Ia
adalah warga New York kelas menengah sekaligus perwira dalam Angkatan
Darat Amerika Serikat (AS). Pada 1991 ia dengan senang hati bergabung
melayani negara dalam tugas di Perang Teluk I.
Tahun berikut ia dikirim ke Pakistan, dimana ia bertemu orang saleh dan terkesan dengan mereka. "Mereka baik, orang-orang rendah hati yang mencoba menjalankan ibadah dengan taat," tuturnya.
Ia mulai belajar Islam pertama karena didorong oleh rasa ingin tahu, lalu keluar dari keyakinan. Tepat di akhir tahun, ia menjadi seorang Muslim.
"Ayah saya seorang Yahudi, ibu saya Kristiani," tutur Abdal Malik Rezeski yang tinggal di Dallas. "Islam adalah agama pertama yang masuk akal bagi saya."
Islam adalah salah satu agama yang tumbuh cepat di Amerika. Salah satu penyebab adalah pertambahan imigran dan angka kelahiran yang tinggi di kalangan mereka. Namun seiring waktu, justru lebih banyak warga asli Amerika yang beralih ke Islam.
Mereka tertarik dengan aturan moral ketat yang diusung Islam, sistem keyakinan yang sebenarnya serupa dengan Yudaisme dan Nasrani. Kemiripan itu, menurut ulama, memudahkan langkah-langkah untuk mempraktekan dan beralih ke Islam.
"Pesan langsung mengenai Tuhan, jauh lebih mudah dipahami ketimbang konsep Trinitas, ujar Jane Smith, seorang pakar studi Islam di Hartford Seminary.
Mayoritas warga Amerika yan beralih, 64 persen adalah Afrika-Amerika, demikian menurut The Mosque Report, sebuah kajian nasional yang dilakukan empat organisasi Muslim. Salah satunya adalah Share Muhammed, 48, yang sejak kecil rajin mendatangi gereja kulit hitam.
"Yang langsung menarik perhatian saya dari Islam adalah saya tidak melihat rasisme," ujarnya. Di masjid, wanita itu mengaku bertemu dengan banyak imigran dari penjuru dunia dan kemajemukan Amerika.
Sekitar 6 juta Muslim tinggal Amerika Serikat. The Mosque Report memperkirakan sekitar 30 persen jamaah adalah mualaf.
Namun tak seorang pun tak pasti berapa mualaf di sana karena Muslim tidak mencatat informasi itu. Mereka mengatakan hal itu juga cukup sulit karena orang kerap beralih memeluk Islam tanpa keterlibatan masjid.
"Bagi Muslim, itu adalah antara diri anda dan Tuhan," ujar seorang pakar sosiologi agama, Dr. Behrooz Ghamari-Tabrizi, di Georgia State University. "Sementara dalam Yahudi dan Kristen, anda harus mengikuti ritual formal."
Seperti yang dialami Rezeksi, di hari ia memutuskan memeluk Islam, ia mencari teman-teman Pakistannya. Dengan keberadaan mereka ia mengucapkan dua kalimat syahadt. "Tiada Tuhan selain Allah (swt) dan Muhammad adalah rasul-Nya."
Begitu mengkaji Al Qur'an, kitab suci Muslim, ia mengaku kian tertarik lebih dalam dengan agama tersebut.
"Dengan Islam saya bisa melihat ramuan bagaimana agar berhasil menjalani kehidupan saat ini dan kehidupan masa nanti." ujarnya. "Tidak hanya panduan praktikal mengenai perceraian dan bagaimana memperlakukan anak yatim, tetapi juga petunjuk spiritual yang memaparkan apa Tuhan itu dan bagaimana kita seharusnya berhubungan dengan-Nya."(IRIB Indonesia/Republika)
Tahun berikut ia dikirim ke Pakistan, dimana ia bertemu orang saleh dan terkesan dengan mereka. "Mereka baik, orang-orang rendah hati yang mencoba menjalankan ibadah dengan taat," tuturnya.
Ia mulai belajar Islam pertama karena didorong oleh rasa ingin tahu, lalu keluar dari keyakinan. Tepat di akhir tahun, ia menjadi seorang Muslim.
"Ayah saya seorang Yahudi, ibu saya Kristiani," tutur Abdal Malik Rezeski yang tinggal di Dallas. "Islam adalah agama pertama yang masuk akal bagi saya."
Islam adalah salah satu agama yang tumbuh cepat di Amerika. Salah satu penyebab adalah pertambahan imigran dan angka kelahiran yang tinggi di kalangan mereka. Namun seiring waktu, justru lebih banyak warga asli Amerika yang beralih ke Islam.
Mereka tertarik dengan aturan moral ketat yang diusung Islam, sistem keyakinan yang sebenarnya serupa dengan Yudaisme dan Nasrani. Kemiripan itu, menurut ulama, memudahkan langkah-langkah untuk mempraktekan dan beralih ke Islam.
"Pesan langsung mengenai Tuhan, jauh lebih mudah dipahami ketimbang konsep Trinitas, ujar Jane Smith, seorang pakar studi Islam di Hartford Seminary.
Mayoritas warga Amerika yan beralih, 64 persen adalah Afrika-Amerika, demikian menurut The Mosque Report, sebuah kajian nasional yang dilakukan empat organisasi Muslim. Salah satunya adalah Share Muhammed, 48, yang sejak kecil rajin mendatangi gereja kulit hitam.
"Yang langsung menarik perhatian saya dari Islam adalah saya tidak melihat rasisme," ujarnya. Di masjid, wanita itu mengaku bertemu dengan banyak imigran dari penjuru dunia dan kemajemukan Amerika.
Sekitar 6 juta Muslim tinggal Amerika Serikat. The Mosque Report memperkirakan sekitar 30 persen jamaah adalah mualaf.
Namun tak seorang pun tak pasti berapa mualaf di sana karena Muslim tidak mencatat informasi itu. Mereka mengatakan hal itu juga cukup sulit karena orang kerap beralih memeluk Islam tanpa keterlibatan masjid.
"Bagi Muslim, itu adalah antara diri anda dan Tuhan," ujar seorang pakar sosiologi agama, Dr. Behrooz Ghamari-Tabrizi, di Georgia State University. "Sementara dalam Yahudi dan Kristen, anda harus mengikuti ritual formal."
Seperti yang dialami Rezeksi, di hari ia memutuskan memeluk Islam, ia mencari teman-teman Pakistannya. Dengan keberadaan mereka ia mengucapkan dua kalimat syahadt. "Tiada Tuhan selain Allah (swt) dan Muhammad adalah rasul-Nya."
Begitu mengkaji Al Qur'an, kitab suci Muslim, ia mengaku kian tertarik lebih dalam dengan agama tersebut.
"Dengan Islam saya bisa melihat ramuan bagaimana agar berhasil menjalani kehidupan saat ini dan kehidupan masa nanti." ujarnya. "Tidak hanya panduan praktikal mengenai perceraian dan bagaimana memperlakukan anak yatim, tetapi juga petunjuk spiritual yang memaparkan apa Tuhan itu dan bagaimana kita seharusnya berhubungan dengan-Nya."(IRIB Indonesia/Republika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar