Sabtu, 24 September 2011

Ibu Katolik, Ayah Yahudi, Sang Anak Memilih Islam

Lahir dari seorang ibu yang memeluk Katolik dan ayah penganut Yahudi menjadi jalan tersendiri bagi Safiyyah Jihad Levine untuk menemukan hidayah. Agama yang dipeluk kedua orang tuanya tidak serta-merta membuat Levine 'taklid'. Perbedaan agama yang dipeluk kedua orang tua membuatnya berupaya untuk menemukan jalan yang diyakini kebenarannya.
Islam kemudian menjadi pilihannya. Levine menganggap Islam merupakan agama yang bisa menyeimbangkan perbedaan antara Katolik dan Yahudi. Selama bertahun-tahun dia pun aktif dalam dialog antariman.

Mulanya dia tertarik untuk mempelajari cinta Yesus dalam Katolik. Namun ternyata hal itu sangat tidak bisa diterima oleh Yahudi. Hal itu pun terus menjadi pertanyaan. Jawabannya baru dia temukan setelah mendapatkan hidayah untuk memeluk Islam.

Dia kemudian dipertemukan dengan seorang pria Muslim, yang lantas menjadi suaminya. Buku-buku tentang Islam yang diberikan sang suami pun dibacanya dengan lahap. Di tahun 1998 dia memutuskan untuk memeluk Islam. Saat itu ibunya sudah meninggal. Begitu mengucap syahadat, sang ayah lantas tidak mengakuinya sebagai anak. "Saya masuk Islam bukan karena suami saya, tapi karena saya sendiri," tutur dia seperti ditulis The Daily Item.

Keputusannya untuk memeluk Islam pun lantas memutuskan hubungan dengan ayahnya. Padahal dia menyadari bahwa sang ayah adalah 'segalanya' setelah ibunda Levina meninggal. "Tapi ternyata dia tidak mau lagi memiliki saya," ujar dia. Ini termasuk bagian dari fase sulit yang harus dilaluinya saat mulai menikmati Islam.

Ayahnya meninggal tepat satu bulan menjelang peristiwa 11 September 2001. Saat itu dia sudah disingkirkan oleh para kerabat dan keluarganya. Namun hal itu tidak membuatnya menyerah. Dia justru semakin yakin dengan kebenaran Islam. Tak lama setelah mengucap syahadat, dia tak pernah melepas hijabnya ke mana pun pergi. Dia mengaku tidak pernah menghadapi kesulitan dengan jilbab yang dikenakannya.

Saat ini, dia menjadi salah satu ustadzah yang aktivitasnya terkait dengan Sunbury Islamic Center. Dia sudah menjalani kesibukan tersebut selama tiga tahun terakhir. Banyak orang bertanya tentang Islam kepadanya. Dia pun mengaku sangat senang dengan banyaknya pertanyaan tentang Islam yang harus dijawabnya.

Red: irf
Sumber: The Daily Item / Republika

http://www.mualaf.com/kisah-a-pengalaman/muallaf-foreigner/5702-ibu-katolik-ayah-yahudi-sang-anak-memilih-islam

Kisah Yesus Menjadikannya Seorang Muslim

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Tak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa kelak dia akan menjadi seorang Muslim. Dia tahu mengenai agama Islam. Namun, agama yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW itu tak pernah diketahuinya secara mendalam.

Maklum sejak kecil hingga dewasa, Vicente Mote Alfaro, termasuk seorang kristiani yang taat pergi ke gereja. Setiap pekan dia rajin menghadiri kebaktian dan tak pernah lupa membaca alkitab, sekalipun sedang di rumah. Apalagi, dia tinggal di Spanyol, negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik.

Hingga akhirnya di saat usianya 20 tahun, Alfaro 'diperkenalkan' dengan Islam oleh tetangganya, seorang Muslim Aljazair. ''Ketika berbincang-bincang, dia mengatakan bahwa seluruh umat manusia adalah keturunan Adam dan Hawa, dan semuanya merupakan anak dari Nabi Ibrahim,'' ujarnya mengisahkan kejadian itu. ''Saya terkejut mengetahui bahwa dalam Islam juga mengenal Adam, Hawa, dan Ibrahim''.

Perbincangan itu rupanya begitu berbekas di diri Alfaro. Perkataan tetangganya itu terus teringat dikepalanya, membuat dirinya semakin ingin mengetahui tentang agama yang kali pertama diturunkan di Makkah ini. Untuk memuaskan keingintahuannya itu, dia coba mencari referensi mengenai Islam dari perpustakaan. Saat itu, dia sudah kuliah. ''Selanjutnya, saya meminjam salinan Alquran (dan terjemahannya) dari perpustakaan,'' ujarnya.

Alfaro membawanya pulang dan membaca Alquran tersebut dengan teliti. Ayat demi ayat, lembar demi lembar, Alquran itu dibacanya dengan perlahan. Hingga akhirnya, dia mendapatkan ayat-ayat Alquran yang mengisahkan tentang Yesus (Nabi Isa) dan kejadian penyalibannya. Penjelasan dan kisah tentang Yesus yang dimuat dalam Kitab Suci umat Islam itu rupanya mengguncang hati kecilnya.

''Saya sudah sering membaca dalam Injil bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan Tuhan mengirim anaknya ke bumi untuk dibunuh dan disiksa guna membebaskan dosa-dosa manusia. Saya sebenarnya selalu bermasalah dengan hal itu, terutama untuk bisa mempercayai cerita itu,'' tutur Alfaro mengungkapkan isi hatinya ketika belum bertemu dengan Islam.

Setelah membaca Alquran, dia seakan menemukan jawaban yang sebenarnya mengenai kisah Yesus dan penyalibannya. ''Saya temukan jawabannya dalam Alquran. Yesus tidak pernah disiksa ataupun disalib,'' katanya. ''Muslim meyakini Yesus sebagai salah satu Rasul yang sangat dihormati. Dalam Islam, Yesus tidak mengalami penyaliban, namun diangkat ke surga dan kelak akan diturunkan kembali ke bumi pada akhir zaman.''

Kisah mengenai Yesus dalam Alquran itu tampaknya menjadi tonggak penting bagi Alfaro untuk menuju cahaya Islam. Setelah hatinya kian mantap, dia pun mengucapkan dua kalimat syahadat. ''Dengan cepat saya menyadari bahwa Alquran adalah Kitab Tuhan yang sesungguhnya, dan saya tidak pernah menyesal menjadi seorang Mualaf,'' ujar pria yang kini memiliki nama Mansour itu.

Dan kini jika masyarakat bertanya kepada Alfaro bagaimana dia dapat menjadi seorang Mualaf, dia akan memberikan jawaban yang sederhana. ''Allah telah menjadikan Islam sebagai agama dan hidupku,'' katanya dengan penuh kerendahan hati. ''Saya membaca Alquran, menemukan kebenaran tentang Yesus, dan saya putuskan menjadi Mualaf.''

Kini Alfaro senang dengan agama barunya. Bahkan, pengetahuannya tentang Islam telah berkembang dengan pesat. Pada 2005, dia menjadi anggota Dewan Direktur Islamic Cultural Center of Valencia (CCIV). Bahkan, dia menjadi mualaf pertama di Spanyol yang menjadi imam masjid di CCIV. ''Dia pantas dipilih karena pengetahuannya agamanya yang luas,'' ucap El-Taher Edda, Sekretaris Jenderal Liga Islam untuk Dialog dan Koeksistensi.

dari Republika.com, arikel asli ada disini

TIA AFI

Nama saya Theodora Meilani Setiawati, namun akrab dikenal dengan nama Tia AFI, dilahirkan di sebuah kota yang tenang. Tepatnya di Kota Solo Jawa Tengah, tanggal 7 Mei 1982 dari pasangan orang tua yang berbahagia. Ayahku bernama Bambang Sutopo (46), sedangkan ibuku tercinta bernama Rini Sudarwati (42). Kota ini tidak jauh dari Kota Yogyakarta, bila naik mobil bisa ditempuh selama satu jam setengah. Ayahku seorang penganut agama Nasrani yang sangat taat, demikian pula ibuku. Sehingga, ketika aku dilahirkan 22 tahun yang silam, sudah barang tentu saya hidup mengikuti agama keyakinan ayah dan ibuku. Bahkan sesekali dalam napasku terbiasa dengan kalimat-kalimat yang mengagungkan Tuhan. Bahkan ada yang berkumandang di sekelilingku dengan memperdengarkan lagu-lagu puja-puji terhadap Tuhan.

Sebagai anak pertama dalam keluarga, konon ekonomi keluargaku belumlah terlalu mapan. Keadaan saat itu memang serbasulit, tetapi ayah dan ibu tidak putus asa. Saat dilahirkan, ibuku tidak bisa langsung membawa pulang sang bayi yang montok dan cantik, karena tidak cukup untuk menebus biaya melahirkan di rumah sakit.

Tetapi ayahku tidak kalah semangat, ia lalu meminjam uang secukupnya pada seniman kawakan Srimulat, Bu Jujuk. Atas jasa beliaulah kemudian bayi yang diberi nama lengkap Theodora Meilani Setiawati itu, bisa meninggalkan rumah sakit.

Memasuki sekolah SD hingga SMP saya tumbuh sebagaimana anak kebanyakan. Ayahku yang beda keyakinan dengan ibuku meski sama-sama Nasrani, melewati hari-harinya dengan tetap saling menghormati satu sama lain. Ibu rajin ke gereja, ayahku pun demikian. Mau tidak mau, saya pun sering diajak oleh ayah atau ibu ke gereja.

Di sisi lain saya tentu tumbuh di lingkungan yang kedua orang tuaku berharap kelak, dapat menjadi anak yang berguna bagi agama yang dianut oleh keluargaku. Tetapi harapan tidak berarti sebuah anjuran. Karena ternyata di dalam keluargaku, diberi kebebasan dalam memilih cita-cita di kemudian hari. Juga bebas meyakini agama yang dianut masing-masing asal bisa bertanggung jawab dengan agama yang diyakini tersebut.

Sifat demokrasi yang tumbuh dalam keluargaku inilah, mempermudah langkahku dalam pencarian keyakinan yang mendektai kebenaran yang hakiki. Semua agama memang sama. Agama adalah persoalan keyakinan, yang dipercaya mampu membawa kemaslahatan. Membawa kita kearah kebaikan. Sebuah pedoman agar kita tidak tersesat. Dan persoalan ketenangan batin.

imageTetapi begitulah yang namanya hidayah jika sudah atas kehendak-Nya, insya Allah dijalani dengan sebaik-baiknya oleh umat yang menjalaninya. Setelah saya memeluk agama Islam, saya tidak ingin mengganti namaku, karena akan berefek pada semua identitasku yang formal seperti keterangan di rapor sekolahku. Biarlah namaku seperti yang sekarang. Toh tidak memberatkan.

Suatu hari di bulan Ramadan beberapa tahun silam, ketika itu saya masih duduk di bangku SMA kelas satu. Tiba-tiba saja hatiku berdegup kencang karena kekaguman yang sangat luar biasa. Ketika senja mulai turun, saat bedug magrib bertalu dan suara azan berkumandang, berbondong-bondong orang-orang bersatu untuk berbuka puasa dan shalat Maghrib. Lalu bersama-sama pula berangkat ke masjid untuk shalat Isya dan Tarawih. Alangkah indahnya kebersamaan itu, sambil mengenakan mukena warna putih. Pikirku alangkah sucinya saat menghadap Tuhan.

Lingkungan sekolahku pun ikut mendukung, teman-temanku hampir semua beragama Islam, tiba-tiba saya iri ingin menikmati kebersaman itu, yang sebelumnya tidak saya temui di agama keyakinan terdahulu. Saya ingin merasakan bagaimana puasa, bagaimana mendirikan shalat Tarawih bersama-sama. Pertama-tama saya minta dituntun teman, tetapi lama-kelamaan saya memperoleh kekuatan untuk bicara pada kedua orang tuaku. Sampai suatu hari saya sampaikan niat untuk memeluk agama Islam. Kaget juga saat niat baik itu disampaikan, terutama saya melihat reaksi ibu dan ayah.

Lama mereka terdiam. Kami tanpa kata-kata. Akhirnya ibu berkata tulus, kalau kamu sudah yakin dengan pilihanmu, jangan sampai mempermainkan agama. Dan asalkan kamu menjalankannya dengan segala tanggung jawab silakan saja. Saya tahu ibu berat melepas anaknya untuk berseberangan keyakinan dengan dirinya. Mungkin ibu menyadari, di antara mereka (ayah dan ibu) saja sudah berseberangan, tetapi bisa hidup rukun.

Saya seperti memperoleh setetes air dipadang pasir yang gersang. Air itu saya teguk dengan lahap, dan berdesis Allahu Akbar tanpa sadar saya bersujud, karena kedua orang tuaku ternyata merestui akan pilihan keyakinanku. Sebelumnya memang sudah saya bayangkan tidak akan sulit saya peroleh, karena kehidupan beragama dalam keluargaku sudah tampak berwarna sejak sebelum saya dilahirkan ke bumi. Maka begitu saya memperoleh izin dan tanpa ada intervensi dari pihak luar, sejak itulah saya mengucapkan dua kalimat syahadat yang dibimbing oleh seorang pemuka agama di Solo. Sejak itulah saya terus belajar sendiri dan banyak bertanya pada teman-teman sepergaulanku.

imageKetika saya putuskan untuk memeluk agama Islam, saya tidak dalam posisi dipengaruhi oleh siapa pun, dan tidak juga oleh pacar yang kebetulan sekarang ini sama-sama beragama Islam. Karena waktu itu saya belum bertemu Mas Endy (30). Oleh sebab itu agama dalam keluargaku sekarang ini semakin berwarna. Tetapi tetap rukun dalam tiga agama yang dianut, ada Islam, ada Katolik, dan Protestan.

Sekarang dalam perjalanan keislaman saya yang masih banyak kekurangannya, tidak henti-hentinya saya selalu memohon bimbingan-Nya agar saya senantiasa diberi kekuatan untuk menjalankan agamaku dengan sepenuh hati. Puasa yang kini saya jalani di Jakarta, memang nikmat, tetapi lebih nikmat saya menjalankan puasa itu di rumah sendiri di Solo. Kalau di Solo, ibu selalu ikut bangun memasak dan membangunkan untuk sahur, padahal ibu agamanya tidak sama dengan saya. Saya terkadang rindu masakan ibu, saat-saat puasa seperti sekarang ini.

Di sini di Jakarta, saya masak seadanya, banyaknya beli jadi. Dan kebanyakan pula disediakan di Indosiar untuk mengisi acara "Pondok AFI" saat sahur menjelang. Saya hanya selalu berusaha agar puasa yang saya lakukan tiap tahun meningkat kadar kualitas menjalankannya. Dan berharap dosa-dosa yang pernah diperbuat dapat diampuni Allah SWT. Amin. (Ratna DJuwita/"PR")[pikiran-rakyat.com]

http://www.mualaf.com/kisah-a-pengalaman/mualaf-celebritis/32-tia-afi

Iga Mawarni : Memeluk Islam Karena Berdebat

Islam lebih Realistis

MALAM mulai turun di sebuah kamar kost di bilangan Depok, Jawa Barat, tahun 1993. Seorang perempuan cantik, hatinya bergejolak. Malam itu, seorang mahasiswi Sastra Belanda Universitas Indonesia (UI), baru saja berdiskusi antarteman, masing-masing mempertahankan pendapatnya. Sharing pendapat ini bukan hal baru dilakukan, tetapi sudah sering berlangsung.

Hingga akhirnya, perdebatan itu menyisakan kepenasaran dan melahirkan sebuah pemikiran logis. Di suatu malam itulah, wanita bersuara merdu itu harus mengambil sebuah keputusan penting dalam hidupnya. Perempuan yang dimaksud adalah artis penyanyi terkenal, Iga Mawarni, putri kelahiran Bogor, tetapi berdarah Solo. Lagu 'e2'80'9dKasmaran'e2'80'9d sempat melambungkan nama Iga Mawarni di tahun 1991. Tanpa dipengaruhi orang ketiga, penyanyi bersuara jezzi ini, akhirnya memutuskan meninggalkan kepercayaan lamanya dan memeluk Islam dengan pendekatan rasional. Ia melakukannnya dengan sepenuh hati, tanpa emosi sedikit pun.

'e2'80'9dTidak ada pengalaman khusus yang saya temui untuk pindah keyakinan ini, misalnya mendengarkan azan sayup-sayup lalu hati saya bergetar. Bukan peristiwa itu. Keyakinan mengkristal justru berangkat dari lingkungan di mana saya tinggal. Sebagai anak kost kami sering berdebat, ketika kami masih kuliah di UI,'e2'80'9d cerita Iga Mawarni mengenang masa lalunya, ketika dihubungi 'e2'80'9dPR'e2'80'9d, Rabu (13/10), ia tengah berlibur di Yogyakarta bersama anaknya Rajasa (3.5).

Setelah berikrar memeluk Islam, persoalan pun muncul, terutama dari keluarganya. 'e2'80'9dTadinya saya tidak ingin mengatakannya terus terang, tetapi semakin saya tutupi, justru perasaan bersalah saya muncul,'e2'80'9d desahnya.

Keputusan untuk berterus terang kepada kedua orang tuanya itu, bukan tanpa risiko. 'e2'80'9dSemua orang tua pasti tidak rela anaknya berkhianat terhadap agamanya. Saya memakluminya ketika ayah dan ibu saya menjauhi saya. Saya harus kuat, Allah sedang menguji kekuatan saya saat itu. Dan saya berhasil menerima ujian itu,'e2'80'9d kata Iga sedikit tersendat.

Iga Mawarni 'e2'80'9dYang membuat saya terharu, ketika pikiran saya mengingat mereka sebagai orang tua yang telah melahirkan saya. Begitu kuat rasa hormat itu muncul, tetapi di sisi lain saya seperti memperoleh kekuatan yang maha dahsyat untuk tetap bersikukuh, berdiri berseberangan dalam menegakkan keyakinan. Tadinya ada keinginan, semoga apa yang telah saya lakukan ini ditiru lingkungan keluarga besarku di Solo, tetapi tentu itu tidak mudah, tetapi Alhamdulillah adik kandung saya, sejak dua tahun silam telah mengikuti jejak saya menjadi pengikut Muhammad saw.,'e2'80'9d kisah pengagum tokoh B.J. Habibie ini bahagia.

Dianggap tersesat

Konsekuensi memeluk Islam secara sadar, adalah perlakuan dari keluarga di Solo yang tidak lagi ramah. Hubungan komunikasi pun nyaris putus, bahkan suplai dana untuk biaya hidup di Jakarta dihentikan. 'e2'80'9dPadahal saya butuh biaya untuk kuliah, skripsi, biaya hidup. Tetapi Tuhan selalu memberi jalan pada umatnya. Saat itu saya terus berdoa, semoga diberi kekuatan. Maka timbul ide untuk bekerja secara part time di Jakarta. Tawaran nyanyi juga mengalir meski tidak gencar. Dari sana saya semakin meyakini kebenaran itu selalu ada,'e2'80'9d tegas Iga.

Tujuh tahun, ia harus saling menjaga jarak dengan keluarga. Jika tidak dihadapi dengan kepala dingin, mungkin segalanya bisa porak poranda. Iga berhasil meredam semuanya dengan tanpa gembar-gembor. 'e2'80'9dTujuh tahun saya lewati hari-hari saling menjaga perasaan, tidak pernah ada rasa gentar, atau takut. Saya pernah dianggap sebagai anak tersesat oleh keluargaku di Solo. Saya tetap menikmatinya sambil terus mempelajari kedalaman keyakinan saya lewat Alquran, buku-buku penunjang lainnya, sehingga saya mengetahui mana yang menjadi larangan dan mana yang dibolehkan,'e2'80'9d terang Iga.

Dalam pencarian memahami Islam itulah pada akhirnya ia dipertemuakan dengan seorang laki-laki yang kemudian menjadi suaminya sekarang, Charlie R. Arifin (pengusaha) yang satu ihwan. 'e2'80'9dSaya bersyukur Tuhan mengutus laki-laki pendamping yang setia, saleh dan punya masa depan. Saat itu semakin teguh keyakinan saya memeluk Islam secara tulus ihlas.'e2'80'9d

Iga tak lagi sendiri mendirikan salat, atau berpuasa. Ia sudah menemukan imam dalam rumah tangganya. Bersama Charlie dan Rajasa, buah kasih mereka, terkadang melakukan salat berjamaah di rumah. Bila bulan Ramadan tiba, mereka melaksanakan salat tarawih di masjid raya. Dipilihnya Masjid At-Tien TMII Jakarta Timur, sebagai tempat salat terdekat dari rumah tinggalnya, di kawasan Jakarta Timur.

'e2'80'9dSaat puasa tiba, sebenarnya bukan hal asing bagi saya. Karena ketika masih menganut Nasrani, ada juga instruksi mendirikan puasa. Saya juga suka melakukan puasa, hanya caranya yang berbeda,'e2'80'9d papar Iga yang mengaku semoga tahun ini ia bisa melaksanakan puasa dengan tanpa kekalahan yang berarti dan mendapat ampunan dosa-dosa dari Allah SWT. (Ratna Djuwita/'e2'80'9dPR'e2'80'9d)***

http://www.mualaf.com/kisah-a-pengalaman/mualaf-celebritis/57-iga-mawarni--memeluk-islam-karena-berdebat

Okto Rahmat Tobing : Menemukan Istri sedang Shalat

Nama saya Okto Rahmat Tobing, lahir di Tanjung Pinang, Riau, dari keluarga Kristen Protestan. Ayah saya salah satu pengurus gereja di HKBP Tanjung Pinang atau lebih dikenal dengan Situa HKBP Sebagai keluarga yang fanatik terhadap agama, saya diharuskan aktif mengikuti kegiatan gereja.
Sebenamya, lingkungan tempat kami tinggal, mayoritas beragama Islam. Tetapi sepengetahuan saya, agama Islam yang mereka anut sebagian besar hanya Islam abangan. Mereka banyak juga yang ikut Natalan, tidak shalat, mabuk-mabukan, bahkan berjudi. Memang, toleransi beragamanya cukup tinggi. Saya sendiri suka mengikuti kegiatan tarawih di bulan Ramadhan bersama teman-teman. Menginjak remaja, saya mulai risih dengan semua itu. Apalagi bila mendengar suara azan yang membisingkan telinga.

Hijrah Ke Jakarta

Tamat SMA, saya hijrah ke Jakarta, melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Saya memutuskan kuliah di Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan tinggal bersama kakak yang juga seorang aktivis gereja. Saya suka sekali kuliah di kampus tersebut, bahkan aktif mengikuti kegiatan kampus. Salah satu kegiatannya adalah lomnba dayung yang diadakan Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta. Saya termasuk kontingen yang mewakili kampus UKI, di kota gudeg itu, saya berkenalan dengan gadis beragama Islam dan selanjutnya kami berpacaran.

Setelah kami sama-sama lulus kuliah, saya dan si dia memutuskan tinggal dan mengadu nasib di Jakarta. Niat itu kesampaian, Saya mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan swasta.

Setelah mantap secara ekonomi, saya memberanikan diri datang ke rumah pacar saya itu dan menjelaskan ke orang tuanya mengenai hubungan kami. Tetapi, apa yang saya harapkan sirna setelah orang tuanya mengetahui saya beragama Kristen. la menolak hubungan kami, kecuali bila saya bersedia masuk Islam.

Sejak itu, kami selalu sembunyi-sembunyi menjalin hubungan. Saya sebagai seorang Kristen yang fanatik, ketika itu berniat mengkristenkan pacar saya itu. Berbagai upaya saya lakukan untuk meyakinkan si dia. Ternyata tidak sia-sia. Pacar saya itu pun akhirnya bersedia masuk Kristen.

Saya terus mengajaknya ke gereja untuk mempelajari agama Kristen (Bibel) lebih jauh, dan selanjutnya ia dibaptis di HKBP Bekasi. Setelah itu, karni melangsungkan pernikahan di Gereja HKBP Rawamangun dengan pesta adat tanpa restu kedua orang tuanya.

Menemukan Istri Shalat

Setelah enam bulan menikah, tanpa sengaja saya menemukan istri saya sedang melaksanakan shalat. Saya waktu itu sangat marah. Tetapi kemarahan itu saya pendam saja. Saya ingin sekali mengadukan masalah ini kepada kakak saya. Tetapi biarlah saya selesaikan sendiri. Entah dari mana asalnya, kakak saya akhirnya mengetahui masalah ini. Saya dipanggil (disidang) untuk menjelaskan perihal istri saya yang melakukan shalat dan status saya yang masih Kristen.

Sebagai seorang yang berpendidikan dan demokratis, saya mengizinkan istri menjalankan shalat. Hingga suatu ketika, saya diajak istri untuk menemui seseorang di kawasan Tebet. Ternyata orang tersebut adalah seorang mualaf, bernama Dr. Bambang Sukamto (baca kisah mualaf Dr Bambang Sukamto ini )

Di rumah itu juga, saya bertemu dengan K.H. Abdullah Wasian, seorang kristolog dan Bapak Abraham David Mendey, mantan pendeta. (baca kisah mualaf Bpk. Abraham David Mendey ini di website ini, Saya sempat berargumentasi dengannya. Di antaranya mengenai ayat-ayat Bibel (Alkitab) yang janggal. Juga mengenai Nabi Muhammad yang sebenarnya ada di dalam Alkitab, yaitu yang tertera dalam Perjanjian Lama 18:18 yang berbunyi, "Secrang nabi akan dibangkitkan di antara saudara saudara mereka seperti engkau ini, apakah engkau menaruh firmanku pada mulutnya ia akan mengatakan kepada mereka segala yang kuperintahkan. "

Jadi, di Perjanjian Lama itu ada disebutkan tentang Nabi Muhammad. Tetapi ayat tersebut tak pernah diakui oleh orang-orang Kristen. Lalu, saya juga diberi kaset video tentang perjuangan Nabi Muhammad SAW. Walaupun dengan bahasa Arab, tetapi saya menyukainya.

Saya mulai membandingkan penyebaran agama Kristen dengan Islam yang sangat berbeda. Dalam film tersebut, sosok Nabi Muhammad tidak divisualkan (digambarkan). Itu karena Nabi Muhammad adalah sosok yang suci dan agung. Di film tersebut saya juga menyaksikan bagaimana perjuangan kaum muslimin serta siksaan-siksaan yang mereka terima dalam mempertahankan agama Allah.

Sejak itu, saya semakin tertarik mempelajari Islam lebih jauh. Lalu, saya menernui K.H. Abdullah Wasian Ia menjelaskan bahwa Yesus (Isa Almasih) itu penyebar Islam, dan sampai sekarang beliau tidak mati serta tidak disalib. Karena, menurutnya, rasul itu tidak ada yang mati sengsara. Saya mencoba merenungi perkataannya.

Saya terus berdiskusi dengan kristolog ini hingga saya yakin betel bahwa Islam adalah agama yang benar, dan selanjutnya saya menyatakan diri masuk agama Islam. Maka pada tanggal 5 Juli 1994, saya mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat bersama istri yang pernah saya kristenkan (murtadkan) di Masjid Al-Ittihad, Tebet, Jakarta Selatan, disaksikan oleh jamaah shalat dhuha.

Selanjutnya, untuk memantapkan keislaman, khususnya ibadah shalat, saya dibimbing langsung oleh istri saya. Sedangkan masalah tauhid, saya dibimbing oleh seorang mualaf yang sekarang menjadi dai dan Ketua Yayasan Pendidikan Mualaf, Drs. H. Syamsul Arifin Nababan. Alhamdulillah, kini, saya dipercaya menjadi pengurus Masjid At-Taubah di lingkungan tempat kami tinggal.

http://www.mualaf.com/kisah-a-pengalaman/muallaf-rohaniawan/274-okto-rahmat-tobing--menemukan-istri-sedang-shalat

Rahmat Purnomo mantan pendeta : Ujung Pencarian memperoleh Rahmat Islam

Ia adalah seorang laki-laki keturunan, sang ayah Holandia dan ibu Indonesia dari Kota Ambon yang terletak di pulau kecil di ujung timur kepulauan Indonesia. Kristen adalah agama yang diwariskan keluarganya dari bapak dan kakeknya. Kakeknya adalah seorang yang punya kedudukan tinggi pada agama kristen yang bermadzhab protestan, bapaknya juga demikian, namun ia bermadzhab Pantikosta. Sedangkan ibunya sebagai pengajar injil untuk kaum wanita, adapun dia sendiri juga punya kedudukan dan sebagai ketua bidang dakwah di sebuah Gereja Bethel Injil Sabino.

Tidak terbetik dalam hatiku walau sedikit pun untuk menjadi seorang muslim, sebab sejak kecil aku mendapatkan pelajaran dari orang tuaku yang selalu mengatakan padaku bahwa Muhammad adalah seorang laki-laki badui, tidak punya ilmu, tak dapat membaca dan menulis.

Bahkan lebih dari itu, aku telah membaca buku Profesor Doktor Ricolady, seorang nasrani dari Prancis bahwa Muhammad itu seorang dajjal yang tinggal di tempat kesembilan dari neraka. Demikianlah kedustaan itu dibuat untuk menjatuhkan pribadi Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, sejak itulah tertanam pada diriku pemikiran salah yang mendorongku untuk menolak Islam dan menjadikannya sebagai agama.

Pada suatu hari pimpinan gereja mengutusku untuk berdakwah selama tiga hari tiga malam di Kecamatan Dairi, letaknya cukup jauh dari ibu kota Medan yang terletak di sebelah selatan pulau Sumatra Indonesia. Setelah selesai, aku hendak menemui penanggung jawab gereja di tempat itu. Tiba-tiba seorang laki-laki muncul di hadapanku, lalu bertanya dengan pertanyaan aneh, “Engkau telah mengatakan bahwa Isa Al-Masih adalah tuhan, mana dalilmu tentang ketuhanannya?” Aku menjawab, “Baik ada dalil ataupun tidak, perkara ini tidak penting bagimu, jika kamu mau beriman berimanlah, jika tidak kufurlah.”

Namun, ketika aku pulang ke rumah, suara laki-laki itu mengganggu pikiranku dan selalu terngiang-ngiang di telingaku, mendorongku untuk melihat Kitab Injil mencari jawaban yang benar dari pertanyaannya. Telah diketahui bahwa di sana ada empat kitab Injil yang berbeda-beda, salah satunya MATHIUS, yang lainnya MARKUS, yang ketiga LUKAS, dan yang keempat YOHANNES, semuanya buatan manusia. Ini aneh sekali, aku bertanya-tanya pada diriku, “Apakah Al Qur’an dengan nuskhoh yang berbeda-beda juga buatan manusia?” Aku mendapatkan jawaban yang tak bisa lari darinya yakni dengan pasti, “Bukan!”

Aku mempelajari keempat Injil tersebut, lalu apa yang kudapatkan? Injil MATHIUS berbicara apa tentang Al-Masih Isa ‘alaihis salam? Kami membaca di dalamnya sebagai berikut, “Sesungguhnya Isa Al-Masih bernasab kepada Ibrohim dan kepada Daud…” (1-1), lalu kalau begitu siapa Isa? Bukankah ia anak manusia? Ya, kalau begitu dia manusia. Injil LUKAS berkata, “Dialah yang merajai atas rumah Ya’kub untuk selama-lamanya. Kerajaannya tidak akan berakhir.” (1-33). Dan Injil MARKUS berkata, “Inilah silsilah yang menasabkan Isa Al Masih anak Allah.” (1). Dan yang terakhir injil YOHANNES berbicara apa tentang Isa Al Masih? Ia berkata, “Pada awalnya ia adalah kalimat, dan kalimat itu di sisi Allah, maka kalimat itu adalah Allah.” (1:1). Makna dari nash ini dia pada awalnya adalah Al-Masih dan Al-Masih di sisi Allah, maka Al-Masih adalah Allah.

Aku bertanya pada diriku, “Berarti di sana ada perbedaan yang jelas pada empat kitab ini seputar dzat Isa ‘alaihis salam, apakah ia manusia ataukah anak Allah ataukah Raja ataukah Allah? Hal itu telah menyulitkanku dan aku belum menemukan jawabannya. Di sini aku ingin bertanya kepada teman-temanku orang-orang kristen, “Apakah didapatkan dalam Al-Qur’an pertentangan antara satu ayat dengan yang lainnya?” Pasti tidak! Kenapa? Karena Al-Qur’an datang dari sisi Allah subhanahu wa ta’ala, adapun Injil-injil ini hanyalah buatan manusia. Kalian tahu dan tidak ragu kalau Isa ‘alaihis salam sepanjang hidupnya berdakwah kepada Allah di sana-sini, kita patut bertanya: apa landasan awal yang dida’wahkan oleh Isa ‘alaihis salam?

Ini Injil MARKUS berkata, “Seseorang datang dari Al Katbah, ia mendengar mereka berbincang-bincang, ketika terlihat bahwa ia adalah (Al-Masih) mereka menerimanya dengan baik, menanyainya tentang ayat wasiat pertama? Ia menjawab sambil berjalan: Sesungguhnya wasiat yang pertama ialah ‘Dengarkan wahai Bani Israil! Rabb Tuhan kita adalah Rabb yang Esa.’” (12: 28-29). Inilah pengakuan yang jelas dari Isa ‘alaihis salam, jadi kalau Isa telah mengaku bahwa Allah adalah Tuhan yang Esa/Satu, maka siapakah Isa kalau begitu? Jika Isa adalah Allah juga, maka takkan pernah ada keesaan bagi Allah. Bukankah begitu?

Kemudian, aku lanjutkan pencarianku dan aku temukan pada Injil YOHANNES nash-nash yang menunjukkan doa dan ketundukan Isa Al-Masih ‘alaihis salam kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Aku bertanya pada diriku: Jika sekiranya Isa adalah Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, lalu apakah ia membutuhkan kepada ketundukan dan doa? Tentu tidak! Oleh karena itu, Isa bukan tuhan tetapi dia adalah makhluk seperti kita. Simaklah bersamaku doa yang terdapat dalam injil YOHANNES, inilah nash doanya: “Inilah kehidupan yang abadi agar mengetahui bahwa Engkaulah Tuhan yang hakiki, dan berjalanlah Al-Masih yang Engkau telah mengutusnya, aku pekerjamu di bumi, amal yang Engkau telah berikan padaku ialah amalan yang aku telah menyempurnakannya.” (17-3-4). Ini do’a yang panjang, yang akhirnya berkata, “Wahai Rabbul Baar, sesungguhnya alam tidak mengenalMu, adapun aku mengenalMu dan mereka telah mengetahui bahwa Engkau telah mengutusku dan Engkau telah mengenalkan mereka akan namaMu dan aku akan mengenalkan mereka agar pada mereka ada kecintaan seperti Engkau telah mencintaiku.” (17-25-26).

Doa ini menggambarkan pengakuan Isa ‘alaihis salam bahwa Allah Dialah Yang Maha Esa dan Isa adalah utusan Allah yang diutus pada kaum tertentu, bukan pada seluruh manusia, siapakah kaumnya itu? Kita baca dalam Injil MATHIUS (15:24) di mana ia berkata, “Aku tidak diutus, melainkan pada kaum di rumah Isra’il yang sasar.” Kalau demikian, jika kita gabungkan pengakuan-pengakuannya ini dengan yang lainnya, sangat mungkin untuk kita katakan bahwa, “Allah adalah Tuhan Yang Esa dan Isa adalah utusan Allah kepada Bani Isroil.” Kemudian kulanjutkan pencarianku, maka aku teringat saat aku sholat aku selalu membaca kalimat berikut: (Allah Bapak, Allah Anak, Allah Roh Qudus, tiga dalam satu). Aku berkata pada diriku: Perkara yang sangat aneh! Kalau kita bertanya pada siswa kelas satu sekolah dasar “1 + 1 + 1 = 3 ?” Pasti akan menjawab “ya”. Kemudian, jika kita katakan padanya, “Akan tetapi 3 juga = 1?” Tentu dia takkan menyepakati hal itu, sebab di sana terdapat pertentangan yang jelas pada apa yang kami ucapkan, karena Isa ‘alaihis salam berkata dalam Injil seperti yang kami lihat bahwa Allah Esa tidak ada serikat baginya.

Telah terjadi pertentangan kuat antara aqidah yang menancap di jiwaku sejak kecil, yakni: tiga dalam satu, dengan apa yang diakui Isa Al-Masih sendiri dalam kitab-kitab injil yang ada di tengah-tengah kita sekarang bahwa sesungguhnya Allah itu satu tidak ada serikat baginya. Mana dari keduanya yang paling benar? Belum ada usahaku untuk mengikrarkannya waktu itu, namun yang benar dikatakan bahwa sesungguhnya Allah itu Esa/satu. Kemudian, aku cari lagi dari kitab injil dari awal, barangkali aku temukan apa yang kuinginkan. Sungguh telah kutemukan dalam pencarianku nash berikut ini: “Ingatlah wali-wali sejak dulu, karena sesungguhnya Aku adalah Allah, sedang yang lainnya bukan tuhan dan tak ada yang menyerupaiku.” (46: 9).

Sungguh perkara yang menakjubkan saat aku berpegang teguh dengan Islam, aku mendapatkan dalam surat Al-Ikhlash firman Allah Ta’ala, “Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Katakanlah Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung padaNya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” Ya, selama kalam itu adalah kalam Allah, maka tidak akan berbeda di manapun didapatkannya. Inilah pelajaran pertama pada agamaku masihiyyah yang dulu, dengan demikian “tiga dalam satu” tidak ada keberadaannya dalam jiwaku.

Adapun pelajaran kedua dalam agama masihiyyah bahwa di sana ada yang disebut dengan warisan dosa atau kesalahan awal, maksudnya ialah bahwa dosa yang diperbuat Adam ‘alaihis salam ketika memakan buah yang diharamkan dari pohon yang berada di surga, pasti seluruh anak manusia akan mewarisi dosa ini. Sekalipun janin yang berada dalam rahim ibu akan menanggung dosa ini dan akan lahir dalam keadaan berdosa. Apakah ini benar atau salah? Aku cari tentang kebenaran hal tersebut. Aku merujuk pada Perjanjian Lama, di tengah pencarianku, aku menemukan pada hizqiyal sebagai berikut, “Seorang anak tidak menanggung dari dosa seorang bapak. Seorang bapak tidak menanggung dari dosa seorang anak …” (hizqiyal: 18: 20-21).

Barangkali yang cocok untuk kami sebutkan di sini apa yang dikatakan Al-Qur’anul Karim pada masalah ini, “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain …” Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Anak Adam dilahirkan dalam keadaan fitroh, kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi atau menjadikannya Nashrani atau menjadikannya Majusi.” Inilah dia kaidah dalam Islam dan menyepakatinya apa yang ada/datang dalam injil, lalu bagaimana bisa dikatakan bahwa kesalahan Adam akan berpindah dari satu generasi ke generasi lainnya, dan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan berdosa?

Aku melanjutkan pencarianku tentang beberapa hal yang berkaitan dengan keyakinan, pada suatu hari kuletakkan Injil dan Al-Quran di depanku, kutujukan pertanyaan pada Injil, “Apa yang engkau ketahui tentang Muhammad?” Jawabannya: tidak ada, karena nama Muhammad tidak terdapat dalam Injil. Kemudian kutujukan pertanyaan berikutnya pada Isa seperti Al-Quran telah bercerita tentangnya, “Wahai Isa ibnu Maryam, apa yang engkau ketahui tentang Muhammad?” Jawabannya: sungguh Al Quran telah menyebutkan perkara yang tidak ada keraguan sedikit pun bahwa seorang Rasul yang pasti akan datang setelahku namanya adalah Ahmad. Allah berfirman atas lisan Isa ‘alaihis salam, “Dan ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata: Hai bani Isroil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku yaitu Taurot dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku yang namanya Ahmad (Muhammad), maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: Ini adalah sihir yang nyata.” (QS Ash Shaff: 6). Lihatlah! Mana yang benar?!

Di sana ada satu Injil, yakni Injil BARNABAS, berbeda dengan empat Injil yang telah kusebutkan sebelumnya, namun sayang para pemuka-pemuka agamanya (Nashrani) mengharamkan pengikutnya untuk mentelaahnya. Tahukah kenapa? Yang paling benar ialah karena inilah satu-satunya Injil yang memuat kabar gembira tentang Muhammad, di dalamnya terdapat beberapa tambahan dan penyimpangan yang sangat, seperti halnya tedapat pula kenyataan yang sesuai dengan apa yang ada dalam Al Quran Al Karim. Dalam Injil Barnabas (Ishaah: 163), “Waktu itu para murid bertanya kepada Al Masih: Wahai guru! Siapa yang akan datang sesudahmu? Al Masih menjawab dengan senang dan gembira: Muhammad utusan Allah pasti akan datang sesudahku bagaikan awan putih akan menaungi orang-orang yang beriman seluruhnya.”

Kemudian, kubaca lagi ayat lainnya dari Injil Barnabas yakni ucapannya pada (Ishaah: 72), “Waktu itu seorang murid bertanya kepada Al-Masih: Wahai guru! Saat Muhammad datang apa tanda-tandanya hingga kami mengenalnya? Al-Masih menjawab: Muhammad tidak akan datang pada masa kita, tetapi akan datang setelah seratus tahun kemudian ketika Injil diubah (direkayasa) dan orang-orang yang beriman kala itu jumlah mereka tidak sampai tiga puluh orang, maka ketika itu Allah subhanahu wa ta’ala akan mengutus penutup para Nabi dan Rasul-rasul, yaitu Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Telah disebutkan berulang-ulang yang demikian itu dalam Injil Barnabas, aku telah menghitungnya dan kudapatkan sebanyak empat puluh lima ayat menyebutkan tentang Muhammad. Aku sebutkan dua ayat di atas di antaranya sebagai satu bukti.

Setelah ini semua, aku berazzam untuk keluar dari gereja dan tidak akan pernah pergi lagi padanya, saat ini tidak ada di hadapanku, kecuali Islam. (Lihat kitab ‘Uluwul Himmah, karya Muhammad Ahmad Ismail Al-Muqoddim).

Para pembaca rahimakumullah demikianlah Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rahmat bagi semesta alam, menuntut kita selaku para pemeluknya untuk bersyukur. Allah berfirman, “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu, dan Dia tidak meridhoi kekafiran bagi hamba-Nya, dan jika kamu bersyukur niscaya Dia meridhoi kesyukuranmu itu, dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan di (dada)mu.” (QS Az Zumar: 7).

Di sini ada beberapa hal yang perlu untuk kita perhatikan, wallahul haadi ila sabilir rosyad.

Pertama: manusia itu satu umat, memeluk agama yang satu. Allah berfirman, “Manusia dahulunya hanyalah satu umat kemudian mereka berselisih, kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan itu.” (QS Yunus: 19).

Kedua: Islam adalah agama tauhid. Allah berfirman, “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu) tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada) di antara mereka, barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisabnya. Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam) maka katakanlah: Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi, ‘Apakah kamu (mau) masuk Islam?’ Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah) dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS Ali Imron: 18-20).

Ketiga: Aqidah tauhid adalah fitrah manusia. Allah berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan). Atau agar kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu.” (QS Al A’raaf: 172-173).

Keempat: Petunjuk Allah mutlak harus diikuti. Allah berfirman, “… Katakanlah sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu. Katakanlah sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunianya kepada siapa yang dikehendakinya. Dan Allah maha luas karunianya lagi maha mengetahui.” (QS Ali Imron: 73).

Kelima: Isa ‘alaihis salam adalah Nabi dan Rasul Allah. Allah berfirman, “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan kalimat-Nya) yang disampaikan-Nya kepada Maryam dan dengan (tiupan roh) dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan, ‘(Tuhan itu) tiga’. Berhentilah (dari ucapan itu). Itu lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak. Segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya, cukuplah Allah sebagai pemelihara.” (QS An Nisaa: 171).

Walhamdulillahi robbil alamin. Ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsari. Diambil dari Buletin Al-Wala’ wal-Bara’(swaramuslim.net)

http://www.mualaf.com/kisah-a-pengalaman/muallaf-rohaniawan/428

Andre D Carson: Anggota Senat AS Pengagum Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Nama Andre D Carson mungkin tidak setenar Keith Ellison, anggota Muslim pertama dalam Kongres Amerika Serikat (AS). Namun demikian, kiprah Andre D Carson dalam dunia politik negeri Paman Sam itu sudah tidak diragukan lagi. Seperti halnya Ellison, Carson kini tercatat sebagai salah satu anggota senat (DPR) AS. Hebatnya lagi, ia adalah seorang Muslim.

November tahun ini menjadi awal periode kedua bagi Carson menduduki kursi anggota legislatif AS menyusul kemenangan yang diraihnya dalam pemilu sela yang digelar 2 November tahun 2009 lalu. Dalam pemilu sela tersebut, Carson yang merupakan wakil dari negara bagian Indiana, unggul 58,9 persen suara atas penantangnya, Marvin Scott yang hanya memperoleh 37,8 persen.

Perjuangan Carson untuk bisa meraup 58,9 persen suara tersebut tidaklah mudah. Selama masa kampanye, Carson kerap diserang dari sisi keislamannya oleh sang rival. Scott kerap menjadikan kemusliman Carson sebagai target serangannya.

Dalam situs pribadinya, Scott menulis pernyataan anti-Islam yang menyatakan bahwa elemen radikal Islam sedang mendanai dan membangun masjid-masjid di seluruh Amerika. Bahkan, Scott yang mengklaim dirinya sebagai orang yang menghormati kebebasan beragama mengatakan, "Saya membela hak Carson untuk menjadi seorang Muslim... Tapi mereka (Muslim), tidak berhak mengganti hukum AS dengan hukum Islam, hukum para ekstrimis."

Namun, pernyataan keras Scott itu tak ditanggapi serius oleh Carson. Ia menyatakan bahwa pernyataan ini merupakan bentuk kekesalan Scott karena tak mampu memenangkan pemilu sehingga melakukan black campaign terhadap dirinya.

Menjadi Muslim
Ketertarikan Carson terhadap Islam sudah berlangsung sejak usia remaja. Tapi, ia mulai membaca buku-buku mengenai Islam dan masuk Islam sekitar 12 tahun lalu. Satu hal yang paling memengaruhinya adalah karya-karya penyair sufi Rumi dan buku autobiografi tokoh Muslim Afro-Amerika, Malcolm X.

Ketertarikannya terhadap Islam diakuinya karena nilai-nilai kedamaian dan kasih sayang yang diajarkan dalam Alquran. "Buat saya, daya pikat Islam adalah pada aspeknya yang universal. Semua agama mengajarkan universal. Tapi, dalam Islam, saya melihatnya secara teratur di masjid-masjid di mana orang dari berbagai ras ikut shalat bersama," tambahnya.

Carson kerap terlihat menunaikan shalat di Masjid Nur-Allah, sebuah masjid Suni yang banyak dikunjungi orang Amerika keturunan Afrika. Sebagai politikus Muslim di negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim, Carson kerap menghadapi berbagai kritikan yang menghubungkannya dengan pemimpin Nation of Islam, Louis Farrakhan.

Sekalipun menyangkal bahwa kelompok Islam itu ada hubungannya dengannya, namun ia mendukung beberapa aktivitas yang dilakukan kelompok itu, seperti memerangi penggunaan narkotika.

Kendati sikapnya ini ditentang, Carson tetap memiliki banyak pendukung. Sejak memutuskan untuk terjun ke kancah politik, ayah dari seorang putri bernama Salimah ini tidak menganggap agama yang dianutnya bakal menghambat kariernya. Sekalipun saat ini umat Islam masih berjuang keras untuk meningkatkan citra mereka di Amerika.

Politisi yang bersuamikan Mariama Shaheed, seorang pendidik di Pike Township School ini menegaskan, sekalipun ia menghormati Islam, agama yang dianutnya tidak akan pernah memengaruhi keputusan yang diambilnya. Karena ia beranggapan keputusan tersebut harus diambil berdasarkan kebutuhan para pemilihnya.

"Bagi saya agama memberi informasi untuk saya. Anda perlu menghormati orang-orang tanpa melihat ras, agama, atau jenis kelamin," tandasnya.

sumber : Republika

William Abdullah Quilliam: Perintis dan Penyebar Islam di Liverpool

Agama Islam di Inggris telah ada sejak beberapa abad silam. Karenanya, tak heran bila agama yang dibawa Rasulullah SAW mendapat tempat di hati warga Inggris. Sejumlah tempat ibadah pun akhirnya berhasil didirikan.

Namun, belakangan ini, seiring dengan gencarnya phobia terhadap umat Islam, agama yang mulia ini kerap dijadikan bahan ledekan oleh mereka yang tak memahami Islam. Walau begitu, hal tersebut tak menyurutkan niat seseorang yang diberi hidayah Allah untuk terus menyuarakan Islam.

Pada pertengahan abad ke-19, seorang tokoh kenamaan Inggris mencoba memahami Islam. Dan akhirnya, ia pun menemukan kedamaian di dalamnya. Bertempat di sebuah bangunan yang kini sudah tampak kusam. Bahkan, harian The Independent di Inggris, pernah memuat tulisan berjudul "Forgotten Champion of Islam: One Man and His Mosque" yang ada pada edisi 2 Agustus 2007.

Bangunan yang terletak di kawasan Brougham Terrace No 8, West Derby Street, Liverpool, Inggris tak ubahnya seperti sebuah rumah hancur. Demikian tulis harian The Independent.

Bangunan bercat putih kusam dengan bagian pintu depan yang terlihat reyot dan pintu belakang yang penuh dengan coretan grafiti serta sarang burung dara yang menghiasi bagian atap bangunan dan jamur yang melekat di hampir seluruh permukaan dinding ini menyimpan cerita panjang mengenai Islam di negeri Ratu Elizabeth II ini.

Bangunan yang menjadi saksi bisu sejarah perkembangan Islam di Inggris pada abad ke-19 dan 20 Masehi ini adalah milik William Henry Quilliam. Komunitas Muslim di kota Liverpool sudah sepantasnya berterima kasih kepada William.

Berkat jasanya, syiar Islam bisa merambah ke kota yang terletak di bagian barat laut Inggris. Dan, masyarakat Muslim di sana bisa menjalankan ibadah dan berbagai kegiatan lainnya secara bersama di sebuah bangunan yang memadai.

Pada awalnya, tepatnya pada 1889, bangunan milik William ini difungsikan sebagai Islamic center dengan nama Liverpool Muslim Institute. Namun, dalam perkembangan berikutnya, bangunan Liverpool Muslim Institute ini juga difungsikan sebagai masjid dan sekolah bagi komunitas Muslim Liverpool. Sejarah mencatat, ini merupakan bangunan masjid dan Islamic center pertama yang didirikan di Inggris.

Siapa sebenarnya sosok William Henry Quilliam ini? Laman Wikipedia menyebutkan bahwa pria kelahiran Liverpool, 10 April 1856 ini berasal dari keluarga kaya raya. Ayahnya, Robert Quilliam, adalah seorang pembuat jam. Sejak kecil William sudah mendapatkan pendidikan yang memadai. Oleh kedua orang tuanya ia disekolahkan di Liverpool Institute dan King William's College. Di kedua lembaga pendidikan ini, ia mempelajari bidang hukum. Pada 1878, William memulai kariernya sebagai seorang pengacara.

William tumbuh dan dibesarkan sebagai seorang Kristen. Agama Islam baru dikenalnya ketika ia mengunjungi wilayah Perancis selatan pada 1882. Sejak saat itu, ia mulai banyak mempelajari mengenai Islam dan ajarannya. Ketertarikannya terhadap Islam semakin bertambah manakala ia berkunjung ke Aljazair dan Tunisia.

Berdakwah
Pada 1887, sekembalinya dari mengunjungi Maroko, William merealisasikan keinginannya untuk berpindah keyakinan ke agama Islam. Setelah masuk Islam, ia mengganti namanya menjadi Abdullah Quilliam. Dengan menyandang nama baru ini, William gencar mempromosikan ajaran Islam kepada masyarakat Liverpool.

Untuk mendukung syiar Islam di kota Liverpool, ia berinisiatif untuk mendirikan sebuah lembaga khusus bagi orang-orang yang ingin mengetahui dan belajar tentang Islam. Maka, pada 1889, ia pun mendirikan Liverpool Muslim Institute. Guna menarik minat warga kota Liverpool, lembaga yang didirikannya ini tetap buka pada saat hari Natal.

Tak hanya sebatas menjadi pusat informasi Islam. Abdullah kemudian memfungsikan bangunan Liverpool Muslim Institute menjadi tempat beribadah bagi komunitas Muslim Liverpool. Bangunan Masjid Liverpool Muslim Institute ini mampu menampung sekitar seratus orang jamaah.

Pendirian masjid ini kemudian diikuti oleh berdirinya sebuah perguruan tinggi Islam di kota Liverpool dan sebuah panti asuhan bernama Madina House. Sebagai pimpinan perguruan tinggi Islam, Abdullah menunjuk Haschem Wilde dan Nasrullah Warren.

Meski berstatus sebagai lembaga pendidikan Islam, perguruan tinggi yang didirikan William ini tidak hanya menerima murid dari kalangan keluarga Muslim saja. Murid dari keluarga non-Muslim pun diperbolehkan untuk belajar di sana. Guna menarik minat warga non-Muslim untuk mempelajari Islam, pihak pengelola kerap menyelenggarakan acara debat mingguan dan komunitas sastra.

William yang sejak muda dikenal aktif sebagai penulis sastra ini berupaya menarik simpati masyarakat non-Muslim di Liverpool melalui karya-karya sastranya. Upaya-upaya yang ditempuhnya untuk menyebarluaskan ajaran Islam melalui karya sastra dan lembaga-lembaga amal yang didirikannya itu berbuah manis. Dalam rentang waktu sepuluh tahun berdakwah, ia berhasil mengislamkan lebih dari 150 warga asli Inggris, baik dari kalangan ilmuwan, intelektual, maupun para pemuka masyarakat.

Bahkan, ibunya sendiri yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai seorang aktivis Kristen tertarik untuk masuk Islam setelah membaca tulisan-tulisannya.

Berbagai tulisannya mengenai Islam ini ia terbitkan melalui media mingguan The Islamic Riview dan The Crescent yang terbit dari 1893 hingga 1908. Keduanya beredar luas secara internasional. Harian The Independent menulis bahwa William memanfaatkan ruang bawah tanah masjid sebagai tempat untuk mencetak karya-karya tulisnya.

Disamping itu, ia juga menerbitkan tiga edisi buku dengan judul The Faith of Islam pada 1899. Bukunya ini sudah diterjemahkan ke dalam 13 bahasa dunia. Ratu Victoria dan penguasa Mesir termasuk di antara tokoh dunia yang pernah membaca bukunya ini.

Berkat The Faith of Islam, dalam waktu singkat nama Abdullah Quilliam dikenal luas di seluruh negeri-negeri Muslim. Berkat bukunya ini juga ia kemudian banyak menjalin hubungan dengan komunitas Muslim di Afrika Barat.

Berkat karyanya ini pula, ia mampu menerima berbagai penghargaan dari para pemimpin dunia Islam. Dia mendapatkan gelar Syekh al-Islam dari Sultan Ottoman (Turki Usmani), Abdul Hamid II pada 1894 dan diangkat sebagai atase khusus negeri Persia untuk Liverpool.

Ia juga mendapat sejumlah hadiah berupa uang dari pemimpin Afghanistan. Uang tersebut ia gunakan untuk mendanai perguruan tinggi Islam miliknya di Liverpool.

sumber Republika

Prosedur Pengampunan Dalam Islam Sungguh Masuk Akal

REPUBLIKA.CO.ID, "Saya menjadi Muslim sebab ada banyak alasan baik, namun yang terpenting, saya ingin dekat dengan Tuhan dan menerima pengampunan dan penyelamatan abadi," tulis Ismail Abu Adam di akun YouTube miliknya. Padahal jauh sebelum menyatakan itu, Ismail yang awalnya penganut Kristen taat, ingin melakukan misi penginjilan ke komunitas Muslim yang selama ini ia pikir harus diselamatkan.

"Saya lahir besar sebagai Kristen. Tetapi dasar saya adalah Katholik Roma," kata Ismail. "Saya selalu meyakini Yesus adalah Tuhan dan saya berikan hidup saya kepadanya," tuturnya.

Ismail meyakini Yesus adalah penyelamat dan ia juga mempercayai peristiwa kematian, penyaliban hingga kebangkitan Yesus. "Juga konsep dosa asal, seratus persen semua itu saya yakini sebagai kata-kata tuhan," ungkap Ismail.

Sebagai penganut taat, ia pergi ke gereja setiap minggu dan aktif dalam kegiatan peribadatan. Bahkan ia kerap mengkotbahi teman-temanya dan mengajak mereka yang beberbeda keyakinan untuk mempercayai agama yang ia anut.

Pada awal usia 20-an, Ismail mulai tertarik melebarkan kotbah ke umat Muslim. "Saya besar, tinggal di Amerika Utara. Di sana saya sangat jarang bertemu Muslim, yang ada hanyalah kaukasia dan kristen, jadi saya ingin menyakskan Kristen bisa disebarkan ke komunitas Muslim," ujarnya.

Sebelum benar-benar turun ke lapangan dan bersentuhan langsung dengan Muslim, Ismail memutuskan mengawali dari dunia maya. Ia mencoba mencari celah bagaimana Kristen bisa disebarkan lewat media tersebut.

Ketika menelusuri internet itulah ia menemukan dan menyaksikan video yang ia anggap menarik; debat antara seorang Muslim dan penginjil. Muslim itu dari Afrika Selatan bernama Ahmad Deedat. Lewat debat, Ismael menyadari bila ia sangat paham injil. "Ia selalu menang dan mampu mematahkan serta membuat sanggahan jitu terhadap penginjil dari setiap aspek," tutur Ismael.

"Ia mematahkan argumen bahwa dosa asal itu tidak ada, bahwa Kristen bukan kata-kata Tuhan, serta menunjukkan bahwa Kristen adalah doktrin yang salah karena dibuat oleh intepretasi selip, sudah mengalami fabrikasi, modifikasi ditambah dan juga dikurangi oleh penulisnya," kata Ismail lagi.

Dedat, menurut Ismail, juga menyinggung doktrin trinitas, kebangkitan, penyaliban. "Terasa betul argumen lawan (penginjil-red) sangat lemah dan mudah dipatahkan. Harus saya akui, jujur saya tidak suka Ahmad Deedat saat itu," ungkap Ismail.

Ia bahkan frustasi dengan pembicara dari kubu Kristen. "Ia memegang gelar PhD di bidang teologi Kristen, tapi ia tak bisa mematahkan balik argumen Ahmad Deedat yang hanya bicara sendiri dan hanya didukung oleh Al Qur'an."

Saat itu Ismael berpikir Deedat tentu menggunakan Injil untuk membantah doktrin Kristen. Ia pun tergugah untuk mempelajari Kristen lebih lanjut dengan semangat kelak ia akan membantah argumen-argumen Ahmad Deedat.

Ismael mengaku tipe orang dengan pemikiran skeptis. "Saya sulit percaya dan meyakini sesuatu jadi saya perlu memelajari dan menyelediki sendiri untuk memahami dan meyakini sesuatu," ujarnya.

Saat memutuskan untuk lebih mendalami Kristen ia memilih dari prespektif Islam. "Sebelumnya saya tak pernah melakukan itu, memelajari Kristen dari prespektif selain Kristen dan Deedat benar-benar mengonfrontasi pemahaman saya," ungkap Ismail.

Ismail pun mengkaji Injil dan doktrin Kristen dari Islam. Ia memelajari keabadian, konsep trinitas, penyaliban Yesus, konsep juru selamat hingga kebangkitan, dosa asal. "Apakah benar injil adalah kata-kata tuhan," tuturnya.

Ketika mendalami Al Qur'an Ismail menyadari bahwa argumen Deedat ternyata benar. "Saya tiba-tiba merasa berada di jalan yang salah. Kristen bukanlah kata-kata Tuhan. Ini benar-benar sebuah tamparan keras bagi saya" kata Ismail.

"Saya telah menganut Kristen bertahun-tahun, saya lahir sebagai Kristen dan menjadi seorang Katholik selama 20 tahun, tiba-tiba semua yang saya yakini berbalik dari atas ke bawah. Tentu ini merupakan guncangan besar," tuturnya.

Saat itu belum timbul keinginan Ismail untuk menjadi Muslim. "Yang saya inginkan saat itu mengetahui secara mendasar kebenaran sesungguhnya," ungkapnya.

Islam pun mulai ia pejalari. Dari sana ia memahami Muslim hanya mempercayai satu tuhan dalam konsep bernama tauhid. Monoteisme, itulah kesimpulan yang ia peroleh dari agama Islam. "Mereka memanggil tuhan dengan Allah, mereka percaya Yesus adalah nabi, seorang messiah yang mengabarkan kebenaran saat dibangkitkan lagi, itu juga keyakinan besar yang saya anut," kata Ismail.

Lebih dalam mengkaji, Ismael menemukan konsep pengampunan dan penyelamatan Tuhan. Ia memahami pengampunan dalam Islam diperoleh dengan cara beriman kepada Tuhan, melakukan ajaran-Nya dan berbuat kebaikan sebagai wujud iman.

Ismail juga mengetahui bahwa Muslim mempercayai ada nabi setelah Isa yakni Muhammad. "Mereka meyakini itu sebagai kata-kata Tuhan dan semua ada dalam kitab yakni Al Qur'an," ujarnya. "Ini sesuatu yang baru bagi saya. Saya pernah tahu Islam, tapi tidak mendetail."

Saat itu Ismail mengaku mulai muncul rasa suka terhadap Islam. "Muslim mempercayai keberadaan Yesus. Bagi saya itu adalah sebuah tautan antara Islam dan Kristen dan itu membuat saya merasa nyaman. Saya seperti menemukan batu pijakan," tutur Ismael.

Begitu mengetahui bagaimana Muslim meyakini Tuhannnya, bagaimana Nabi diutus membawa pesan, Ismail merasa dilahirkan untuk mempercayai itu. Ia pun memutuskan pergi ke masjid. "Saat itu saya pindah ke kota kecil dan di kota itu ada sebuah masjid. Saya ketuk pintunya dan berkata saya ingin berbicara dengan seseorang tentang Islam," tutur Ismail.

Setelah itu Ismail rutin meyambangi masjid tersebut saban minggu untuk berdiskusi dengan seorang imam di sana. Sang imam memberinya buku-buku bacaan tentang Islam dan juga biografi Rasul Muhammad. saw. "Ia meladeni dan menjawab semua pertanyaan-pertanyaan saya," kata Ismail.

Hingga suatu hari, sang Imam berkata kepadanya "Saya tidak ingin kamu menjadi Muslim kecuali kamu benar-benar yakin dengan agama ini." Mendengar itu Ismael lagi-lagi mengaku terkejut. "Selama saya menjadi Kristen saya selalu bertemu kotbah dan juga berkotbah untuk mengajak seseorang menjadi Kristen. Setiap Kristen selalu mencoba mempengaruhi seseorang menjadi Kristen," tuturnya. "Hampir tidak mungkin Kristen berkata, 'Saya tidak ingin kamu menjadi Kristen kecual kamu yakin dan kembalilah kepada saya jika kamu sudah yakin'."

Ismail justru tertantang dengan ucapan sang imam. Apakah ini memang jalan sesungguhnya? "Ini justru menggelitik saya untuk mengetahui apakah Islam itu memang yang benar, yang harus diyakini? Sungguh tak ada yang memaksa saya untuk menjadi Muslim," tuturnya. "Saya melihat dalam Islam terdapat kebenaran dan itu tampak jelas sebagai cara hidup yang diinginkan Tuhan bagi saya," ujarnya.

Ketika Ismail mengingat Injil kembali, justru ia menemukan fakta Yesus yang diyakini sebagai tuhan tak pernah mengklaim dirinya adalah tuhan dan menyeru pengikutnya untuk menyembahnya. Membandingkan lebih jauh lagi, dalam Al Qur'an, Ismail menemukan janji pengampunan Allah akan diberikan bagi orang yang beriman, namun di Injil, kata 'janji' itu tak ada.

"Pengampunan dan penyelamatan diberikan Allah karena Ia mencintaimu, karena engkau bertobat, beriman kepadanya dan melakukan apa yang ia kehendaki. Itu sungguh jelas dan sederhana," kata Ismail. Sementara di Kristen, menurut Ismail, penyelamatan cukup sulit bagi pemeluknya.

"Pertama anda harus meyakini dahulu peristiwa pembunuhan kejam dan penyaliban seseorang yang tak berdosa, di mana darah ditumpahkan demi menyelamatkan dosa anda. Anda diciptakan dengan dosa asal. Tuhan menempatkan diri anda di dunia bersama dosa dalam hati atau jiwa anda. Semua itu justru tidak mencerminkan keadilan Tuhan," paparnya.

Ismail menilai pengampunan dan penyelamatan di Islam lebih masuk akal. "Pengampunan adalah milik Tuhan, pemberian Tuhan karena cinta, karena kita meminta kepada-Nya, karena kita meyakini-Nya," ujarnya. "Memang di Injil juga ada kata-kata yang mengandung kebenaran. Tetapi Islam lebih superior dan secara logika benar. Bagi saya itu sangat mengagumkan," imbuhnya.

Padahal selama ini Ismail selalu membayangkan Islam sebagai agama kekerasan, seperti menganjurkan pembunuhan. "Tapi ketika saya membaca Al Qur'an saya menemukan banyak ketenangan, kalimat mengandung kedamaian, kesunyian dan pencerahan. Karena itulah saya memutuskan untuk menjadi seorang Muslim.

Kini Ismael meyakini Allah adalah tuhannya dan menyerahkan seluruh hidupnya kepada-Nya. "Ia adalah raja sekaligus penyelamat saya di dunia dan akhirat. Dengan ini saya pun meyakini Yesus membenarkan ajaran Yesus sebagai seorang Muslim," ujarnya.

Saat ini Ismael mengambil disiplin Kajian Islam di perguruan tinggi. Dalam sepuluh tahun terakhir ia telah bepergian ke enam negara bermayoritas Muslim dan membaca puluhan buku-buku tentang Islam dan Perbandingan Agama. Ia bahkan sudah cukup fasih untuk berbincang dalam Bahasa Arab. Dalam akun YouTube-nya Ismail menulis, "Saya mencintai Allah karena Ia yang pertama kali mencintai saya."

http://www.mualaf.com/kisah-a-pengalaman/muallaf-foreigner/5727-ismail-prosedur-pengampunan-dalam-islam-sungguh-masuk-akal

Dua Tahun Berjuang Menolak Keinginan Hati Menerima Islam

REPUBLIKA.CO.ID, TORONTO - Namanya Izabela Szydlo. Dia adalah wanita asal Polandia, yang menuntut ilmu di Kanada. Tak hanya jatuh hati pada negeri itu, ia juga terpikat pada agama yang kini sedang naik daun di negeri itu, Islam.
Jalannya menuju Islam sangat berliku. Ketika hatinya mulai tertambat, ia justru menolaknya. "Dua tahun saya berjuang melawan hati saya sendiri menolak Islam," katanya. Namun ia menyerah, setelah menemukan hanya Islamlah yang pas di hatinya.

Berikut ini pengakuan Izabela tentang pencarian keyakinannya:

Saat tahu saya Muslim, orang pasti akan menebak latar belakang saya adalah Libanon atau Suriah. "Aku Polandia." Jawaban saya biasanya diikuti dengan pertanyaan lain, "Apakah Polandia sebuah negara Muslim?" Saya menjelaskan, "Ini tidak. Aku dikonversi."

Orang tidak biasa mengerti bahwa ada orang yang menerima agama lain dengan deklarasi keyakinan. Tapi melihat kembali pada pengalaman saya sendiri, memang tidak sesederhana itu.

Saya belajar tentang Islam tiga tahun yang lalu ketika saya bertemu seorang mualaf sahabat saya. Kami mulai mendiskusikan agama. Ketika kami berbicara, saya menemukan diri saya mengidentifikasi dengan ajarannya tetapi pikiran saya terus melayang dengan budaya Polandia saya dan iman Katolik saya. Aku berpikir apa yang orang akan katakan jika saya pindah agama dan lebih penting lagi jika saya harus mengambil sesuatu yang bukan hanya cara berdoa, tapi juga cara hidup.

Saya punya terlalu banyak pertanyaan dan semua saya temukan jawabannya dalam agama ini.Saya mulai berontak. Saya belajar agama saya sendiri dan berusaha mencari koneksi, tapi sekali lagi Islam merayap ke dalam pikiran saya.

Perjuangan internal yang berlangsung selama dua tahun sangat berat. Pada musim panas tahun 2005 saya putus asa.

(Awal 2006, ia mengibarkan bendera putih, menyerah. Iapun belajar tentang Islam secara otodidak; dari nol lagi). Saya menemukan diri saya menulis artikel tentang isu-isu Islam di kampus dan kesalahpahaman yang terjadi dalam memahami Muslim.

Saya menemukan bahwa Islam adalah agama intelektual dan bahkan sains ada dalam kitab suci mereka, Alquran. Selama ini, Barat banyak menyebut Alquran adalah kreasi nabinya. Saya duduk pada malam-malam panjang saya membaca, bingung bahwa seorang buta huruf bernama Muhammad bisa menjelaskan banyak ilmu dalam Alquran, antara lain, bagaimana janin terbentuk. Bagaimana dia tahu hal-hal pada waktu itu? Bagi saya jawabannya sederhana, campur tangan Ilahi. Saya makin yakin: saya memang harus mengkonversi keimanan saya.

Pada tanggal 13 April 2006, saya bersyadahat. Saya tidak ingat berjalan ke masjid tapi saya ingat air mata membasahi pipi setelah itu. Saya siap untuk memulai hidup lebih terarah. Tapi sebelum saya bisa melakukan itu, saya harus membantu keluarga saya menyesuaikan diri dengan perubahan.

Beberapa minggu kemudian, saya tahu masalah tidak dapat dihindari. Malam pertama di rumah, ibu saya melihat sajadah warna zamrud hijau saya. "Apa itu?" tanya dia dan kemudian menjawab pertanyaan sendiri dengan amarahnya.

Biasanya saya akan mulai bertengkar bila kondisi sudah demikian. Tapi kali ini tidak. Saya menemukan kenyamanan dengan mengambil air wudhu dan shalat. Ketika saya membungkuk di atas tikar, kekhawatiran saya sepertinya berkurang. Sesuatu mengatakan kepada saya bahwa ibu saya akan menerimanya suatu ketika.

Hari berikutnya saya menjelaskan agama baru saya kepadanya. Dia mengangguk diam-diam dan saya berjanji bahwa tidak ada yang akan berubah di antara kami. "Saya tidak bisa menjanjikan apapun, hanya ini akan mengubah saya menjadi orang yang lebih baik," jawab saya.

Hanya satu yang diinginkan ibu saat itu: saya berjanji akan tetap makan malam saat Natal bersama-sama. Saya mengangguk.

Tantangan saya sebagai Muslim sangat berat, saya tahu itu. Saya bukannya tak mengalami: kerap dianggap sebagai calon bomber bunuh diri.

Saya tahu orang takut apa yang mereka tidak mengerti. Tapi sama seperti ibu saya yang mau belajar, saya berharap orang mulai meluangkan waktu untuk melakukan sedikit pencarian sehingga ketakutan yang berubah menjadi pengetahuan.

Redaktur: Siwi Tri Puji B

Hidayah Datang Saat Myrto Menghadiri Pemakaman Teman

REPUBLIKA.CO.ID, "Pertanyaan itu saling berbalapan dalam pikiranku. Apakah ini akan membuatku menjadi seorang Muslim? Apa arti berislam setelah semua? Begitu gampangkah menjadi seorang Muslim? Dan apa yang terjadi setelah itu? Bagaimana jika aku menyesal?" ujar Myrtho, menceritakan apa yang berkecamuk dalam benaknya beberapa menit menjelang bersyahadat.
Bagi Myrto -- ia menolak menyebutkan nama belakangnya -- menemukan agama bukan terjadi dalam semalam. "Aku butuh waktu hampir sembilan tahun untuk percaya bahwa sebenarnya ada Tuhan dan memilih Islam sebagai cara untuk menyembah Dia," katanya.

Myrto memiliki kehidupan yang sangat keras. Ia mempunyai pengalaman traumatis pribadi yang membuatnya kerap frustrasi. Lari pada agama seperti yang disarankan banyak orang padanya? Nonsense. "Aku hampir sepenuhnya menolak kehadiran Tuhan atau apapun namanya dalam hidupku," katanya.

Hingga suatu hari, ia menghadiri pemakaman temannya. Sang pendeta di akhir ceramahnya berkata, "Istirahatlah dengan tenang, dan abaikan semua dosa."

"Meskipun aku benar-benar tidak puas oleh perilaku agamawan di Yunani dan masih terngiang-ngiang kata-kata pendeta di pemakaman, aku memutuskan untuk mulai membaca tentang agama," katanya.

Ia mulai meneliti agama Kristen dan terutama Dogma Ortodoks, juga Yudaisme, dan Budha sebelum akhirnya Islam. "Aku mulai secara bertahap percaya pada Tuhan, imanku pada Tuhan menjadi kuat seiring waktu, walau aku belum memilih, akan memuja Tuhan dengan agama apa," katanya.

Ketika makin dalam belajar, banyak pertanyaannya yang jawabannya ada dalam ajaran Islam. "Islam berarti perdamaian dan Muslim berarti orang yang menawarkan dirinya kepada Allah saja, tanpa penyesalan atau keuntungan pribadi," ujarnya.

Ia juga menemukan anggapan publik Yunani tentang beberapa simbol Islam, ditafsirkan secara salah. Misalnya saja, karena kirabnya menggunakan bahasa Arab, maka hanya ditujukan untuk orang Arab. Atau simbol bulan sabit yang diartikan sebagai simbol mandi darah dan balas dendam. "Bulan sabit merupakan peringatan bahwa orang Muslim menghitung waktu berdasarkan bulan, bukan matahari," ujarnya.

keinginannya berislam semakin mantap ketika ia meneruskan studi ke Inggris. Sumber-sumber mempelajari Islam banyak dijumpai di negara ini. "Aku bertemu banyak Muslim, membaca lebih beragam literatur, menonton film dokumenter, menghadiri ceramah Islam, pergi ke museum Islam, dan menghadiri kelas Islam," katanya.

Maka bulat hati, ia bersyahadat, namun dengan syarat. "Aku memutuskan untuk memulai hidup sebagai seorang Muslim untuk jangka waktu tertentu, untuk melihat apa apakah itu benar-benar begitu sulit. Seperti yang dinyatakan dalam Quran, pria dan wanita diciptakan sama-sama memiliki kehendak bebas untuk mereka sendiri," katanya.

Apa artinya hidup sebagai seorang Muslim? Apakah harus mengenakan abaya dan niqaab? Haruskah berdoa 10 kali sehari? Bagaimana dengan puasa ketat selama bulan Ramadhan? Terus, tinggal di rumah dan memiliki banyak anak? Menghindari segala macam pengalaman yang menyenangkan kalau-kalau Anda melakukan sesuatu yang terlarang? Pertanyaan itu terus berputar.

Hingga akhirnya ia menemukan: Islam bukanlah sistem yang ketat aturan atau semacam penjara. "Islam menuntun untuk mlakukan perbuatan baik setiap hari, berusaha untuk menghindari tindakan buruk, berdoa sebanyak yang Anda bisa, puasa sebanyak yang Anda bisa, menunjukkan cinta dan kasih sayang, selalu berjuang untuk memperbaiki diri sendiri, maju dan berkembang dalam pengetahuan hari demi hari, mencoba melakukan yang terbaik setiap hari, hanya inilah yang diperlukan untuk menjadi seorang Muslim," katanya.

Ia memperbaharui syahadatnya. Kini, Myrto telah kembali ke Yunani dan menikah dengan seorang Muslim Inggris. "Aku menyadari bahwa saya bisa hidup sebagai seorang Muslim, aku hanya mengubah cara dan frekuensi doa, berhenti makan daging babi atau minum alkohol, dan kini aku memakai jilbab. Itu saja."

Redaktur: Siwi Tri Puji B

Aku Rindu Al-Quran setelah aku murtad

Magdalena, seorang wanita berusia 37 tahun sekarang, usia yang memang sudah tidak belia lagi dan tentunya dengan kematangan usia, maka munculah kematangan dalam hatinya untuk menentukan jalan hidupnya, dan terasa sangat disesalinya apa yang sudah dia sia siakan di sepanjang hidupnya selama ini, penuturannya menambah pengalaman baru buat saya, karena memang setiap orang yang dating konseling dengan saya membawa masalahnya masing masing, dan semoga Allah Subhana Wa Ta’ala senantiasa mencurahkan hidayah-Nya kepada setiap hamba-Nya, amin

Terlahir dari keluarga Muslim yang biasa saja dalam keseharian, dalam arti keluarga Muslim yang hampir kebanyakan di Indonesia, yang orang tuanya Muslim, memiliki 2 orang anak, anaknya sejak kecil di ikutkan ke TPA (Tempat Pengajian Al-Quran) di sebuah kota di Jawa tengah, hidupnya berjalan biasa saja pada awalnya, dan karena memang minimnya pengetahuan akan agama yang minim pada orang tuanya, maka Magdalena kecil hanya mendapatkan pendidikan agama seadanya dari TPA tempat dia belajar mengaji yaitu hanya cara membaca Quran, tanpa ada bimbingan akidah dan dasar dasar keimanan yang kuat, maka Magdalena kecil cenderung lebih suka bergaul dengan teman teman non Muslim, karena memang lingkungan tempat dia tinggal adalah mayoritas non-Muslim,

Sampai pada usia remaja, Magdalena mulai berani main ke tempat ibadat agama lain, dan memang juga karena tidak juga dilarang oleh orang tuanya, maka dia piker ini boleh, bahkan ikut dalam seremoni keagamaan, sampai akhirnya hal tersebut yang membuat dia berpikir bahwa semua agama adalah sama saja, hal ini pun diperjelas dengan Magdalena yang mulai puber dan memiliki pacar seorang dari non – Muslim, dari bulan ke bulan, tahun ke tahun, akhirnya tidak terasa Magdalena sudah masuk kedalam keyakinan yang sangat jauh dari keadaannya sebagai Muslimah,

Dan akhirnya pada satu hari setelah lulus dari SMA, Magdalena memberanikan dirinya untuk berbicara dengan orang tuanya agar mengijinkan dia untuk merubah agamanya, sang ayah yang tadinya biasa saja akhirnya kaget dan tersentak dengan pengakuan dari anaknya, dan menentangnya dengan sangat keras, dimana akhirnya berkat bantuan pacarnya, Magdalena berhasil kabur dari rumah dan menumpang di rumah pacarnya tersebut, dan akhirnya berubahlah dia menjadi Murtad, keluar dari Islam, yang mana sebenarnya dia pun belum mengerti betul apa itu arti keluar dari Islam, karena memang juga karena cintanya yang sangat mendalam kepada lelaki ini,

Hari demi hari dilalui Magdalena dalam masa pembelajarannya, yang akhirnya dia menerima pinangan dari sang pacar untuk menjadi istrinya, dan dilakukanlah pernikahan secara catatan sipil, tidak melalui pernikahan agama, itupun dilakukan di luar negeri, yang katanya masih memperbolehkan pernikahan tanpa dasar agama sama sekali, dan menikahlah mereka tahun 2006 silam, dimana Magdalena sudah menginjak usia 32 tahun, dan dijalanilah rumah tangga barunya, dengan agama barunya tersebut,

Namun berjalannya waktu dan akhirnya sedikit demi sedikit mulai terbukalah tabiat masing masing, dan kejelekan yang selama pacaran tersembunyi dengan apik, mulai terkuak dan kelihatan, yang membuat magdalena menjadi mulai bertanya Tanya apakah ini benar jodohnya? Lalu bagaimanakah dia yang sudah menggiring aku kepada agama dia dan membuat aku berpindah agama, kenapa sekarang dia tidak mengajari aku lagi? Dan kemanakah jemaat jemaat agama dia yang dulu sangat antusias waktu mengetahui aku berpindah agama dan sangat menyemangati aku?

Sekarang, sang suami sudah mulai memainkan tangannya untuk memukul, dan sudah mulai mabuk mabukan, sudah mulai main perempuan, yak arena dalam agama yang baru ini memang tidak dilarang, tidak ada aturan yang jelas dalam mengatur pola hidup, tidak sebagaimana Islam sangat menjaga dan mengatur secara total kehidupan manusia mulai dari bangun hingga tidur, dan disinilah awalnya Magdalena mulai mengingat ingat kembali apa yang pernah dia pelajari dari kehidupan orang tuanya dulu, akur tentram sampai sudah tua,

Hingga suatu hari sang suami berkata akan menceraikan Magdalena, karena memang sudah tidak cantik lagi, dan sang suami sudah punya wanita idaman lain diluar sana yang lebih cantik dan seksi, dan bagai dihantam batu keras, Magdalena kehilangan pegangan dalam hidupnya, dia mencoba untuk mendatangi petinggi agama yang dia anut saat itu, keputusannya karena memang sudah tidak cinta maka apa boleh buat, lebih baik bercerai, dan dia coba pindah tempat ibadah pada agamanya saat itu, demi mencari ketenangan batin, ternyata tidak bisa di temuinya, dan akhirnya dia diusir dan harus kost sampai perkara cerainya diselesaikan di pengadilan, karena rumah itu memang milik suaminya, maka tidak ada hak lah atas dirinya, dan hal ini memang tidak diatur dalam aturan perceraian agamanya saat itu, sama sekali tidak ada penghargaan untuk wanita sama sekali pikir Magdalena, yang akhirnya dia menerima biaya hidup dan biaya kost yang diberikan suaminya untuk keluar dari rumah,

Terpuruk dalam keadaan yang sangat kelam, magdalena menjadi orang yang mengurung diri selalu dalam kamar kostnya yang kecil dan pengap, sering tidak mau makan, tidak bersosialisasi dengan teman kost yang lain, sampai suatu hari, teman sebelah kostnya sedang mengaji, membaca ayat suci Al-Quran, lembut dan perlahan, dan Magdalena akhirnya mencoba untuk mendengarkan, dan hatinya perlahan lahan mulai terasa kesejukan dari lantunan demi lantunan ayat suci Al-Quran yang dibaca oleh teman sebelah kamarnya tersebut, dan akhirnya Magdalena memberanikan diri untuk berkenalan dan meminta teman sebelah kamarnya tersebut untuk membacakan ayat tersebut diulang dan diulang, dan diulang pada bagian yang sama,

Setiap hari ditunggunya teman sebelah kamar kost nya tersebut sepulang kerja dan dimintakan untuk membacakan ayat yang sama dan dibaca ulang sampai akhirnya Magdalena bisa mengingatnya dan menirukannya dan membaca sendiri, dan hafal, dia merasakan kelegaan yang luar biasa, Tuhan telah mengangkat beban hidupku pikirnya, dan ini menjadi hal baru dalam hidupnya, sebuah penyegaran terhadap kelamnya masa dia meninggalkan Al-Quran, kelamnya dunia saat dia meninggalkan Islam, dan dirasakan ternyata Tuhan itu tetap ada dan terus menemaninya pada saat tidak ada satu orang pun yang memperdulikan dia, yaitu Tuhan Allah Subhana Wa Ta’ala,

Namun Magdalena mencoba hatinya, apakah dia akan rindu tidak pergi ke tempat ibadah agamanya sekarang dan tidak melantunkan sepenggal ayat Quran yang dia sudah hafal, dia mencoba satu minggutidak ke tempat ibadah agama dia, dan juga tidak melantunkan penggalan Quran, tidak ada hal aneh yang terjadi, hatinya biasa saja, dua minggu dia lakukan hal yang sama, namun sekarang ada kegelisahan tersendiri, hatinya selalu mengucap hafalan Quran yang dia coba untuk tidak diucapkan dalam dua minggu terakhir, sewaktu memasuki akhir minggu ketiga, akhirnya dia memang tidak rindu untuk ke tempat ibadahnya yang sekarang, akan tetapi dia lebih rindu dengan sepenggal bacaan Quran yang dia hafal, yang akhirnya membuat dia membuka computer di warnet, mencari tahu bagaimana Islam, bagaimana menjadi seorang Islam, dan bagaimana hidup sebagai Muslimah, yang akhirnya membawa dia kepada Mualaf.com dan akhirnya konseling dengan chatting lalu bertemu dengan Pembina mualaf wanita, sehingga antara wanita akan lebih mudah untuk terbuka, dan akhirnya sampailah kepada saya, dan beberapa Pembina lainnya.

http://www.mualaf.com/kisah-a-pengalaman/muallaf-a-to-z/5732-aku-rindu-al-quran-setelah-aku-murtad