam dirinya masih terdapat keragu-raguan an tara Islam dengan keyakinan yang sudah dianutnya sejak masa kanak-kanak.

Namun, semua keraguan tersebut terjawab manakala salah seorang teman Muslimnya memberikan dia sebuah kaset video yang berisi perdebatan antara Syekh Ahmed Deedat dan Pendeta Jimmy Swaggart. Setelah menonton perdebatan tersebut, Pendeta Gereja Pantekosta ini kemudian memutuskan untuk menjadi seorang Muslim. Kemudian oleh salah seorang kawan, Jenkins diajak menemui seorang ulama setempat, Syekh Abdullah bin Abdulaziz bin Baz. Di hadapan sang ulama, Jenkins pun secara resmi menerima Islam sebagai keyakinan barunya.

Dia (Syekh Abdullah) memberikan sejumlah nasihat bagaimana mempersiapkan diri menghadapi berbagai tan tangan ke depan yang mungkin akan saya hadapi.Kabar mengenai masuk Islamnya Jenkins, ternyata telah sampai ke telinga para rekan-rekannya sesama pendeta dan aktivis gereja. Karena itu, setibanya di Amerika Serikat, berbagai hujatan dan kritikan bertubi-tubi datang kepadanya.

Tak hanya itu, Jenkins juga dicap dengan berbagai label, mulai dari orang mur tad hingga tercela. Ia juga dikucilkan dari lingkungan tempat tinggalnya. Lagi-lagi, kesemuanya itu tidak membuatnya gentar dan berpaling dari Islam. Islam membuat saya seperti terlahir kembali, dari kegelapan menjadi terang. Saya tidak merasa terusik dengan semua itu, karena saya merasa sangat bahagia bahwa Allah Mahakuasa yang telah memberi kan saya petunjuk,paparnya. nidia zuraya

Bercita-cita Jadi Pendakwah

Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Al-Madinah, Jenkins mengungkapkan bahwa dirinya telah menjadi Muslim. Dan ia menga -takan akan menjadi seorang pendakwah dan tak akan menghentikan aktivitasnya sebagai seorang juru dakwah, sebagaimana yang pernah ia lakukan saat masih memeluk Kristen Pantekosta.

Saat ini, tujuan saya adalah belajar bahasa Arab dan terus belajar untuk mendapatkan pengetahuan lebih dalam tentang Islam, selain itu saya sekarang bergerak di bidang dakwah, terutama kepada non-Muslim,ujarnya. Mantan pendeta ini juga berharap bisa membuat sebuah karya tulis mengenai perbandingan agama. Karena, menurutnya, adalah tugas umat Islam di seluruh dunia untuk menyebarkan ajaran Islam.

Sebagai orang yang telah menghabiskan waktu yang lama sebagai penginjil, saya merasa memiliki kewajiban untuk mendidik masyarakat tentang kesalahan dan kontradiksi dari kisahkisah di dalam Kitab Injil yang selama ini diyakini oleh jutaan orang, tukasnya. dia/Islamreligion.com/RioL/

sumber : swaramuslim.net

1 komentar:

  1. supaya lebih cerah nih baca:
    http://indonesia.faithfreedom.org/forum/mengapa-saya-murtad.html

    BalasHapus